4. Seringai Gadis Muda

27.9K 3.9K 806
                                    

Mereka berempat menyalakan senter, kemudian masuk ke dalam pintu kedua setelah pintu terdepan. Gedung ini terasa dingin. Mereka berempat masuk ke lorong gelap gulita yang lebarnya hanya cukup dilewati oleh satu orang dewasa--seharusnya lebih lebar, namun di sisi kiri dan kanan lorong dijejeri boneka. Dinding-dindingnya mengelupas. Debu-debu berterbangan disorot lampu senter. Lantainya sangat kotor, penuh debu setebal jengkal dan sampah. Alam berjalan paling depan, di belakangnya ada Cana, lalu Lisa, dan Sam yang terakhir. Beberapa kali mereka terkejut bila tak sengaja menyoroti boneka-boneka badut dan manusia mengerikan yang entah fisiknya menjadi tak sempurna akibat terbengkalai, atau memang sedari dulu dibuat tak sempurna untuk menambah kesan mengerikan.

Boneka-boneka itu seperti baru saja bermandi darah. Ada boneka badut yang memegang kepalanya sendiri sambil tersenyum ke arah mereka, ada pula boneka wanita dewasa dengan rambut panjang berwarna pirang dan gaun khas belanda yang sobek dan berdarah-darah. Wajahnya menyeringai, dengan lobang kosong menganga lebar di sebelah kiri ruang mata yang seharusnya diisi bola mata. Lalu, mereka menemukan kepala badut tanpa tubuh yang tidak pada tempatnya, terduduk menghalangi jalan. Alhasil, Alam harus memindahkannya. Jarak-jarak boneka itu sangat dekat dengan mereka, membuat lorong ini terasa semakin sesak.

Tangan Sam semakin dingin. Jantungnya berpacu cepat. Ia bersumpah akan bertaubat dari menyakiti hati para perempuan bila ia berhasil keluar dari sini tanpa ada cacat fisik sedikit pun.

Sampai lah mereka di ujung lorong. Lisa benar, ada dua jalur. Lisa dan Sam memilih jalur kiri, sementara Cana dan Alam memilik jalur kanan. "Hati-hati ya, Sam," Alam mengerling di kegelapan.

"Bacot!" Suaranya menggema di ruangan. Mereka pun berpisah.

Lisa dan Sam memasuki lorong yang tak sesempit lorong pertama. Lorong ini cukup lebar, bisa dilewati oleh dua orang. Sam menyoroti sisi kanannya yang berhimpitan dengan dinding terkelupas dengan cat merah darah. Saat ia menyorot ke arah depan, gadis dengan kepala terbengkok dan leher tergantung tali langsung menyambutnya. Mata gelapnya melotot. Rambutnya hitam legam dan lidahnya menjulur.

Sam langsung berteriak dan memeluk Lisa, "AKKKKK SETAN!" Ia gemetar ketakutan sampai-sampai senternya terjatuh ke lantai.

Lisa justru tertawa terbahak-bahak. "Itu cuma boneka, Sam! Hahaha. Lo penakut banget sih!"

"Gue kaget anjir! Langsung ngeliat begituan pas lagi fokus ke dinding! Dan lagi, ya Tuhan itu bonekanya mirip banget sama manusia!" Sam segera melepaskan pelukannya.

"Ini yang gue takutin. Kita bakal kesulitan nemuin Ana." Lisa menunduk, mengambil senter Sam dan memberikanya pada Sam, "Brace yourself." Lisa kembali membuang muka.

Mereka kembali melangkah.

"Gue minta maaf karena gue salah mukul bokap lo. Tapi, jujur gue gak tahan lihatnya." Sam tiba-tiba berujar dengan begitu serius. Ia tak lagi begitu memerhatikan boneka-boneka aneh di sekitarnya.

Lisa terdiam, sibuk melangkah tapi ia mendengarkan.

"Gue memang gak pedulian orangnya. Tapi gue gak bisa untuk gak peduli kalau lihat cewek dipukul. Terlebih, lo teman baik gue. Gue hanya... jadi teringat ketika nyokap gue ditampar bokap."

Lisa menoleh, tertarik. "Gue pikir... keluarga lo baik-baik aja."

"Ya mungkin karena gue gak terlihat seperti ada beban. Tapi asal lo tahu, nyokap gue sama bokap gue udah cerai. Sekarang, gue tinggal sama bokap dan istri keduanya."

Lisa diam. Bingung ingin menjawab apa.

"Maaf jadi curhat. Intinya maaf kalau gue lepas kendali."

"Gue gak marah sama lo, Sam. Gue marah sama diri gue sendiri dan justru, gue malu sama lo. Gue malu karena lo benar."

"Jadi... lo gak marah?"

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now