CHAPTER 41 - KUDETA

18.5K 2K 125
                                    

MUFIN

Apapun tugas yang diberikan padanya, Mufin yakin tidak akan berakhir sesuai rencana. Ia hanya ingin hidup dengan tenang dan bahagia sembari mengumpulkan uang untuk menyusul keluarga di perantauan. Tapi tanggung jawab yang diberikan kepala desa, telah meletakkannya pada posisi yang berbahaya, dan mau tidak mau Mufin harus menyelesaikannya.

Ada saat dimana Mufin harus menjadi orang lain, salah satunya adalah ketika meninggalnya Mahfud. Bahkan sejak kecurigaan Pak Gamar baru seujung jari, Ia dan Mahfud sudah mengorek sekarung informasi. Tapi saat Mahfud dibunuh dengan sadis, Mufin harus bersikap seolah Ia tidak peduli. 

Mufin tidak lagi mengerti tujuan dari penyelidikannya ini. Jikalau memang gudang itu menyimpan sesuatu yang ilegal, lalu apa untungnya buat Pak Gamar? Si gagap itu sama sekali bukan tipe pembela kebenaran, tidak pernah tertarik pada hal yang membuang-buang waktunya. Berkali-kali tuduhannya tentang gudang tambak tidak terbukti, tapi Pak Gamar tidak juga mau berhenti. 

"Kalau dasar dari semua ini hanyalah iri, berarti sejak awal Saya ada di pihak yang salah." Gerutu Mufin.

Seringkali Mufin pulang lebih lambat dari yang lain, bahkan dari Man Rusli. Mufin pun terbiasa shalat maghrib di gubug jaga, dan baru pulang setelah adzan Isyak. Tidak ada yang mempermasalahkannya, justru semua lega karena Mufin mau mengisi kekosongan pada jeda waktu antara kepulangan penjaga siang dan kedatangan penjaga malam. Tapi yang sebenarnya, Mufin punya alasan berbeda.

Hari ini, tepat saat adzan maghrib berkumandang. Mufin memulai aksi melumpuhkan pertahanan tambak. Dengan bantuan tangga bambu dan beberapa peralatan bangunan, Mufin mulai memutus satu persatu kawat barikade yang membentang di atas pagar. Manis sekali sandiwaranya, Ia harus merusak apa yang selama ini diperbaikinya lalu berpura-pura kesal seolah ingin membunuh pelakunya.

Awalnya ini dilakukan hanya sekali dalam sebulan, kemudian menjadi sekali dalam dua minggu. Tapi setelah juru kunci dibunuh dengan sadis, entah kenapa Mufin diminta untuk melakukannya setiap hari.

"Gini-gini saja kerjaan Saya. Membuat celah, membersihkan penghalang agar tikus-tikus bisa leluasa masuk dan keluar," Lagi-lagi Mufin menggerutu.

Merasa sudah selesai, Ia pun turun dari tangga dan mengemas kembali peralatannya. Tidak lupa juga Mufin menghilangkan jejak dan apapun yang bisa membuat rekan-rekannya curiga. Mufin membawa tangga dan kotak kayu berisi tang peralatan lainnyat kembali ke tempat semula. Saat Ia membalikkan badan, Mufin terperanjat melihat seseorang sudah berdiri di belakangnya.

"Man Rusli?"

Seketika tangga yang digotong dan kotak kayu yang dibawa Mufin jatuh ke tanah. Itu terjadi bukan karena Mufin terkejut hingga lemas, tapi karena Man Rusli memukulnya tepat di wajah hingga Mufin pun terhuyung-huyung.

"Begini kerjaanmu? Begini caramu membalas kebaikan majikanmu?" Seru Man Rusli. Ia tidak lagi bertanya alasan dan tujuan Mufin, Man Rusli tidak peduli. Sudah berkali-kali Ia dan pekerja lainnya kebingungan gara-gara kawat tersebut, dan ternyata selama ini pelakunya ada di antara mereka sendiri.

Mufin memandangi Man Rusli dari tempatnya tersungkur. Duduk di tanah sembari mengaduh, memegangi pipinya yang ngilu. Man Rusli benar-benar marah, bahkan kumis tebal itu tidak mampu menyembunyikan garang wajahnya.


MAN RUSLI

"Kesurupan setan apa Kamu?" Bentak Man Rusli, setelah menyeret Mufin dan mengikatnya di salah satu tiang lampu, di samping kolam paling barat.

Mufin punya banyak jawaban, tapi tidak pilihan. Ia tetap harus merahasiakan maksud dan tujuan dari tindakannya barusan, dan bagi Mufin Man Rusli bukanlah pengecualian.

BARISAN KERANDA MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang