CHAPTER 36 - MATA PAK IMAM

18.8K 2.1K 126
                                    

IMAM ILYAS

Salah satu rahasia terbesar Pak Imam adalah, Ia tidak pernah percaya pada Hantu. Konsep orang mati yang hidup kembali sama sekali tidak masuk akal baginya. Rangkaian tulang, daging dan darah yang sudah ditelan bumi, tidak akan pernah bangkit kembali dalam bentuk apapun. Ketika manusia mati, maka tempatnya bukan di dunia ini lagi , sesederhana itulah Pak Imam  berpikir.

Berbeda dengan keberadaan jin dan penghuni alam ghaib lainnya. Mereka ada, Pak Imam yakin mereka hidup berdampingan dengannya dan keluargan. Pak Imam teringat ceramah Ustad Mahrus tadi, dimana jin akan memanfaatkan kelemahan kita, dan akan muncul dengan wujud yang paling menyeramkan, yang sesuai dengan rasa takut di pikiran kita.

Untuk malam ini Pak Imam harus menerima kenyataan bahwa keyakinan saja tidak cukup melindungi keluarganya. Istri dan ketiga anaknya berhamburan memeluk Pak Imam, menangis dan berteriak histeris. Apapun yang sudah terjadi pada mereka mungkin fiktif di mata Pak Imam, tapi tangis dan wajah pucat keluarganya adalah sebuah kenyataan.

"Pak yang tadi malam datang lagi pak," Uli menangis memeluk Bapaknya. Pak Imam mengusap kepala Uli, "Pokoknya Yayuk pengen balik ke kota lagi, malam ini!" Pak Imam mengangguk lalu mencium kening Yayuk. "Makanya Ibu bilang jangan pergi! Akhirnya jadi gini kan!" Protes Bu Ilmi.

Pak Imam hanya punya dua tangan dan itu tidak cukup untuk merangkul semuanya. Ia membawa Istri dan anak-anak ke ruang tamu, memberi mereka minum dan mendengarkan apapun cerita juga keluh kesah mereka. Setelah dirasa cukup, giliran Pak Imam yang bicara.

"Maaf tadi ada sedikit urusan di tambak, lagi-lagi kawat di pagarnya ada yang motong." Tutur Pak Imam seraya mengusap rambut Uli dan Ulfa. "Kalian tahu kan tambak itu titipan Bos Bapak, berkat beliau Bapak bisa punya posisi ini." Lanjutnya.

Peduli apa dengan Pak Bos. Bagi Bu Ilmi dan anak-anaknya, tanggung jawab terbesar seorang suami adalah keselamatan keluarga. Pak Imam harus ada kapanpun mereka butuhkan, terutama di desa yang menurut mereka terkutuk ini.

"Bulan depan kita akan pulang ke Kalimantan." Tiba-tiba Istri dan Anak-Anak Pak Imam serempak mengangkat wajahnya. "Ya, tugas Bapak sudah selesai. Kita bisa kembali ke rumah lagi." Ujar Pak Imam.

"Horee!"

Sorak - sorai Yayuk dan Ulfa terdengar sampai ke luar rumah, dimana saat itu tamu ghaibnya tidak lagi terlihat, oleh Pak Imam juga oleh Bu Ilmi dan Anak-Anak. Namun demikian bukan berarti rumah itu bebas tanpa pengawasan. Seseorang sedang berdiri diantara mereka, melihat melalui jendela kaca dengan tangan kecil keriput dan kuku tajamnya. Ya, Sofia memandang jauh ke luar rumah, tatapan bencinya Ia tujukan untuk seseorang di luar sana. Satu dunia dengan Sofia, satu jenis dengan Sofia, tapi tidak satu pemikiran.

"Selama Aku ada di sini, tidak akan Aku biarkan kalian mendekati Ulfa. Karena hanya saya yang pantas. Ya! Hanya Saya yang pantas hidup di dalam dirinya." Pikir Sofia seraya melihat mahluk bertutubuh besar dan hitam pekat, tengah menunggu saat yang tepat, saat dimana Sofia lengah.

MAN RUSLI

Di pagar tembok sebelah barat, empat penjaga tambak tengah berkumpul sambil uring-uringan. Ada juga yang sudah sampai pada tingkatan kesal, dan tingkatan yang paling tinggi diraih oleh Mufin, "Puaaaateeeeeeek! Setiap kali diperbaiki, rusaknya pasti tambah banyak." Seru Mufin penuh amarah.

"Tadi Sore Saya lihat masih utuh." Ujar seorang penjaga tambak. "Kalau begitu ini dirusak sekitar habis isyak, antara jam delapan sampai jam sepuluh." Sahut Mufin. Yang aneh dari kejadian tersebut adalah tidak adanya laporan kehilangan, pengrusakan atau tindakan apapun yang merugikan tambak. "Kalaupun benar ada yang menyusup, untuk apa?" Tanya Mufin. Lebih aneh lagii posisi kawat yang terpotong justru berada di dalam area tambak, bukan di sebelah luar.

"Sudahlah, sebaiknya kita perbaiki. Kamu lihat kan gimana marahnya Juragan barusan." Ujar penjaga tambak bernama Rizkon. Pria yang tidak punya alis itu tampak sangat menakutkan karena mata kanannya yang cacat. Tubuhnya tegap dan kulitnya gelap.

Ada lima pekerja tambak yang posturnya mirip dengan Rizkon. Diantaranya adalah Parman, orang yang seringkali menemani Mufin berjaga di menara jaga. Saat ini pun dia ada di sana, entah sudah tidur atau sedang mengisi teka-teki silang. Tentunya sambil menikmati foto sampulnya.  

Mereka mulai memperbaiki kawat yang rusak. Tidak ada yang bicara memang, tapi semuanya sudah bosan karena hampir setiap hari mereka selalu memperbaikinya.

Sementara itu di pinggir kolam. Man Rusli memeriksa mesin kincir yang lagi-lagi mati. Sialnya mesin itu mati saat Pak Imam datang berkunjung tadi, membuat sang Juragan marah-marah bahkan sampai mengumpat. "Sepertinya juragan sedang banyak pikiran. Sejak  tadi wajahnya sudah tidak bersahabat." Gumam Man Rusli.

Tidak ada yang bisa Man Rusli lakukan terhadap mesin kincir tersebut. Ia memutuskan untuk membantu perbaikan kawat pagar, lagipula besok teknisi mesin akan datang begitu pula dengan pakan udang. Dua minggu sekali truk pengangkut barang datang ke desa, membawa persediaan pakan dan barang-barang habis pakai. Alasan yang sama kenapa gerbang besar di barat hanya dibuka sekali dalam dua minggu.

Saat kakinya menyusuri pinggiran kolam, matanya memaksa langkah Man Rusli untuk berhenti. Ia kembali memandang jauh ke dasar kolam, air yang tenang dan cahaya lampu tiang sedikit membantu penglihatannya. Masih menimbang ragu dan yakin tentang apa yang dia lihat malam itu. Saat kincir air mati dan permukaan kolam menjadi tenang, saat itulah sesuatu terlihat di dasar kolam. Sebuah benda terbuat dari logam, ada banyak sekali menumpuk di dasar kolam. Bentuknya menyerupai jari-jemari Manusia, dan karena malam ini tidak sedang padam, Maka Man Rusli dapat melihatnya dengan sangat jelas.

"Selongsong, peluru?,"

Man Rusli menarik kembali wajahnya. Ia berdiri dan mundur beberapa langkah. Kolam Udang selalu dirawat secara rutin, dan seringkali Man Rusli sendiri yang melakukannya. Jika memang ada Selongsong peluru sebanyak itu di dasar kolam, harusnya Ia sudah mengetahuinya dari dulu. Kecuali, benda-benda tersebut baru saja di buang ke dasar kolam?


BARISAN KERANDA MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang