Curhat

31.6K 2.1K 160
                                    

Kami akhirnya sampai di depan rumah Bu Rani. Beliau turun sambil langsung menenteng belanjaannya. Tidak seperti awal tadi, kini pandangannya lebih hangat dan bersahabat terhadap gua.

"Terima kasih ya, Romi. Sudah mau repot-repot mengantarkan saya," katanya dengan halus.

"Nggak apa-apa kok bu. Saya malahan yang seneng,"

Gua melongok ke halaman rumah beliau yang di tumbuhi banyak tanaman anggrek. Hampir sebagian besar di tumbuhi angrek. Gua menduga kalau beliau suka sekali dengan tanaman itu.

"Saya gak di suruh mampir dulu nih?" Tanya gua bercanda.

Pandangan bu Rani menatap gua curiga. "Emang mau ngapain mampir ke rumah saya?"

"Mau kenalan sama orang tua Ibu," jawab gua sambil menyengir lebar.

"Orang tua saya sedang di luar kota, jadi tidak perlu kamu kenal-kenalan,"

Melihat tampangnya yang kembali sinis gua jadi tidak enak hati untuk berlama-lama di sini. Padahal tadi gua cuma bercanda doang..eh dianya sensi.

"Yaudah kalau begitu saya pulang dulu deh," gua bersiap menyela motor.

Bu Rani jadi bengong.

"Eh, Romi," panggilnya.

"Kenapa Bu?"

"Hm..saya berencana untuk bikin kue coklat hari ini. Kalau kamu mau menunggu sebentar saja, mungkin kita bisa makan bersama," katanya dengan suara yang pelan sekali.

Hei! Dia ngajakin gua makan kue!

Ini kejutan namanya! Musuh besar gua di sekolah bisa berubah begini!

"Beneran boleh?"

Dia mengangguk.

"Ibu gak akan meracuni saya kan?"

"Sembarangan kamu kalau ngomong!"

"Yaudah kalau begitu saya gak malu-malu deh," gua turun dari motor.

Bu Rani tersenyum dan kami berjalan masuk ke rumahnya.

Di dalam rumahnya gua duduk di ruang tamu sambil menonton TV.

Gaya rumah yang sederhana banyak di pasang foto-foto hitam putih pada dindingnya.

"Kamu mau minum apa?"

"Gak usah repot-repot bu. Bikinin aja kopi hitam, gulanya setengah, terus jangan lupa ada biskuit, kalau bisa sih sekalian sama pisang goreng. Abisnya saya laper dari rumah belum makan,"

"Kalau itu sih merepotkan!"

"Hahahahaha,"

"Eh, Bu, saya boleh pinjam telefon rumah?"

Bu Rani menatap gua sekilas. "Mau telfon keluarga?"

"Mau telfon temen, bolehkan?"

"Boleh. Pakai saja,"

Bu Rani masuk ke dapur dan gua berjalan ke arah telefon yang masih jadi satu dengan ruang tamu ini. Gua buka dompet, di sana terselip kertas yang berisi nomer telefon Ika.

Langsung saja gua pencet nomernya. Maklum tahun segitu gua belom punya hape.

Agak lama gua menunggu akhirnya di jawab juga.

"Assalamualaikum.." salamnya dari seberang.

"Waalaikum...sayaang," Gua tahu suara ini adalah suara Ika makanya berani bercanda.

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang