Bagian Dua

57.4K 4.7K 70
                                    

BAGIAN DUA, IBLIS MUDA BERKEDOK MALAIKAT RUPAWAN

*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*

Rupanya, Delzaka salah memilih pengasuh. Emelly bekerja dibagian pencucian. Dia benci sibuk dan bukan orang yang sabar. Suka mengeluh adalah nama tengahnya. Beberapa pelayan tahu itu, tapi mereka memilih diam lantaran Margrave sendiri yang telah menunjuknya sebagai pengasuh.

"Kau bisa mandi sendiri, 'kan?" tanya Emelly, melempar handuk ke Lala saat tidak ada orang lain di sekitar mereka.

"Lala bica, kok."

"Baguslah kalau begitu. Aku sudah memiliki segudang pekerjaan sebelum kau datang. Dan sekarang, gara-gara kau tugasku jadi tambah banyak."

"Eung, cemangat!"

Reaksi lugu Labelina justru membuat Emelly tambah kesal. Bocah itu seperti sedang mengejeknya.

"Kau," Emelly mencekal dua pipi Labelina sambil melotot tajam, "jangan pikir kau istimewa hanya karena Margrave membawamu kemari, ya. Beliau hanya kasihan pada anak jelek sepertimu. Kalau ingin dapat jatah makan, kau harus berusaha sendiri. Mengerti?"

Mungkin, karena lapisan pipinya tebal, Labelina jadi tidak merasa sakit saat Emelly menekannya. "Eung! Lala bica cendili, kok."

Emelly mendecak lidah, menutup tirai mandi dengan kasar. Tujuannya membuat Lala ketakutan gagal total. Anak itu terlalu polos sampai-sampai tidak sadar bahwa dia sedang ditindas.

Tinggallah Labelina sendirian. Ia segera melepas baju sebelum masuk ke ember kecil berisi air dingin. Badannya langsung merinding.

"Tak apa-apa, ini cuma ail. Lala tak takut ail," gumamnya menguatkan diri.

Awalnya, Labelina menolak mandi. Dia lebih suka kotor seperti tarzan. Akan tetapi, Yeti bilang dia harus mandi jika ingin tinggal di kastil. Kakek Vincent berkata kastil menyimpan banyak sekali makanan. Mau tidak mau Lala pun mengiyakan.

Saat asyik bermain gelembung, perhatian Lala jatuh pada bebek karet yang tergeletak di atas rak. Mata bulatnya langsung berbinar-binar.

Apa bebek itu punya Emelly?

Lala ingin bermain dengan bebek lucu itu. Tetapi kalau dia mengambilnya, itu namanya mencuri, bukan?

"Tak boleh menculi." Labelina menggeleng dan tak mau melihat ke arah bebek lagi.

Mari bernyanyi saja. "Lima bebek kecil belenang suatu hali ..., Di atas butit dan jauh sekali..., Bubu bebek belkata, wek wek wek ...,"

Labelina keluar dari bak dalam satu putaran lagu. Dia bersusah payah memakai baju kodok laki-laki yang telah Emelly siapkan. Katanya, itu adalah baju bekas milik cucunya Kakek Vincent.

Nyaman dan ukurannya sangat pas. Bagian celananya mengembang seperti labu. "Lala cuka ini!"

Tanpa menyisir rambut, Labelina berlarian keluar lagi. Gedung tempat tinggal para pelayan tidak serumit bagian dalam kastil, sehingga Lala tak kesulitan menghafal seluk beluknya. Dia kemudian berguling-guling di tanah karena tak mau kelihatan bersih.

Setelah puas mengotori diri, Labelina pun terlentang seperti bintang menghadap awan. Burung kecil yang entah datang dari mana bertengger di atas perutnya dengan nyaman seolah itu adalah sarang.

Walaupun tidak begitu indah, tempat ini sangat luas. Kastil Aslett terdiri atas bangunan-bangunan besar serta menara-menara tinggi bak pencakar langit yang lebih kokoh dari istana. Lala mungkin akan tersesat bila masuk ke sana.

Menit-menit sunyi berakhir ketika burung kecil di atas Labelina tiba-tiba kabur seperti menyelamatkan diri dari hewan predator. Saat itulah seorang remaja laki-laki mengintip dari atas kepalanya.

Malaikat? Lala spontan membatin demikian. Dia sama sekali tidak bergerak sampai Danzelion bersuara.

"Halo."

"Manucia?"

Danzel menunjukkan pedang yang sebelumnya dia panggul di atas bahu. "Aku ksatria magang."

Labelina terhenyak duduk bersila menghadap Danzel. "Kecatila?"

"Keca-, apa? Ya. Pokoknya itulah," sahutnya asal, menyusul duduk.

Bisa dibilang, ketampanan Denzelion melebihi batas rata-rata. Karena itulah Labelina sampai tertegun.

Wajah maskulin anak muda itu terbingkai rambut hitam yang agak panjang dibagian tengkuk. Kulitnya bersih, membuat dua titik tahi lalat di atas alis mencolok seperti tindik. Sementara gigi rapinya menonjolkan dua sisi taring yang menambah daya tarik. 

"Masih muda kenapa beluban?" tanya Lala blak-blakan. Beberapa helai rambut Danzel memang memutih. Bibir mungilnya tak tahan untuk mengajukan pertanyaan.

Danzel tersenyum lebar. Alih-alih menjawab, dia berkilah dengan topik lain. "Siapa namamu?"

"Lala."

"Lala?"

"Eung."

"Namamu seperti perempuan." Dilihat dari rambut pendek dan bajunya sekarang, "Kau laki-laki, 'kan?"

Si pemilik jenis kelamin yang sedang dipertanyakan itu malah ikut kebingungan. Padahal dulu ibunya bilang dia anak perempuan. Mana yang benar?

"Belalti, Lala laki-laki, ya?"

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang