1. Siapa Pemenangnya?

13.7K 2.5K 1.7K
                                    

"Nah, Sarisha, ini rumah baru kamu, Sayang." Wanita berambut gelombang sebahu itu tersenyum lebar sambil mengajak gadis kecil itu masuk. Sarisha diam saja. Dia terlihat sedikit gugup dan takut. Ia tahu wanita itu baik, tapi ia tetap takut.

"Sarisha jangan takut." Seorang pria berkacamata tersenyum di depannya, ia berjongkok. "Mulai sekarang, saya adalah ayah kamu dan Tante Tari adalah ibu kamu. Nata akan menjadi abangmu. Ya, kan, Nata?"

Nata yang masih mengenakan seragam putih abu-abu karena baru pulang dari sekolah segera tersenyum hangat dan mengangguk. "Kalau Sarisha butuh sesuatu, tinggal bilang sama Abang. Kamar Abang juga ada di sebelah kamar Sarisha, jadi--"

"Aku enggak mau dipanggil Sarisha," kata Sarisha tiba-tiba.

Hening, mereka bertiga bingung.

"Aku... mau ganti nama. Aku enggak mau nama Sarisha."

"Kenapa, Sayang?" tanya ibu angkatnya, ikut berjongkok di samping suaminya.

Sarisha meremas-remas jemarinya. "Tante itu bilang, aku harus ganti nama. Aku mau nama yang ada nama Ana, nama Alexandra, dan namaku. Tapi, enggak mau nama aku yang sekarang."

Dahi ayah angkatnya mengerut semakin dalam, pertanyaan bermunculan di benaknya. "Tante... siapa?"

"Tante Boneka. Dia bilang supaya enggak dicari."

"Dicari siapa?" tanya Ayah.

"O-orang jahat. Ada orang jahat yang cari aku." Sarisha mengangkat kepalanya.

"Kamu aman di sini, Sayang. Enggak ada penjah--" ucapan ibu angkatnya terpotong.

"Tante Tari, tolong carikan aku nama baru."

Ibu angkatnya menoleh ke arah suaminya. Suaminya hanya mengangguk.

"Oke-oke. Kami akan mencarikan nama baru untukmu, Sayang. Tapi... sebenarnya siapa Tante Boneka yang kamu sebut itu?"

Sarisha diam. Ia takut berbicara. Awalnya, ia tidak ingin keluarga ini mengasuhnya, ia percaya bahwa dirinya pembawa sial karena seperti saudari-saudarinya, mereka sering disebut berdarah iblis, karena ayah mereka seorang pembunuh. Tapi, ia butuh keluarga baru dan ia butuh hidup, jadi ia tidak punya pilihan lain selain menyimpan rahasia-rahasianya itu. Sementara, ia akan berusaha sebaik mungkin menjadi anak yang baik. Ia ingin tahu apakah nasib buruk benar-benar akan mengikutinya? Ia harus mencoba mencari tahu dengan cara hidup bersama keluarga baru. Ia ingin membuktikan bahwa meskipun ada darah pembunuh yang mengalir di pembuluh darahnya, ia bukanlah pembunuh. Ia masih mengharapkan kebaikan di masa depannya.

Sekarang ia bingung, apakah ia harus mengaku pada mereka bahwa ia punya kemampuan melihat sesuatu yang tak bisa dilihat manusia normal? Bagaimana kalau mereka membuangnya karena takut? Dia tidak akan bisa bertahan hidup dan memenuhi janji untuk bertemu dengan saudari-saudarinya lagi.

"Ehm... Bu Ajeng. Aku memanggilnya dengan nama Tante Boneka, dia suka main boneka."

Sarisha banyak belajar berbohong ketika hidup di panti dengan dalih untuk kebaikan orang lain dan dirinya sendiri. Kali ini, untuk kebaikan dirinya sendiri.

"Sayang, tidak ada lagi yang perlu kamu takutkan di sini. Tidak ada Bu Mega, tidak ada Bu Ajeng, tidak ada penjahat. Kami akan melindungi dan menyayangimu sepenuh hati, Sayang." Ibu memeluk Sarisha dengan erat. "Ibu tahu betapa beratnya hidup di sana. Tapi, itu tidak perlu diingat. Mari kita buat kenangan indah di sini, ya."

Sarisha mengangguk.

"Ana Berly Alexandra," kata Ibu tiba-tiba. "Bagaimana dengan nama itu? Kamu suka?" Ibu melepaskan pelukannya. "Ana dan Alexandra, lalu nama Berly, Ibu ambil dari nama tengahmu."

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now