7. Bukan Kumbang Kedua

8K 1.5K 1.3K
                                    

Pria bertopeng itu memandangi si gadis muda yang tertidur dengan kaki terikat rantai. Keberadaan sang gadis dan si pria bertopeng dibatasi oleh sebuah tembok yang tinggi. Si gadis hanya akan melihat tembok, tapi tidak dengan si pria. Si pria melihat tembok itu seperti sedang melihat kaca, karena pada tembok itu tertempel sebuah layar monitor cukup besar yang mampu menampilkan keadaan di dalam ruangan. Si gadis tak akan tahu kalau pria bertopeng itu sedang memperhatikannya. Ia lebih menyedihkan dibandingkan seekor burung yang berada di sangkar. Sebab, seekor burung masih bisa melihat 'tuannya', masih bisa melihat pemandangan di luar sangkar, sementara gadis itu hanya bisa melihat pembatas, kekosongan, dan keremangan.

Pria lain duduk bersandar pada dinding. Nampaknya pria itu belum menyadari ada gadis muda lain di sana, sebab pria ini tadi diberi obat bius agar tak banyak mengganggu ketika pria bertopeng itu menyeret masuk si gadis muda.

Pria bertopeng itu tersenyum di balik topengnya. Ia seperti penggembala bahagia yang baru mendapatkan domba baru secara gratis dari saudagar kaya.

"Sudah lama," katanya sambil meregangkan tubuh.

Ia melangkah sedikit sampai menemukan tembok lain. Ketika ia bersiul, lagu Twinkle Twinkle Little Stars, ia menyentuh tembok itu dan tembok itu bergeser terbuka. Ia masuk dari samping kanan ruangan yang ada di balik tembok—dilihat ketika ia berdiri menghadap pintu depan ruangan dan membelakangi pintu belakang ruangan. Dinding-dinding ruangan dipenuhi bingkai-bingkai berisi kumbang berwarna-warni yang diawetkan, seperti rumah yang dipenuhi permen-permen. Tembok itu bergerak menutup dan lagi-lagi terlihat bingkai dengan kumbang-kumbang berwarna-warni yang di dekatnya ada sebuah gambar otak dengan banyak garis berkelok-kelok dan sebuah lemari kaca besar yang tertutup kain beludru merah.

Ia tak berdiam diri di ruangan itu, ia justru melangkah menuju pintu belakang, menyentuh layar yang menampilkan kotak-kotak seperti tabel. Dia beberapa kali menekan kotak-kotak itu dan pintu terbuka. Ada tiga jalur yang terpampang di depannya. Ia memilih jalur paling kanan dari tempatnya berdiri. Dia terus melangkah hingga berada di ujung jalur, jalan buntu, hanya ada tembok beton. Tapi ia memutar tubuhnya ke sisi kanan, bersiul dan mendorong tembok yang seakan pintu itu. Ia disambut ruangan cukup luas dengan tiga buah layar monitor komputer berukuran 24 inch di atas meja panjang di tengah ruangan.

Di sisi kanan ruangan, terdapat sebuah meja dengan peralatan laboratorium, lemari kaca besar berisi alat-alat cadangan, lalu lemari kaca dengan rak-rak berisi banyak anjing dan kucing yang kaku seperti boneka, namun bulunya terlalu nyata untuk disebut boneka, dijejer seakan penghias ruangan. Itu percobaan-percobaannya semasa sekolah. Mengabadikan binatang-binatang yang ia temui di jalan.

Di sisi kiri ruangan, terdapat lemari pendingin yang pintunya terbuat dari kaca. Ada satu patung kepala yang memiliki rambut lurus dan halus panjang berwarna hitam. Lalu di bawahnya—masih di dalam lemari pendingin—ada laci kaca berisi tumpukan benang-benang hitam panjang yang terabaikan, seperti rambut-rambut boneka yang terbuang.

Ia membuka lemari pendingin, mengambil rambut yang terpasang di atas patung. Pada dasar-dasar rambut, terlihat kulit kenyal yang teriris sempurna seperti sebuah kain penutup kepala. Dia tidak suka rambut yang diawetkan, baunya tidak enak. Dia suka rambut yang segar, tapi rambut yang segar tak bisa bertahan lama, tetap akan mengeluarkan bau tidak enak di hidungnya, bukan bau yang ia inginkan, bagaimana pun ia merawatnya. Padahal, rambut dan kulit kepala itu masih telihat sempurna.

Itu rambut korban terakhirnya. Arunika. Ia endus sebentar pangkal dan ujung rambut Arunika, masih ada sedikit bau Arunika yang tertangkap hidungnya. Ia ciumi dengan nafsu seakan sedang menciumi kekasih, dan ia tahu, bukan tubuh wanita yang membuatnya bergairah, tapi rambut wanita yang membuatnya bergairah. Mengecup jalinan rambut-rambut halus ini baginya seperti bersenggama. Ia tak pernah bersenggama dengan wanita, namun ia melepaskan nafsunya pada rambut korban-korbannya sambil membayangkan rambut ibunya.

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now