Menghindari Cinta Mendatangi Musuh

35K 2.1K 127
                                    

Kelas 3. July 2006

Siang yang panas ini membakar aspal jalan raya Pasar Minggu. Gua berjalan pelan sambil meratapi aspal yang gua lalui, di sekeliling berseliweran pelajar-pelajar SMA dan STM kami yang berbaur menjadi satu. Gua tidak begitu memperhatikan mereka, gua tetap berjalan menujuh kios rokok di depan gereja.

Hati gua kosong. Sepi. Tidak ada lagi yang tersisa dari kegembiraan kemarin. Semuanya hanya kenangan yang ingin gua tanam dalam-dalam. Berarti kegembiraan bersama Ika yang kemarin-kemarin tidak ada artinya lagi, semua itu hanya pengisi waktu kosong saja. Sebab Ika sudah memilih tempat ternyaman untuk dia singgahi.

Berarti gua hanya gelembung sabun yang melayang sementara, lalu pecah begitu saja tanpa sisa. Dan gua pun akan lenyap dari memory dia seiring berjalannya waktu. Karena ketika seorang gadis sudah menemukan tempat ternyaman, hatinya akan tinggal di tempat itu.

Candaan dan gelak tawa yang kami lalui selama ini hanyalah selingan yang indah dan ceria, tapi sayangnya tidak abadi. Karena realitanya, semua yang kami lalui bersama tidak berarti. Segala teori cinta yang indah, puisi yang di buat oleh pujangga sekelas kahlil gibran takan ada artinya di hadapan realita.

Jadi apakah arti cinta yang sebenarnya? Apakah sesimple cerita-cerita di sinetron, novel, atau bahkan puisi-puisi yang di buat para penyair..

Entahlah...gua hanya remaja berusia 17 tahun yang baru saja dapat ktp. Pikiran gua tidak sampai jika harus membahas masalah cinta...

Di depan kios rokok gadis berambut panjang itu tergerak ketika melihat gua berjalan ke arahnya.

"Romi..."

Gua berhenti beberapa langkah di depannya.

Matanya mengerjap-ngerjap menatap gua dengan pandangan merasa bersalah, sedangkan tasnya di goyang-goyangkan ke depan dan ke belakang dengan gerakan pelan.

Mulutnya terkunci rapat, seakan tidak bisa untuk terbuka.

"Apa?" Jawab gua datar.

"Aku tadi nungguin kamu di depan sekolah, tapi gak ketemu. Terus aku nyariin di sepanjang jalan palapa, akhirnya ketemu sama Dika, katanya kamu pasti akan nongkrong di sini,"

"Oh gitu.." kata gua masih datar.

Ika menggigit-gigit bibirnya.

Wajahnya terlihat gugup. Seperti dia ingin mengatakan sesuatu tapi tidak mampu untuk berbicara. Karena semenjak tadi gua sengaja memasang wajah dingin.

"Romi, bisa kita bicara?" Tanyanya setelah menarik nafas beberapa kali.

Gua tidak menjawab dan masih menatap Ika dengan dingin.

Dia adalah gadis dari musuh terbesar gua. Apa dia tahu kalau cowoknya orang yang mencelakakan gua?

"Bicara saja.." ucap gua pelan.

"Ika, minta ma-maaf Romi..." suaranya terdengar serak seperti mau menangis.

"Untuk apa?"

Mendapat jawaban dengan nada dan ekspresi datar membuat Ika terdiam dengan mata berkaca-kaca sambil menatap wajah gua.

Melihat ini gua membuang wajah ke arah tongkrongan Basis di depan.

Huh! Akting!

Cewek memang paling jago untuk berakting...jangan kira melihat wajah memelas seperti itu dapat membuat hati gua berubah!

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang