Tragedi Mayestik

39.5K 2.1K 174
                                    

Kami nongkrong di depan warung kecil di daerah samping pasar mayestik. Dengan hati-hati gua memasang plester di sikut Fuji yang lecet. Sekitar Tiga puluh pelajar anak kelas satu berhamparan di sepanjang trotoar.

"Aduuh...pelan-pelan. Sakit tau," keluh anak itu sambil meringis-ringis menahan sakit di sikutnya.

"Lagian kalo udah tau lawan lu itu neken elu lari aja apa! Kadang-kadang kalo gua teriakin suka kaya orang budek sih lu!" Kata gua mengomeli anak itu.

Gua bersikap seperti ini karena gua cemas kalau Fuji sampai kenapa-kenapa.

Fuji hanya diam dengan wajah menahan kesakitan.

"Untung tadi lu gak ke bacok, kalo sampe kena, gua kan bingung ngomong ke orang tua lu gimana,"

Fuji masih diam sambil melihat sikutnya yang sudah di pasang plester.

Matanya mengerjap-ngerjap melihat gua.

"Elu akhir-akhir ini kena mulu sih, Ji? Kayanya emang kudu di ruqyah badan lu,"

"Emang gue kesurupan apa, pake di ruqyah segala,"

"Lagian kena mulu. Lu kebanyakan bengong sih! Mikir apaan sih lu? Pasti mikirin Dika ye?" Tebak gua.

Wajah Fuji langsung memerah.

Memang bukan rahasia lagi di basis kami, kalau saat ini Fuji sedang pendekatan sama Dika. Apalagi dikelas tiga mereka juga satu kelas. Kata anak-anak di kelas mereka dempet terus setiap harinya. Cuma waktu di Basis mereka selalu menjaga jarak.

"Emang Dika belom nembak lu?" Tanya gua.

Fuji menatap gua dengan wajah malu.

"Udah sih...." jawabnya ragu.

"Terus?"

"Gue belom ngasih jawabannya,"

"Udah berapa lama?"

"Dua bulan yang lalu. Dan minggu kemarin dia nanya lagi,"

Gua menghela nafas.

"Baiknya sih kasih jawaban. Cowok itu juga ada sabarnya, Ji. Nunggu itu gak enak, kasian kan si Dika kalo harus nungguin hal yang gak pasti,"

"Abis gue masih bingung sih, Rom," keluhnya.

"Bingung kenapa? Tapi lu suka kan sama Dika?"

"Suka sih...dia kan juga temen SPM gue. Lagian rumah kita juga deketan. tapi..." jawabnya agak ragu. "Tapi sukanya masih sebatas teman aja,"

Gua mengerti apa yang di rasakan oleh Fuji, sekaligus iba dengan temen gua yang bernama Dika.

"Ya elu ngomong lah, kalau masih suka hanya sebatas teman. Jangan diem aja,"

"Gak semudah itu, Romi..." katanya pelan. "Gue takut kalau terus terang, Dika pasti bakal ngejauh, terus berimbas sama hubungan pertemanan kita,"

"Mungkin yang lu bilang itu bener. Tapi lu gak pernah tau kalo belum mencoba kan? Dan Dika sendiri pasti paham lah, dia udah berani nembak lu, berarti dia juga udah siap untuk menerima konsekwensinya. Sekarang tinggal liat aja tingkat kedewasaannya sampai di mana,"

"Iya juga sih.." wajah Fuji masih terlihat bingung. "Kalo elo ada di posisi gue gimana?"

Gua diam sesaat.

"Gak mungkin gua di posisi lu. Gua kan cowok, jadi gak mungkin di tembak cowok. Apalagi cowoknya si Dika. He...he...he..."

"Ha..ha..ha..ha.." Fuji ngakak sembari memukul pundak gua."Maksud gue di tembak ceweklah! Bloon banget sih lu, Rom!"

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang