Pelecehan

33.3K 1.9K 102
                                    

Gua merokok tanpa rasa semangat di warung depan gereja. Hembusan demi hembusan gua keluarkan tanpa ada rasa nikmat. Kegalauan gua berlanjut hari demi hari. Ika masih saja ngambek sama gua, beberapa kali main ke rumahnya cuma ngobrol sama nyokapnya. Kalau begini terus gua kaya ABG labil yang sedang frustasi.

"Monyeet! Muka lu asem banget!" Kata Zikri yang duduk di sebelah gua. "Beberapa hari ini mata gua sepet ngeliat muka lu!"

Gua hanya menghembuskan nafas tanpa sanggup membalas sindiran Zikri.

"Emangnya Ika belum ngomong-ngomong sama lu?"

Gua menggeleng dengan muka blo-on.

"Ah, elu! Yang fokus dong! Jangan gara-gara cewek lu jadi idiot kaya gini!"

"Iyee...siapa sih yang gak fokus?!" Balas gua kesal sambil melihat ke arah gereja yang tampak agak ramai oleh beberapa pelajar yang pulang sekolah.

Sejak tadi gua menunggu Ika pulang, tapi batang hidungnya sama sekali tidak keliahatan. Apa jangan-jangan dia menghindari gua?

Tepat di depan gereja terlihat dua siswa SMA sedang di pojokan oleh pemuda berambut keriting yang merah matanya. Dari mulutnya pasti tercium bau alkohol. Dua pemuda SMA itu terlihat ketakutan karena pisau kecil menempel di perut salah satu dari mereka.

"Erik, lagi ngebetak anak SMA tuh!" Beritahu Agus Tengik sambil menunjuk Erik.

"Yaelah, ngompas di sini kalo ketahuan guru bisa repot urusannya," Zikri ikut berkomentar.

"Zik, lu tarik anak nye deh! Entar kalo ke gep guru, gua lagi yang di tarik bu Rani. Udah bosen gua keluar masuk ruang BP," pinta gua ke Zikri dengan perasaan cemas.

"Gua juga yang repot!" Zikri bangkit sambil menggerutu.

Lalu berjalan menghampiri Erik.

Terlihat sedikit cek-cok di antara mereka berdua, tapi kemudian tampaknya Erik menurut dan mau menghentikan aksinya ngebetak.

Zikri membawa Erik kehadapan gua.

Gua menempeleng kepala anak itu. "Eh, setan!" Maki gua kesal sama pemuda ompong itu.

Erik mengelus-ngelus kepalanya yang kesakitan.

"Elu kalo mau ngompas jangan di sini! Ke pasar sono! Kalo kena sama guru kita semua yang keseret.."

Anak itu malah cengar-cengir dengan gigi ompong yang menawan.

"Iye-iye sorry. Abisnya jam tangan dia keren banget sih, Rom," beritahunya sembari mengangkat tangan yang terikat oleh jam tangan digital berwarna hitam.

"Eh, sialan, dapet juga lu!" Terkejut gua.

"Tapi sayang sepatunya selamet. Si Zikri bangsat keburu dateng sih! he..he..he.."

"Ah, gila lu! Kalo itu anak ngadu sama guru kita gimana?"

Erik Banjir tidak menjawab hanya cengar-cengir sambil menggaruk-garuk kepala.

"Yaudah yuk cabut! cabut! cabut!" Kata gua sembari menepuk kaki Erik Banjir agar bergegas dari tempat ini. "Gus, kumpulin anak-anak kita jalan sekarang!" Pinta gua ke Agus Tengik.

"Jangan lama-lama di sini, bisa sial!"

"Sial gara-gara si ompong!" Tambah Agus Tengik menyindir Erik Banjir.

"Sorry kawan...sorry..." hanya itu yang keluar dari mulut Erik Banjir secara berulang-ulang.

Dika datang dengan tergesah dari arah gang palapa komplek sekolahan kami.

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang