Cemburu

37K 2.1K 121
                                    

Gua berjalan di sepanjang komplek palapa dengan perasaan bimbang. Gua sudah menetapkan hati untuk menolak ikut dalam perlombaan teknik. Bukannya senang karena berhasil terpilih tapi malah gua ngeri. Karena jujur percaya diri, gua takut mengecewakan semua orang.

Di beri tanggung tanggung jawab sama Big boss mewakili sekolah untuk ikut perlomba Teknik se-DKI! Taruhannya adalah nama sekolahan! Kalau gua malu-maluin tentu harga diri sekolah bisa jatuh.

Gua masuk kategori lomba perancangan sistem pendingin & control auto panel. Bukannya mau sombong tapi untuk bidang ini bisa di bilang nilai gua selalu bagus, ya kira-kira minimal selalu dapat nilai 80. Tapi bukan berarti gua jadi anak yang paling jago atau pintar. Menurut gua masih banyak anak-anak lainnya yang keahliannya di atas gua. Tapi kenapa gua yang terpilih?? Apa pak kepsek gak mau menang ya??

Fuji menghampiri gua yang berjalan dengan pelan.

"Romi, ayo bareng ke poltek," ajaknya.

"Ayo dah. Terus Robert mana?"

"Udah jalan di anterin Basisnya,"

Gua hanya manggut-manggut.

"Gak nyangka ya Rom, malah kita yang terpilih," ujar Fuji seperti mengeluh.

Ternyata di sini yang gak percaya diri bukan cuma gua doang tapi Fuji juga.

"Kalau lo gua yakin pasti bisa sih, Ji. Lo kan di semua mata pelajaran pinter. Lah kalo gua payah banget deh,"

Fuji tersenyum tipis.

Tapi sinar matanya menunjukan keraguan.

"Lo salah Rom kalo mikir kaya gitu. Coba lo inget-inget setiap pelajaran praktek nilai lo doang yang paling tinggi, jadi menurut gua wajar aja guru-guru praktek milih lo,"

"Gak juga, Ji. Masih banyak yang lebih baik di sekolahan kita,"

"Ye..kok elo jadi pesimis kaya gitu sih?"

"Bukannya pesimis. Tapi.....Hm, gua takut bikin malu sekolahan, gua gak ngerti kenapa mereka milih gua. Kayanya gua nanti mau ngundurin diri aja deh Ji,"

Fuji memandang gua dengan wajah bingung.

"Asal lo tau Rom, seumur hidup gue gak pernah ikut perlombaan apapun atau membuat sesuatu yang bisa bikin orang melihat diri gue. Selama ini gue gak pernah di pandang di rumah atau di sekolahan. Maka gua bersyukur bisa kepilih kompetisi ini. Dari sini gue bisa buktiin kalau gue juga bisa berkarya. Dan kenapa lo gak berfikir seperti itu juga? Lo harusnya nunjukin kalo anak STM itu gak cuma bisa tawuran doang!"

Gua membisu....

Kenapa gua gak seperti Fuji yang punya pikiran luas, punya motivasi, semangat dan kepercayaan diri? Kenapa gua harus jadi lelaki lemah yang pengecut?

"Yaudah ayo deh Rom, gak enak nih sama guru-guru praktek udah nungguin,"

Dan gua masih saja termenung

"Ayo!" Fuji mengamit lengan gua lalu menariknya.

"Eh! Jangan tarik-tarik, bego! Malu di liat orang!"

"Biarin!"

Ternyata di depan gang Palapa Ika sudah menunggu gua.

Gadis itu langsung memasang tampang jutek ke gua dan Fuji secara bergantian.

"Kok lama? Ditungguin dari tadi juga!" Tanyanya dengan jutek.

Matanya melihat tangan gua yang di pegang Fuji.

Kontan gua baru tersadar kalau kami sedang berdengan.

"Apa sih lu megang-megang!" Gua langsung melepaskannya dengan cepat.

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang