11. Yang Mati akan Dihidupkan Kembali

30.4K 3.5K 321
                                    

Cana membuka mata pelan-pelan ketika cahaya putih terang benderang menerjang langsung ke matanya. Cana butuh mengerjap beberapa kali agar matanya mampu menerima cahaya yang masuk tanpa permisi menerobos pintu pupilnya yang terbuka kecil. Ia terbaring telentang sementara dinginnya lantai mengecup kulitnya hingga menggigil.

Saat ini ia berada di ruangan serba putih yang kosong. Di samping kiri tubuh Cana ada kasur, tapi entah kenapa Cana justru berbaring di atas lantai putih bersih ini. Cana bergerak sedikit hendak duduk, tapi tubuhnya terasa sakit seluruhnya seperti sehabis dijadikan samsak petinju. Ia merasa tulang belulangnya bergeser, tidak berada pada tempatnya. Susah payah ia duduk dan menyandarkan tubuh ke dinding sambil memeluk tubuhnya sendiri pelan-pelan, kemudian ia menunggu. Menunggu seseorang datang. Cana tahu ini mimpi, tapi ruangan ini terlalu senyap dan hanya terdengar napasnya saja. Itu artinya, ia harus menunggu.

Mahkota kumbang kedua. Ia ingat apa yang dikatakan Alexa terakhir kali saat menemuinya sebelum ia berada di tempat ini. Mungkin, Alexa hendak memberitahu clue soal mahkota kumbang kedua.

Cana memejamkan matanya dan ia kelelahan. Bulir-bulir keringat dingin menuruni permukaan kulitnya bak sungai gletser. Saat ini dia bingung, apakah ia kedinginan atau kepanasan? Sebab rasanya dingin menyeliputi permukaan kulit, namun suhu tubuhnya mendidih, darahnya baru direbus.

Tiba-tiba terdengar bunyi dari arah lain. Cana membuka mata dan di depannya sudah terlihat layar yang muncul berupa sinar seperti proyektor yang mengeluarkan layar ilusi dari cahaya, padahal tak ada proyektor. Di sana ada pria bertopeng putih yang mata birunya terlihat seperti warna laut yang dingin dan begitu dalam. "Hai, Sayang. Kau sudah bangun?" Suara ceria yang khas dan memuakkan sekaligus mengerikan terdengar menggema di ruangan serba putih ini. Selalu ada hawa kegelapan yang menyertai hembusan napasnya setiap ia berkata. Sebuah kegelapan yang di dalamnya ada iblis tertawa-tawa melihat kebodohan budak-budaknya; manusia. Cana merasa bahwa ia tak henti-hentinya tersenyum di balik topeng setannya itu. Tersenyum bersama iblis.

Cana diam. Ia hanya menatap penuh kebencian pada Mr. Nut.

"Jangan tatap aku seperti itu, kau akan menyesal. Baiklah, begini saja. Aku beri kamu kesempatan lagi untuk menyelamatkan seseorang. Waktu itu, kau gagal menyelamatkan Ratih, sekarang kesempatan itu datang lagi. Kau boleh menyelamatkan Sara dengan cara menjawab pertanyaanku, Sayang. Baik sekali aku padamu."

"SETAN!" sumpah Cana dengan air mata yang tumpah ruah. "KAMU BERMAIN-MAIN DENGAN NYAWA MANUSIA! IBLIS! AKU TIDAK AKAN MENGAMBIL RESIKO LAGI!" Cana menggigit kuat bawah bibirnya. Ia marah, air mata ini seperti lava yang keluar dari gunung berapi yang sudah meledak. Dan ia benar-benar merasa dadanya hendak meledak.

Mr. Nut tertawa riang. "Terserah. Itu pilihanmu. Berani mengambil resiko untuk bisa menyelamatkannya atau tidak melakukan apa-apa sama sekali. Manusia itu pengecut dan tidak pernah berani mengambil resiko. Ah, ya, aku hanya ingin mengatakan bahwa kesempatan untuk menyelamatkan Sara tak datang dua kali, Sayang." Mr. Nut tertawa lagi.

"KAU BENAR-BENAR SETAN!" pekik Cana.

"Memang benar. Kau juga setengah setan, Alexa Sayang. Kita setengah setan." Dia masih tertawa puas, puas sekali sambil memegangi perutnya. Seperti seorang penonton yang tertawa puas menonton komedi. Ia mulai mengatur napas. "Ayo keluarkan setan itu dari jiwamu, tak perlu ditahan."

"Kalau aku berubah menjadi setan, orang pertama yang kubunuh adalah kau." Cana menghapus air matanya kasar.

Tawanya berhenti perlahan, tapi nada ceria yang keluar dari mulutnya tak pernah luntur. "Menyenangkan sekali! Kalau begitu, kenapa tak berani menerima tantanganku, lalu keluar dan temui aku. Bunuh aku seperti yang kau inginkan."

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now