CHAPTER 31 - TERIAKAN TERAKHIR

19.1K 2.1K 93
                                    

AZWAR

"Pak Guru, Kami mau pulang." Ujar seorang Siswi. "Iya Pak Guru, Kami takut." Siswi lainnya membenarkan. Rengekan anak-anak didiknya membuat Azwar semakin pusing.

Sejak jamaah ricuh karena banyak yang kesurupan, Azwar dengan sigap mengumpulkan murid-muridnya yang masih kecil, lalu menggiringnya ke pinggir lapangan. Sebagian besar dari mereka datang sendiri tanpa orang tua, dan sebagai guru sudah jadi tanggung jawab Azwar melindungi Muridnya.

"Baiklah. Kita akan pulang, tapi kalian janji harus tetap bersama. tidak ada yang lepas dari pantauan bapak, setuju?" Ujar Azwar. Para Murid yang berjumlah lima orang termasuk Emping, serempak menjawab, "Setujuuu."

Azwar merangkul mereka agar tetap berdekatan sembari mencari celah teraman untuk sampai di tujuan. Sekilas mereka yang kesurupan tidak tampak seperti ancaman, justru orang-orang itu adalah korban yang butuh pertolongan. Sayang sekali penyelamatan tidak efektif karena korban masih sering melempar batu secara tiba-tiba.

"Kasihan Pak Guru, pasti pipinya sakit kena batu," Ucap Emping yang iba karena melihat pipi Gurunya lebam. Azwar hanya tersenyum untuk meyakinkan muridnya bahwa Ia tidak apa-apa. Tentu saja mereka tidak boleh tahu alasan sebenarnya dibalik lebam tersebut .

Azwar menggiring anak-anak pergi dari lapangan kasti. Ia datang sendiri mengendarai sepeda, jadi mustahil membawa mereka pulang bersamanya. "Dengar, sampai di jalan nanti Bapak akan panggilkan becak. Kalian pulang naik becak, Bapak akan mengikuti dari belakang." Tegas Azwar.

Akhirnya mereka sampai di pinggir jalan. Semua lancar tanpa ada satupun gangguan. Keributan di lapangan kasti menarik perhatian becak dan delman yang kebetulan lewat, Azwar jadi tidak perlu repot mencari kendaraan.

"Cak, tolong antarkan anak-anak ini pulang ya." Pinta Azwar seraya memberikan uang. "Rumahnya dimana kang?" Tanya tukang becak. "Antarkan saja sampai Mushallah kang. Rumah mereka berdekatan, jadi bisa pulang bersama dari sana." Tutur Azwar.

Tukang becak tersebut mengajak seorang rekannya, karena satu becak tidak cukup membawa lima orang anak sekaligus. "Oh ya kang, kalau boleh tahu ini ada keributan apa ya?" Tanya tukang becak sambil mengatur tempat duduk anak-anak agar tidak berdesakan. "Pengajian biasa Cak. Hanya saja ada beberapa yang kesurupan, makanya jadi berantakan." Tutur Azwar singkat, Ia malas menjelaskan panjang lebar.

Tepat saat tukang becak mulai mengayuh, seseorang berteriak memanggilnya, membuat becak tersebut menunda keberangkatannya. "Tunggu Pak, tolong bawa Anak Saya juga." Seru Pak Imam yang datang tergesa-gesa seraya menggendong Ulfa. "Masih muat kan Pak?" Tanya Pak Imam lagi. "Oh masih Pak, itu di sebelah masih kosong." Ujar tukang becak seraya menunjuk rekannya yang hanya membawa dua orang anak.

"Biar ongkosnya Saya yang bayar Pak," Kata Pak Imam pada Azwar. Juragan tambak itu memberikan uang pada abang becak, dan abang becak itu mengembalikan uang Azwar yang nominalnya lebih kecil.

"Pak Imam tidak usah khawatir, Saya akan ikut anak-anak dari belakang." Ujar Azwar. "Terima kasih banyak Pak Guru. Terima kasih juga sudah menjaga Ulfa selama di sekolah." Ucap Pak Imam penuh rasa syukur.

Becak itu pun berlalu pergi diiringi teriakan anak-anak yang sekedar mengucapkan "Dadaaaah," Sambil melambaikan tangan. "Bapak jangan pulang malam!" Seru Ulfa pada Bapaknya. Pak Imam hanya mengangguk kecil dan membalas lambaian tangan Ulfa kemudian pergi. Ia tergesa-gesa kembali ke lapangan untuk membantu warga mengefakuasi korban kesurupan.


PAK IMAM

Saat Pak Imam kembali berbaur dengan keramaian, keadaan sudah mulai sedikit terkendali. Tiga orang Polisi memandu langsung para warga dalam menangani jamaah yang kesurupan. Saat ini para korban sudah berbaring di atas terpal yang berjejer di pinggir lapangan, semua itu berkat arahan aparat polisi. Walaupun korban belum siuman, tapi mereka berhasil dipisahkan dari jamaah lainnya dan amukannya berhasil diredam.

BARISAN KERANDA MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang