CHAPTER 19 - RUNTUHNYA TIGA PILAR

22.8K 2.3K 378
                                    

ULFA

Sebelas tiga puluh. Ini adalah malam tersunyi di Desa Leduk. Panas seperti biasa, setiap malam selalu begitu. Kediaman Pak Imam pun bukan pengecualian. Walaupun ada kipas angin listrik di setiap kamar, itu tidak menjamin keluarganya tidur tanpa keringat. Termasuk Si Kecil Ulfa.

"Panas Mbak," Keluh Ulfa sambil menarik ujung baju Uli. Ia selalu tidur di kamar kakaknya, agar mudah ke kamar mandi tengah malam. Sayangnya Uli tidur nyenyak sekali, dicubit pipinya pun reaksinya hanya menggerakkan hidung.

Ulfa turun dari ranjang lalu keluar dari kamar Uli. Ia sama sekali tidak ingin pipis, hanya saja tidak tahan dengan panasnya malam itu. Keringat ulfa bercucuran deras, ia mengusapnya dengan ujung baju.

Di ruang tamu, lantai keramik tampak menggoda. Dinginnya membuat Ulfa tidak ragu tidur tengkurap di sana. Ia memejamkan mata menikmati sensasi dingin di pipi dan perutnya. Saat kembali membuka mata, Ulfa melihat sepasang kaki dari celah kecil yang ada di bawah pintu. Jari jemarinya putih dengan kuku berwarna merah. "Ada tamu?" Pikir Ulfa.

Gadis itu bangun, bermaksud membuka pintu. Tapi Ia ingat pesan Bapak dan Ibu untuk tidak sembarangan menerima tamu. Akhirnya yang bisa Ulfa lakukan hanyalah menempelkan bibirnya di lubang kunci dan berbisik, "Bapak sudah tidur. Ada perlu apa ya?" Tanya Ulfa. Ia menunggu selama satu menit tapi tidak ada jawaban. Sepertinya tamu berwajah pucat dengan hidung berdarah yang ada di balik pintu, batal untuk berkunjung. 

Ulfa memeriksa kembali celah kecil di bawah pintu. "Yah, sudah pulang?" Ujarnya sedikit kecewa, melihat sepasang kaki itu tidak lagi di sana.

Si bungsu melanjutkan kembali petualangannya. Kali ini Ia berkunjung ke kamar Yayuk. Berharap kakaknya mau berbagi tempat tidur. 

"Eh?" Ulfa terkejut karena pintu kamar Yayuk tidak di kunci. Ia masuk tanpa rasa bersalah, lalu mendapati dua tempat tidur tapi hanya satu yang ditempati. Ulfa duduk di tepi ranjang Yayuk,  memukul-mukul kaki kakaknya.

"Mbak, Ulfa tidur di sini ya?" Pinta Ulfa. Karena Yayuk tak kunjung bangun, Ia berniat membuka selimut yang menutupi tubuh kakaknya, tapi ternyata.

"Ulfa, jangan!" Bisik Yayuk yang sedang duduk bersandar di bawah jendela bersama Sofia. Wajah mereka berdua sangat ketakutan. Yayuk ingin teriak menahan adiknya, tapi Ia juga harus menahan suaranya agar seseorang di balik jendela tidak mendengar.

"Mbak Yayuk?" Ulfa heran. "Terus ini siapa?" Ulfa membuka selimut di kasur Yayuk tanpa mempedulikan larangan kakaknya. Hingga akhirnya pocong di balik selimut itu tersenyum pada Ulfa. "Oh cuma guling," Kata Ulfa yang langsung berjalan ke arah Yayuk.

"Sepertinya Ulfa tidak menyadari kehadiran mereka." Bisik Sofia. Yayuk hampir hilang kesadaran karena tingkah adiknya. Sama kagetnya dengan barusan. Saat Yayuk terbangun, Ia mendapati tubuhnya berada di bawah ranjang. Yayuk merayap keluar untuk berteriak, tapi itu diurungkannya melihat siapa yang sedang tidur menggantikannya di atas kasur.

"Mbak lagi ngapain?" Tanya Ulfa. Si Bungsu sama sekali tidak menyadari siapa yang sedang melotot di belakangnya. "Ulfa, berhenti bicara!" Perintah Sofia. Ulfa langsung diam, tapi bukan karena perintah Sofia, melainkan karena rumah mereka mendadak gelap gulita. Kamar Yayuk memang selalu gelap saat Ia tidur, tapi padamnya lampu di luar membuat seisi rumah diselimuti hitam nan pekat.

Di luar rumah terdengar suara gaduh. Mereka kenal suara itu, itu suara Bapaknya sedang berbicara dengan seseorang.

IMAM ILYAS

"Seluruh lampu di tambak mati?" Seru Pak Imam. Sang Juragan panik setelah menerima laporan dari salah seorang penjaga tambak. "Iya juragan. Sepertinya dari pusat." Jawab anak buahnya.

BARISAN KERANDA MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang