1. 3 Domba dan 3 Kumbang

136K 7.7K 1.5K
                                    

Tuk... tuk... tuk...

"1 domba... 2 domba... 3 domba... 1 kumbang... 2 kumbang... 3 kumbang... Mr. Nut akan datang..."

Cana membuka matanya perlahan. Redup. Hanya lampu kecil berdaya lima watt yang menerangi ruangan pengap ini. Ia berada di mana? Sungguh tempat yang asing. Seperti gudang bawah tanah dengan banyak barang tak terpakai tersusun rapi di pinggir ruangan.

Suara anak kecil perempuan yang samar-samar itu membangunkannya. Cana menoleh ke sana ke mari, tak ada siapa-siapa di sini. Ditatapnya ruangan ini beberapa saat hingga ia memilih berdiri dari tempatnya terbaring tadi. Ia harus keluar dari sini. Kenapa ia berada di sini? Cana mulai gemetar ketakutan. Ia tak suka berada di ruangan redup. Tempat ini sangat menakutkan. Bau tidak sedap menusuk hidungnya. Bau apa ini? Busuk sekali.

Tuk... tuk... tuk...

Terdengar suara sesuatu yang dipukulkan ke meja memecah keheningan. Tapi sepertinya suara itu berada di luar ruangan ini. Cana menoleh ke arah pintu yang terbuka. Bergegaslah ia menuju pintu tersebut, namun langkah kakinya terhenti.

"Ssstttt... jangan berisik. Nanti Mr. Nut akan datang," bisik seseorang di belakang Cana. Cana menoleh ke belakang, ada seorang gadis kecil manis berambut hitam lurus dan berbaju pink yang tersenyum. Usianya kira-kira tujuh sampai delapan tahun.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" bisik Cana sambil berjongkok. "Kita harus keluar dari sini..."

"Kamu harus bersembunyi. Dia akan datang!" seru gadis kecil. "Jangan sampai dia menemukanmu." Gadis kecil itu berlari ke luar. Cana mengikutinya.

"Tunggu!" seru Cana.

Cana terus melangkah cepat mengikutinya hingga ia berada di lorong dengan pencahayaan minim. Perasaannya mulai tak enak, langkah kakinya masih cepat, namun terhenti ketika ia melihat perempuan muda di kelokan. Perempuan itu menangis, tampak mengerikan. Rambut hitamnya acak-acakan dengan wajah berlumuran darah dan hancur sebagian. Ia berjalan dengan keadaan telungkup, tangannya membantu ia bergerak mendekati Cana sementara kakinya terluka parah dan hanya bisa diseret. Bahkan tangannya pun berdarah. Ia merintih kesakitan. Matanya menatap lurus ke arah Cana, meminta pertolongan.

"To-tolong... tolong...," katanya masih menyeret kakinya tertatih-tatih.

Keringat mengucur deras. Cana terlalu takut hingga ia bahkan tak bergerak sedikit pun.

"Tolong a-aku...," katanya memohon sambil menangis.

Tiba-tiba... "AAAKKKKKK!!!" Ia berteriak ketika seseorang menyeretnya. Ia langsung hilang di balik kelokan. Bersamaan dengan suaranya yang juga menghilang.

Cana gemetaran. Ia hampir menangis tanpa suara, tapi sialnya kakinya tak bisa bergerak seakan lumpuh.

Tuk... tuk... tuk... itu suara ketukan sepatu yang menggema di lorong.

"Aku datang...," terdengar samar-samar suara berat laki-laki di kelokan. Sosoknya belum terlihat.

Cana akhirnya bisa menggerakkan kakinya. Ia berlari kembali masuk ke ruangan tadi. Tak ada tempat lain. Ia terjebak. Cana mengunci pintu, ia mendorong semua barang-barang yang ada untuk menahan pintu. Setelah ia yakin semua barang besar itu telah ditumpuk menghalangi pintu. Ia merosot duduk sambil menangis ketakutan.

Ganggang pintu digerakkan beberapa kali hingga suaranya terasa memilukan telinga. Cana menutup mata dan telinganya dengan kedua tangan. Siapa pun yang berada di luar sana, ia berusaha membuka pintu ini. Hingga suara pintu yang digerakkan itu hilang. Cana membuka matanya perlahan. Sunyi. Tak terdengar apapun.

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now