17. Ditemukan

4.6K 691 197
                                    

"Jadi, bumi kita ada di galaksi Bima Sakti. Ada sekitar 200 sampai 400 miliar bintang di dalam Bima Sakti, salah satunya matahari." Wanita itu menunjuk gambar cantik kumpulan titik-titik bintang bercahaya yang membentuk spiral. Bocah kecil itu memandanginya penuh kekaguman. Ia selalu suka dengan sesuatu yang cantik. "Konon, nama Bima Sakti itu diambil dari astronomi Jawa yang terinspirasi dari salah satu tokoh pewayangan, yaitu Sang Bima Sakti."

Bocah itu memandangi sang wanita dengan penuh keingintahuan. Ia tak banyak bicara dan bahkan ia tak tersenyum meskipun diam-diam mengagumi semua cerita yang keluar dari mulut wanita itu. "Mau dengar bagaimana kisahnya?"

Bocah itu mengangguk.

"Konon, Bima diperintah oleh gurunya, Drona, untuk mencari air suci kehidupan. Drona bilang, 'Bima, kamu harus segera mendapatkan tirta pawitra.' Bima menjawab, 'Dimana harus kucari? Kata Drona, "Di tengah samudera Minangkalbu.' Bima tidak tahu, di mana itu. Kata Drona, 'Terserah kamu mencarinya ke mana ... Kali ini kamu harus mampu mencarinya sendiri tanpa petunjuk dari siapa pun.'

"Bima pun bergegas mencari. Dia mengartikan bahwa Minangkalbu adalah apa yang ada di hati. Maka larilah dia lurus tanpa memilih arah sampai mencapai tepi laut. Di sana, Bima merasa takut dan ada keraguan. Karena masuk ke tengah laut memang sangat berisiko. Namun akhirnya Bima bertekad bulat untuk masuk ke tengah samudera. Loncatan Bima yang terkenal bisa dari gunung ke gunung itu, kini diarahkan ke tengah laut dan ... byur ... Bima pun tenggelam ke dasar samudera.

"Awalnya Bima sempat disergap dan dililit secara tiba-tiba oleh ular raksasa bernama Nagabanda. Lilitan itu sedemikian kuat, dari ujung kaki hingga kepala, sehingga sangat sulit untuk melepaskannya. Terlebih itu terjadi dalam air, di mana Bima tentu kesulitan bernapas. Kekuatan Bima yang konon 80 kali tenaga gajah ternyata tidak terlalu berarti menghadapi lilitan kuat ini karena tidak ada ruang gerak untuk meronta. Namun, berkat kuatnya keinginan untuk melanjutkan petualangannya mencari tirta pawitra, Bima tidak putus asa. Di sela-sela lilitan ternyata kedua jempol tangannya bebas. Bima lantas menggerakkan kedua jempol tangannya dengan harapan dapat melukai sang ular dengan kukunya yang panjang dan tajam. Ternyata benar ... sang ular terluka sehingga lilitan sedikit mengendor karena kepala sang ular menuju bagian yang terluka.

"Bima segara meronta sekuat-kuatnya hingga mendapat celah untuk menangkap kepala sang Nagabanda. Kuku pancanaka yang sangat tajam itu dihunjamkan ke mata dan mulut sang ular sehingga lilitannya makin lemah. Ular itu lantas dirobek-robek hingga tak berdaya."

"Keren ..."

"Keren, ya?" Wanita itu tersenyum lebar. "Kalau nama kamu Bima Sakti saja, bagaimana?"

"Kenapa?"

"Nama adalah doa. Ibu ingin kamu setangguh Bima Sakti dalam menghadapi cobaan apa pun yang ada di dunia ini, tidak menyerah terhadap apa pun. Bima Sakti adalah rumah untuk bumi, seperti kamu. Kamu adalah rumah untuk Ibu." Wanita itu, Mariana, berusaha merapatkan tubuhnya di samping sang bocah, lalu memeluk bocah itu dengan penuh kasih sayang. "Kamu anak yang kuat. Ibu mungkin tidak akan tahan kalau harus menjadi kamu yang sekecil ini sudah merasakan bagaimana kejamnya dunia. Panti ini neraka untuk anak-anak. Maaf, Sayang, Ibu belum bisa membawamu keluar dari sini."

Bocah itu tersenyum sangat tipis. Untuk pertama kalinya dia tersenyum. Ia balik memeluk Mariana. "Tidak perlu. Asal Ibu di sini." Diam-diam, dia menghirup harum rambut lurus indah milik Mariana. Harumnya membuat nyaman. "Terima kasih sudah memberiku nama."

Alexandra's MemoriesWhere stories live. Discover now