12. Pangeran Penyuka Laut

23.4K 3.2K 456
                                    

"Kenapa lo mikirnya Conewood Theater?" tanya Lisa penasaran.

"Tempat di mana yang mati akan dihidupkan kembali. Teater boneka mungkin bisa jadi sorotan. Boneka adalah benda mati, lalu di teater, sang dalang akan membuat boneka seakan hidup. Yang mati akan dihidupkan kembali, boneka akan kembali mati jika pertunjukan selesai dan kembali hidup jika pertunjukan dimulai," jelas Alam. "Itu cuma pemikiran gue. Bisa bener, bisa salah."

"Masuk akal," tambah Sam. "Tapi... gue heran, kenapa ya Mr. Nut seneng banget maen-maen di gedung terbengkalai? Gak takut hantu apa ya?"

Lisa berdecak. "Kalau Mr. Nut maen di gedung rame, ya ketangkep lah, Ogeb."

"Oh iya ehehe."

"Siapin mental lu ya, mungkin kita akan ke sana," ujar Lisa.

"Hari ini?" Sam terkejut.

Alam menggeleng. "Besok. Hari ini, abis pulang sekolah, masih ke rencana awal. Gue dan Cana ke rumah Ratih dan lo berdua ke penjara ngunjungin Bu Ajeng." Alam menatap mereka semua satu per satu. "Kita kumpul lagi di vila ntar malem. Semoga sukses."

~~~

Lisa menghela napas beberapa kali sambil menatap kaca di depannya. Ada satu tempat duduk di sana dan orang yang akan duduk di sana belum nampak. Ia meremas jemarinya tak keruan. Bulir-bulir keringat bermunculan dan meluncur melewati lekuk wajahnya. Sam memperhatikan dari samping. "Kalau lo gak kuat, lo titip pertanyaannya ke gue aja, biar gue dan Om Yovi yang tanya."

Lisa menggeleng. "Enggak. Gue gak papa."

"Saya tinggal sebentar ya, ada panggilan," kata Yovi.

Mereka berdua mengangguk.

Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya berseragam oranye datang dan duduk. Ia menatap Lisa sambil tersenyum miring. Rambutnya diikat dan hampir seluruhnya berwarna putih. Matanya kecil dan tajam. Hidungnya bengkok seperti nenek sihir dengan bibir tipis yang nampak selalu menyeringai. Lipatan kerutan hampir menguasai seluruh permukaan wajah. Ia menarik gagang telepon dan meletakkannya di telinga. Dengan tangan gemetar, Lisa ikut menarik gagang telepon itu.

"Hai, Lisa Sayang. Bagaimana kabarmu? Siapa bocah tampan di sampingmu itu? Pemilikmu sekarang?"

Lisa mengepalkan telapak tangannya. "Saya tidak punya waktu berbasa-basi." Lisa mengeluarkan foto Ana dan menempelkannya pada kaca pembatas antara dirinya dan Ibu Ajeng. "Ibu kenal dia?"

Ibu Ajeng meliriknya sebentar, kemudian tertawa. "Apa urusanmu? Tanyalah pada Mega yang sudah tenggelam di neraka itu." Ia tertawa meremehkan.

Lisa tahu akan sangat sulit membongkar sesuatu pada Ibu Ajeng tanpa ancaman dan ia sudah memikirkan ancaman yang mungkin akan membuat Ibu Ajeng takut. Lisa membalik foto Ana. Ada sebuah tulisan di sana.

Cucumu si Wawan itu tampan sekali.

Wajah Ibu Ajeng seketika berubah. Ia nampak geram. Rupanya Lisa berhasil memancingnya.

"Jangan macam-macam."

"Kalau begitu jawab saja. Siapa gadis kecil ini?"

Ia mendengus. "Keponakan Mega. Mereka semua sudah diadopsi sebelum Mega pergi."

"Mereka semua?"

"Aku tidak hapal namanya. Pokoknya tiga gadis kecil itu."

"Siapa yang mengadopsi mereka?"

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now