3. Semoga Beruntung

24.2K 3.6K 259
                                    

Mereka berempat sengaja duduk di dekat kaca besar di Fidera yang mengarah ke jalan. Lisa tidak mengenakan seragamnya, ia kali ini berperan sebagai pelanggan, bukan sebagai waitress. Hari ini ia mendapat shift malam.

Sesekali mereka mencuri pandang ke arah mobil hitam yang terparkir di seberang jalan. Sam dan Alam duduk berhadapan dengan Cana dan Lisa. Sam memulai perbincangan, "Kok bisa? Maksud gue, Abangnya Cana sendiri. Lo gak salah nyadap kan?" Tanya Sam tanpa canggung.

Lisa menaikkan sebelah alisnya, menatap Sam sekilas kemudian membuang muka dan menyerongkan tubuhnya, ia mengeluarkan ponselnya, tanpa menghiraukan Sam dan menatap Cana yang duduk di sampingnya. Sam hanya memutar matanya. "Gue sampai di rumah Mbok Inu semalam, terus gue lagi stress dan pelarian gue kalau stress itu di depan komputer semalaman, menyibukkan diri. Gue awalnya mau tes nyadap Bu Nita, tapi justru ke Abang lo. Sorry, tapi sejak pertama kali gue ngelihat dia, gue selalu merasa ada sesuatu yang dia sembunyikan. Maksud gue, dia itu psikolog dan dia seakan-akan gak tahu apa-apa tentang lo dan stressnya lo, Can. Malah nyuruh lo pergi dari kota, kan? Itu aneh. Lo gak perlu tahu darimana gue bisa mendapatkan nomornya, itu mudah. Setelah gue menyalakan alat penyadap hasil buatan Mbok Inu, semalam gue langsung mendengar ini." Lisa menyalakan rekaman suara Nata.

Terdengar suara bass pria di ujung sana, "Kamu masih mengikutinya, kan?"

Pertanyaan itu dibalas oleh suara seseorang yang asing. "Ya, tenang saja, Bos. Saya tidak tidur."

"Masih tinggal di villa itu?"

"Ya, dia baru pulang dari kantor polisi."

"Hah? Ngapain dia?"

"Tenang saja, Bos. Hanya temannya yang bermasalah. Selanjutnya, apa yang harus saya lakukan?"

Suara helaan nafas keras terdengar¸ "Jangan lakukan apapun tanpa perintahku. Biarkan saja dulu, yang jelas kalau dia mulai bertindak jauh dan mulai pergi ke tempat-tempat aneh, beritahu saya."

"Baik, Bos."

Rekaman berhenti. Tangan Cana mulai dingin. Ia tak tahu harus bagaimana. Mendengar ucapan Nata barusan, membuatnya menyadari bahwa Nata memang menyembunyikan sesuatu. Mungkin Nata mengetahui lebih banyak daripada apa yang Cana ketahui sendiri. Kenapa Nata menutupinya? Apa benar Nata memang hanya ingin melindungi Cana? Apakah itu berarti Nata tahu apa yang sedang Cana hadapi, tapi ia memilih seakan tak tahu apapun?

"Dan pagi ini." Lisa menyalakan rekaman kembali.

"Kamu ini gimana! Gak ngasih tahu saya kalau mereka ke rumah sakit!" Nata terdengar marah besar di ujung sana.

"Maaf, Bos. Saya telepon, Bos gak angkat. Saya masih berusaha mengikuti mereka."

"Ah! Ikuti terus. Kemanapun mereka pergi."

Cana mengepalkan tangannya di atas meja makan. Lisa hendak berbicara lagi, tapi ucapannya terpotong ketika waitress datang menghampiri membawa pesanan. Mereka menunggu sebentar, lalu kembali pada pokok bahasan.

"Gue rasa, lo harus tanya Abang lo sendiri tentang ini. Mungkin cuma kesalahpahaman." Alam ikut membuka suara.

"Ya, mungkin kecurigaan ini cuma sekedar suudzon." Lisa menyedot milk shake-nya.

Sam saat ini bermain ponsel, seakan-akan tak peduli dengan apa yang mereka bicarakan. Sesekali ia meminum Americano miliknya.

"Oke, gini. Biar dia gak tahu kalau kalian ke Conewood Park, gue nelpon temen gue tadi minjem mobilnya. Terus temen-temen gue berempat bakal bawa mobil kalian dan nyamar jadi kita. Kita tukaran baju sama mereka. Kebetulan si Cana pake jumper hitam, jadi makin sulit temen gue itu dikenali kalau pake jumper-nya. Kita makin mudah mengelabuinya. Kita tunggu sampai mereka datang," jelas Lisa.

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now