Bagian Satu (3)

65.7K 5K 20
                                    

"Pastikan dia tidak menghambat perjalanan kita!" peringat Delzaka mulai menjalankan kuda.

Vincent tersenyum. Tuannya mungkin memang menyimpan kebencian pada Nona Hara, tetapi tidak bisa dipungkiri segala sesuatu yang membuat ia teringat akan gadis itu selalu menjadi kelemahannya.

Secara resmi, anggota mereka pun bertambah satu. Joviette sudah lebih dulu memonopoli Labelina dari rekan-rekannya yang penasaran ingin menyentuh balita lucu itu.

Selama diperjalanan, Labelina banyak mengoceh sampai Delzaka menjaga jarak dari Joviette. Sekali lagi, dia meyakinkan diri bahwa Hara adalah aib keluarga Theorka. Jangan menaruh minat pada sesuatu yang mirip dengannya.

Ketika kelompok mereka mulai memasuki pemukiman warga, Vincent dan para ksatria melanjutkan perjalanan sembari bertanya pada orang-orang yang berlalu lalang apakah mereka mengenal Lala atau adakah seseorang yang kehilangan anak laki-laki.

Ya, diantara segelintir pria dewasa itu, tidak ada yang menyadari gender biologis Labelina. Rambut pendek, penampilan berantakan, serta kaos usang yang tidak dapat diidentifikasi warnanya karena saking kotornya bocah itu membuat mereka berasumsi bahwa Lala bukan bagian dari kaum hawa.

"Aneh sekali, sepertinya tidak ada yang kehilangan anak di desa ini," ujar salah satu ksatria selepas berkeliling dari rumah ke rumah.

"Di desa terdekat juga tidak ada."

"Mungkinkah ..., dia memang dibuang oleh orangtuanya?"

Gara-gara dugaan salah satu ksatria, semua orang menatap prihatin Labelina yang terlelap nyaman di gendongan Vincent.

Sedangkan Delzaka tak mau ikut campur. Sedari tadi ia hanya duduk di bar, menunggu hujan reda sambil memberi kesempatan para ksatrianya mencari orangtua Lala.

Tentu pemilik dan pelanggan lain resah dengan sosok Delzaka. Mereka kagum sekaligus heran, bagaimana bisa sang pahlawan besar yang hebat itu mendatangi bar sederhana?

Aura gahar dan karisma Delzaka terlalu dahsyat sampai tak ada seorang pun berani mendekat. Mereka hanya bisa menyaksikan dari jauh sembari menggigit jari saking inginnya bersalaman dan meminta tanda tangan.

"Hujan sudah berhenti. Ayo lanjutkan perjalanan."

Tatapan memohon Vincent menahan Delzaka. "Margrave ...,"

"Tidak," lugas Delzaka cepat, "aku tidak akan membawa siapapun yang tidak jelas identitasnya ke kastilku."

"Tapi, Margrave-,"

"Tidak ada tapi-tapian! Darimana kalian yakin bocah itu diterlantarkan?! Kalian sudah bertemu walinya? Apa dia bilang untuk membuang bocah itu saja?"

Vincent dan seluruh bawahan terbungkam. Memang benar itu hanya dugaan. Jika ternyata si orangtua sedang mencarinya disaat Lala sudah dibawa ke kastil yang tidak semua orang bisa masuk ke sana, maka mereka akan semakin sulit bertemu satu sama lain.

"Tinggalkan saja dia di panti asuhan desa ini," final Delzaka, bangkit meninggalkan bar.

Gagal membujuk, Vincent menelan pahit-pahit rasa kecewanya. Mau bagaimana lagi? Harapannya agar Margrave sedikit melunakkan hati agaknya terlalu tinggi.

"Kalian sudah cukup hafal seluk beluk tempat ini, 'kan? Tunjukkan padaku panti asuhan terdekat." Saat Vincent memberi perintah demikian, para ksatria pun sedih pula.

Tak berselang lama, saat sudah menunggangi kuda, Labelina menunjukkan tanda-tanda akan segera bangun. Dia mengucek mata beberapa kali sebelum membukanya.

"Celamat pagi, Akek Icen," sapa Lala menaruh pipi di bahu Vincent karena masih mengantuk.

"Ini sudah sore, Nak." Sungguh, betapa malangnya nasib balita lucu ini. Tidak bolehkah aku membawanya pulang ke kastil suram itu?

"Itu lumah jahat."

"Hmm?"

"Itu," Labelina tiba-tiba menunjuk ke sebuah rumah yang terapit di tengah-tengah, "itu lumah jahat."

"Apa maksudnya itu rumahnya Lala?"

Labelina menggeleng. "Butan."

Mendapat petunjuk kecil dari si kecil sendiri, Vincent segera memanggil tuannya. "Margrave ...,"

"Aku tahu. Pulangkan dia sekarang." Mungkin, rumah kecil itu itu adalah tempat tinggalnya.

"Nah, Lala bisa bertemu keluarga-," kalimat Vincent terhenti ketika Labelina mendadak memeluknya erat.

"Lala tak mau ke cana."

"Lala harus pulang, Nak. Lepaskan Kakek, ya?" bujuk Vincent, gagal total. Labelina semakin menempel padanya seperti koala. Samar-samar, Vincent sendiri menyadari badan Lala gemetar. Kenapa dia sangat ketakutan hanya gara-gara akan dipulangkan ke sana?

"Hei, Buntal. Lepaskan Vincent. Kau harus kembali sekarang!"

"Tak! Lala tak mau ke cana! Itu lumah jahat!" jerit Labelina tetap tidak mau lepas dari leher Vincent.

Apa-apaan dengan penolakan berlebihan itu? Apa dia korban penganiayaan makanya takut kembali?

Sebenci-bencinya Delzaka pada mata biru Lala, dia masih memiliki hati nurani. Pria itu tak mungkin menutup mata ketika di wilayahnya ada orang dewasa yang tega menindas anak muda.

"Joviette, selidiki orang yang tinggal di rumah itu."

"Baik, Margrave."

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang