Jiwa Yang Mengelam

37K 2.4K 176
                                    

Bus berjalan kencang melewati daerah Poltangan. Meninggalkan butiran debu dan asap knalpot yang berterbangan menerpa pejalan kaki dengan angkuhnya. Sebagian kalangan masyarakat ada yang pasrah dengan kondisi itu, ada pula yang memaki kesal, tapi tetap tidak dapat berbuat apa-apa.

       Gua masih gak habis pikir kenapa bisa gampang banget kepancing sama pertanyaan Ika? Kalau dia cerita sama Fransiska kan repot, apalagi kalau David Muray sampai tahu, bisa runyam hubungan gua dengan mereka.

       Tanpa sadar bus yang gua kendarai sudah memasuki daerah Jalan Baru. Tingkat kewaspadaan mulai gua naikan satu tingkat. Jam tangan digital yang gua kenakan menunjukan pukul 19.48 malam. Yang menandakan ini masih berada dalam jam rawan untuk pelajar STM seperti gua.

       Perhatian gua langsung teralih kepada ratusan pelajar STM di bawah jembatan layang yang sedang nongkrong di halte bus.

       Dada gua mulai berdebar-debar.

       Ketakutan dan ketegangan bersatu menyerang perasaan ini.

       Gua sadar kalau situasi yang sedang gua alami sekarang begitu berbahaya. Dengan harap-harap cemas gua berdoa kepada sang pencipta semoga angkot yang gua naiki ini tidak berhenti dan terus melaju melewati Jalan Baru.

       Terlintas ucapan Dika dan Zikri yang melarang gua untuk pulang cepat hari ini. Gua nyesel juga sih tidak mendengarkan saran mereka, tapi mau bagaimana lagi keadaannya sudah seperti ini.

       Tapi ternyata doa gua belum di kabulkan. Angkot yang gua naiki berhenti tepat di depan Halte Bus karena di jegat oleh ratusan pelajar STM. Mereka melakukan Sweeping di setiap angkot yang melintas.

       "Mampus gua!" Runtuk gua dalam hati.

       Gua langsung memasukan tangan ke dalam tas dan menggenggam sabuk besi mencoba untuk merespon sesigap mungkin setiap situasi yang berubah.

       Pertama dua orang yang masuk ke dalam. Menengak-nengok ke setiap bangku yang mereka lintasi dengan mata memburu. Sampai di bangku belakang mereka melihat gua dengan sorot mata curiga.

       Kemudian mereka memanggil teman-temannya yang berada di halte.

       Kontan belasan orang langsung melompat masuk ke dalam. Mereka langsung memburu ke arah gua yang satu-satunya cowok memakai seragam putih abu-abu di dalam angkot ini.

       Bak serigala-serigala lapar mereka langsung mengepung.

       "Anak mana lu?" tanya seorang yang badannya kurus.

       Gua tidak menjawab. Hanya terdiam berusaha untuk tidak kontak mata dengan mereka. Karena salah-salah keadaannya bisa memburuk.

       "Jangan diem aje lu, Jink! Ayo jawab!"

       "SMA Suluh gua!" Jawab gua bohong plus dongkol karena di bilang jink.

       "Jangan boong lu!" Kata seorang lagi ikut menimpali sambil menampar kepala gua.

       Ingin sekali gua membalas gamparan anak itu. Tapi gua tau situasi tidak menguntungkan dan gua tidak mau berbuat bodoh di sini.

       "Gak bohong gua!"

       Kerah baju gua di tarik.

       "Gak usah nyolot lu!"

       Plaaakkk

       Satu gamparan ke pipi cukup mengoyak harga diri gua sebagai seorang lelaki.

       Tiba-tiba anak lainnya yang memakai topi mendekat lalu memandang gua dengan tampang curiga.

BADJINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang