5. Beruang Kecil

43.3K 4.5K 1K
                                    

Cana menatap gelas berisi susu coklat hangat tanpa berniat menenggaknya sedikit pun. Cana baru selesai panik beberapa menit lalu hingga ia berusaha menelepon polisi dengan bodoh dan Alam lagi-lagi mampu membuat Cana tenang.

"Lo harus minum biar tenang," kata Alam yang saat ini duduk di depan Cana. Ia sengaja menarik kursi belajarnya di samping kasur agar bisa duduk berhadapan dengan Cana.

"Lo bukan... Mr. Nut, kan?" tanya Cana yang kali ini menatap mata Alam begitu dalam, berusaha mencari kebenaran di dalam mata biru gelap itu.

"Hah?" Alam terlihat syok sebentar, namun tak berapa lama kemudian ia tertawa, "Lo ngomong apaan sih, hah? Gue emang suka ngacangin cewek, kecuali lo ya. Tapi gue bukan Tuan Kacang."

Cana sama sekali tak tertawa, "Gue lagi gak bercanda."

Tawa Alam hilang, ia melipat kedua tangannya di depan dada, "Ada apa di dalam mimpi lo sampai-sampai lo menuduh gue adalah Mr. Nut?"

"Mata biru di balik topeng putih." Cana menutup matanya sebentar sambil menghela napas panjang.

"Mata biru? Memangnya di dunia ini yang matanya biru cuma gue, ya?"

"Tapi, di daerah ini jarang yang matanya biru. Langka. Kita tinggal di Indonesia, bukan Eropa."

"Ya bukan berarti cuma gue, kan? Lo gak boleh menuduh gue tanpa dasar apa pun. Lagipula, kenapa gue harus bunuhin cewek-cewek cantik? Mending gue jadiin istri, lah."

"Alam, sumpah gue gak minat sama sekali sama candaan lo."

Alam menggaruk kepalanya kikuk, "Ya... gimana ya, gue susah serius orangnya. Kecuali kalau lo memang mau diseriusin, sih."

Cana memutar bola matanya, ia terkejut ketika tak sengaja melihat jarum jam dinding menunjuk ke angka 8. "Astaga gue tidur berapa jam?"

"Lo bisa hitung sendiri."

"Gawat!" Ia memijat pelipisnya yang seketika pening memikirkan kakaknya dengan tangannya yang bebas. "Abang gue pasti marah besar." Dia meletakkan susu coklat di atas nakas, kemudian menarik tasnya yang terbaring di atas nakas pula dan berusaha merogoh ponselnya.

"Udah gue kasih tahu kok Abang lo kalau lo bakal pulang telat hari ini." Alam terlihat santai, ia beranjak dari kursinya, melangkah mendekati dinding, menyandarkan tubuhnya ke dinding dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Untuk gadis awam, gaya Alam terlihat sangat keren, namun bagi Cana yang saat ini otaknya tak bisa bekerja dengan baik, ia tak begitu mempedulikannya.

"Kok bisa?"

"Abang lo nelpon, gue angkat."

"Abang gue izinin? Emang lo bilang apa? Abang gue paling susah izinin gue pergi malam apalagi sama cowok. Dan lagi, ponsel gue dipassword."

"Gue bilang lo lagi ada tugas bikin makalah Biologi, terus gue bilang nanti gue yang antar pulang. Dan password? Password tipe pola di hp gak punya tingkat keamanan setinggi kata sandi maupun PIN. Easy."

"Dia gak nanya kenapa lo yang angkat telepon gue?" Cana menatap Alam curiga, "Lo ngintip ya waktu gue buka password hp gue?"

"Nanya, kok. Hmm ya mungkin gue sempet ngintip hehe."

"Terus? Lo tuh, ya. Gak sopan!"

"Gue bilang lo boker. Untungnya gue bisa buka password lo. Lah kalau gak bisa? Lo pasti dimarahin setelah pulang dari sini."

Cana memutar matanya lagi. Entah berapa kali ia memutar mata kesal dalam waktu seharian ini. Alam benar-benar luar biasa menyebalkan. Cana muak dengan kehadirannya dan humor receh yang dimiliki laki-laki ini. Bahkan hanya dengan satu hari mengenal Alam, Cana telah memutuskan untuk mem-black list Alam dari daftar laki-laki yang akan ia jadikan teman akrab.

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now