20. Neraka

6K 589 273
                                    

Pria itu ingat bagaimana pertama kali ia bertemu roh seseorang yang ia anggap sebagai ibunya, Mariana, tepat setelah ibunya itu membunuh diri. Ia masih kecil. Dirinya yang polos bertanya, kenapa wanita itu harus membunuh diri dan meninggalkannya. Wanita itu menangis sedih dengan air mata darah yang merembes keluar. Ia berbisik, "Aku tidak punya pilihan lain. Wanita itu akan membunuh orang tuaku kalau aku masih hidup." Pria itu tahu siapa benar wanita yang disebut ibunya. Hera. Begitulah pria itu menjulukinya.

Sejak saat itu, pria itu sangat membenci Hera dan siapa pun yang berhubungan dengan Hera. Baik anaknya, maupun orang-orang yang ia percaya adalah kembaran Hera, reinkarnasi dari Hera yang bahkan belum mati. Belahan jiwa Hera yang lain. Siapa pun orang-orang yang ia percaya sebagai penerus atau kembaran Hera, akan ia bunuh seperti ia membunuh domba-domba. Domba-domba yang berdosa, tersesat, dan lemah. Dialah penggembala domba. Dialah Tuhan. Seperti di kitab Injil. Dia tengah memperolok Tuhan.

"Tuhan itu tidak ada. Tuhan hanya khayalan manusia. Manusia adalah Tuhan untuk dirinya sendiri. Manusia yang kuat adalah Tuhan." Begitu katanya.

Pria itu menggunakan berbagai cara untuk bisa memperolok Tuhan sekaligus melepaskan nafsunya. Dia mempersiapkan rencana terakhir untuk melumatkan Hera. Rencana paling hebat yang pernah ia buat.

Tak pernah pria itu sangka, bertahun-tahun yang lalu, setelah keluar dari panti asuhan, semesta yang jenaka membuatnya begitu dekat dengan Hera. Lucu sekali. Dia membuat rencana membunuh Hera sedari kecil. Ia tertawa mengingatnya.

Dulu, saat usianya baru 8 tahun, ia meracuni Ibu Mega, pemilik panti asuhan tempatnya tinggal, untuk bisa kabur dari panti asuhan. Mega tidak sampai mati, tapi racun itu cukup untuk membuat Mega tidak berkutik saat ia kabur. Dia berlari yang jauh sampai ke kota. Ia menyusuri jalan dengan hati-hati, sampai saat ia berada di dekat pasar, tiba-tiba seorang wanita cukup tua memeluknya dan berkata, "Cucuku, Satya! Ya Tuhan, Nenek mencarimu ke mana-mana! Ayo pulang, Nak!"

Agak lama, pria itu mengetahui bahwa anak serta cucu wanita tua itu mati kecelakaan saat liburan. Wanita tua itu agak pikun dan mentalnya agak terganggu, jadi wanita itu langsung menganggapnya sebagai cucu. Hal lucu lainnya adalah bahwa setelah beberapa tahun, tetangga yang baru pindah ke rumah di sebelah rumah nenek itu adalah Hera dan anaknya. Satu demi satu rencana membunuh Hera bermuncul dan mulai pria itu imajinasikan sejak kecil. Pria itu harus menggunakan topeng yang sempurna agar masih bisa mendekati keluarga Hera. Jadilah ia membentuk topeng kikuk, polos, dan bodoh yang ia pertahankan hingga dewasa.

Pria itu ingat bahwa ia sudah kehilangan apa pun, termasuk perasaan manusiawinya. Kebahagiannya mati sejak dahulu kala. Satu-satunya yang membuatnya bisa tersenyum hanyalah perasaan puas setelah bisa menguasai perempuan dan mencabut nyawa perempuan, serta menyetubuhi rambut perempuan. Suatu saat akan ia lakukan pada Hera juga. Sekali dayung, satu dua pulau terlampaui.

Pria itu ingin dikenal, tapi tidak ingin terlalu terlihat. Ia ingin menyombongkan kemampuannya dan menertawakan kebodohan-kebodohan manusia lainnya. Itulah alasannya memberi banyak teka-teki yang baginya sangat mudah kepada polisi. Ia harus pamer bahwa ia mampu melakukan apa pun, sebab ia adalah Tuhan.

Pria itu menyukai segala hal yang teratur, terkotak, sesuai dengan aturan yang ia buat sendiri. Kotak. Segi empat. Keindahan tersembunyi yang ia lihat pada segi empat. Itulah sebabnya semua simbol dari teka-tekinya adalah segi empat, bahkan peraturan dan ruangan-ruangan labirin yang ia buat pun semuanya menganut sistem itu.

Dan pria itu menyukai sebuah fakta menarik bahwa musuhnya saat ini adalah 4 remaja yang masing-masing memiliki kelebihannya sendiri. Bahkan yang terlihat paling normal sekali pun. Dia semakin bersemangat. Meletakkan 4 remaja ke labirin itu untuk menyelesaikan teka-teki dan sistem dalam labirin yang ia buat akan menjadi pertunjukan langka yang tidak bisa selalu ia lihat. Ia harus membuat pertunjukan itu semakin mewah. Ia tidak sabar.

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now