6. Harapan Kosong

29.4K 4K 554
                                    

"Akhirnya nyampe, Ya Tuhan!" Sam mengucap syukur setelah memarkir mobil di belakang restoran tempat mereka akan bertemu dengan teman-teman Lisa. Lisa tadi langsung menelepon mereka. Lisa sengaja memilih tempat ini--restoran lain yang dulu sempat menjadi tempat Lisa bekerja sebelum pindah ke Fidera. "Gue cabut duluan. Lis, toiletnya dimana? Tempat kerja lo dulu kan ini? Pasti lo tahu," ujar Sam yang sedari tadi terlihat pucat dan tak banyak bicara di dalam mobil akibat menahan hasrat yang luar biasa untuk mengeluarkan cairan dari dalam tubuhnya.

"Dimana ya? Lupa gue," kata Lisa jahil.

"WOY JANGAN ISENG DONG. UDAH DI UJUNG NIH! SERIUSAAAANNNN!"

Lisa tertawa, begitu pula dengan Alam dan Cana. "Hahahahahha, lewat depan situ belok kanan setelah meja makan ujung, ntar mentok. Noh tuh toiletnya. Jangan sampe ketahuan kalau lo di sini. Kita harus tukaran mobil tanpa sepengetahuan mata-mata. Pake topinya!"

Sam langsung mengambil topi dan bergegas keluar dari mobil tanpa banyak bicara, tak begitu menghiraukan ucapan Lisa barusan. Ia menghempas kuat pintu mobil. Lisa menoleh ke belakang, kemudian memberikan liontin yang ia dapatkan kepada Cana. "Nih. Lo bener-bener ngelihat liontin ini di mimpi lo? Persis? Gue belum berani buka liontinnya sih. Lo aja."

"Iya, sama persis." Cana mengambil liontin itu dan membukanya. Alam mendekatkan wajahnya, ingin memperhatikan foto yang ditempel pada liontin itu pula. Entah kenapa ia terlihat begitu gugup dengan keringat yang bercucuran dan wajah pucat pasi.

Kosong. Foto pada liontin itu menghilang. Alam menautkan alisnya, terlihat berpikir keras. Cana rupanya menoleh ke arah Alam dan menyadari perubahan ekspresi Alam. "Kenapa? Lo tahu sesuatu?"

"Hah? Engga. Engga ada apa-apa. Cuma bingung aja, fotonya ke mana?"

"Yaudah, biar gue yang nyimpan liontinnya," kata Cana memasukkan liontin itu ke saku celana. "Dan ehm... sebenernya, gue lupa simbol di dinding tadi itu."

"Simbol? Maksud lo... simbol Mr. Nut? Maksud gue... chipers?"

Cana mengangguk.

"Tenang aja. Gue ingat," kata Alam. "Intinya, bunyi pesannya adalah tiga mahkota kumbang kunci menemui beruang kecil." Alam menatap ke luar jendela. Sedari tadi, ia tak terlihat semenyebalkan biasanya, ia terlihat terus berpikir.

"Hah? Maksudnya gimana?" tanya Lisa.

"Nanti aja kita pikirin. Temen lo mana? Gue capek. Mending kita selesaikan semua urusan kita. Kita ke sekolah Aru buat ngecek jarak seperti yang gue bilang semalam."

"Ah, bentar." Lisa mengeluarkan ponselnya dan kini ia sibuk mengirimi pesan.

Cana memperhatikan Alam dari samping. Alam sedari tadi menatap ke arah luar. Cana bingung, padahal saat menabrak Sam di rumah hantu, Alam masih bisa bercanda. Kenapa sekarang ia begitu serius dan dingin? Perubahan sikap Alam begitu drastis.

"Apa yang lo pikirin, Lam?" tanya Cana menatapnya.

Alam menoleh ke arahnya, tersenyum seadanya. "Gak ada apa-apa. Gue cuma lagi capek aja."

"Kalau lo memang capek, kita bisa ngecek sekolah Aru besok aja."

"Gak papa. Biar selesai dulu hari ini. Besok kita susun rencana lain."

"Perubahan sikap lo drastis banget dari pertama Lisa ngeluarin liontin punya Ana. Lo tampak memikirkan sesuatu. Ada yang mengganggu lo?"

Lisa ikut menoleh ke belakang memperhatikan Alam. "Setahu gue, lo nyebelin sebelum gue memperlihatkan liontin itu."

Alam diam sesaat, berpikir keras tentang apa yang harus ia katakan. "Ehm--"

Tiba-tiba pintu mobil terbuka, Sam langsung masuk dan berkata, "Guys, tadi ada si Mawar. Mereka lagi nunggu di luar. Mending kita cepetan ganti baju deh."

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now