Bagian Tiga Belas

25.5K 2.9K 25
                                    

BAGIAN TIGA BELAS, DETIK-DETIK MENEGANGKAN

*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*

Mereka berhenti di depan sebuah rumah kecil yang terapit diantara bangunan tinggi. Palang kayu bertuliskan 'panti asuhan' membentang di atas pintu masuknya, tampak tua dan sederhana.

"Lala, dengarkan Ibu," pinta seorang wanita kepada putri kecilnya sembari bersimpuh mensejajarkan wajah mereka.

Suara gemetar itu coba ia tutupi dengan sebuah senyum palsu, berharap si kecil yang ia pegang erat bahunya tak ikut ketakutan.

"Ada sesuatu yang harus Ibu lakukan," katanya. Beberapa kali manik biru itu melirik was-was ke arah lain.

Tolong jangan muncul sekarang ..., jangan sekarang ...,

Harazelle tahu, cepat lambat dirinya akan tertangkap. Para pemburu itu terlalu profesional dibanding mangsa mereka yang cuma seorang ibu dan satu balita.

Setidaknya, hanya ini yang bisa dia lakukan. Hara memasukkan kalung ke dalam tas teddy Lala dengan gerakan tergesa.

"Lala tunggu di sini, ya? Makan yang banyak, jangan nakal, jangan pegang hewan-hewan aneh, kalau mimpi buruk boboklah dengan teman."

Biarpun belum genap berusia empat tahun, Labelina tahu sang ibu bertindak tak seperti biasa. "Enapa?"

Kenapa Ibu suruh dia makan banyak ketika mereka sedang tidak makan? Kenapa dia tidak boleh nakal padahal jadi anak baik itu membosankan?

Kenapa dia harus menjauh dari hewan-hewan yang merupakan teman baiknya? Dan kenapa dia harus tidur dengan orang lain jika ada ibu bersamanya?

Memangnya Bubu mau kemana?

Hara tersenyum kecil. Mata berairnya ia rotasikan sebelum embun itu menetes keluar. Tidak bisa begini. Mereka akan menyusul sebentar lagi. Dia harus cepat pergi.

Untuk terakhir kali, diciuminya wajah empuk balita chubby itu sebelum memakai tudung jubah kembali. "Pokoknya, Lala harus jadi anak baik. Mengerti?"

Lantas, Harazelle melepas paksa genggaman tangan Lala pada jubahnya dengan isak tangis yang tak mampu dia bendung lagi.

"Lala, Bayiku. Tolong jangan ..., jangan rindukan Ibu, ya, Sayang. Ibu mencintaimu."

Berusaha keras untuk tak menengok ke belakang, Hara berlari meninggalkan Labelina meski bayinya yang berharga itu susah payah mengejar dan berakhir jatuh terjerembab.

"Bubu ..., Bubu ..., Lala ikut! Lala mau ikut! Janan tinggal Lala ...,"

Mendengar suara memohonnya, dada Hara teriris ngilu. Sakit sekali. Ada suatu tekanan kuat sampai ia merasa sulit bernafas. Jalan yang dilaluinya pun seperti penuh dengan lumpur penghisap.

Anakku. Anakku yang malang. Tolong jangan kejar Ibumu yang jahat ini, Sayang. Maaf ..., maafkan Ibu ...,

Andai Lala melambaikan tangan dengan ceria, mungkinkah perpisahan mereka tidak akan terasa semenyakitkan ini?

Anak itu, anak itu adalah anak yang dia kandung lebih dari sembilan bulan. Dia lahir dari rahimnya. Bagai keajaiban kecil yang menggenggam jarinya erat begitu muncul di dunia. 

Tentu saja mau pergi dengan cara sedih atau bahagia, hati Hara tetap tidak baik-baik saja.

Labelina merupakan alasan terkuat Hara dapat bertahan hingga kini. Si putri polos itu adalah haluan hidupnya.

Dari hanya bisa menangis sampai pintar bicara seperti sekarang, Hara telah menyaksikan pahit manisnya merawat Lala yang tumbuh dengan menakjubkan. Dialah lantera mungil yang menuntunnya diantara ruang kegelapan.

Jangan menoleh, jangan menoleh. Sekali melihat ke belakang, Hara tak yakin apa dia mampu mempertahankan tekadnya untuk menjauhi Lala.

Langkah itu semakin ringan, cepat dan tak terjangkau. Air mata yang sempat membasahi pipinya mulai mengering seiring berdebarnya keteguhan hati sang Ibu.

Semua kenangan indah yang ia lalui bersama putrinya bersahutan bagai kembang api. Melenyap menjadi salam perpisahan.

Sekelompok 'pemburu' mengepung Hara di gang sepi selang beberapa menit perempuan itu berlari, menghalangi aksesnya sehingga ia tak dapat berkelit atau melarikan diri.

Hara sadar betul, berteriak meminta pertolongan pun percuma. Mereka memiliki 1001 cara untuk membungkamnya sebelum orang-orang datang.

Tidak apa-apa. Memang seperti ini rencananya sejak awal. Menjadi umpan supaya Lala tidak terlibat dalam bahaya.

Dalam sekejap, perasaan gentar Hara menguap. Ada seseorang yang harus ia lindungi sekarang. Jangan lemah atau dia akan kalah.

Sorot mata itu membara ketika Hara berbicara dengan lantang dan penuh keberanian. "Aku menyerah. Terserah mau membawaku kemana. Tapi kalian tahu, 'kan, ada konsekuensi jika aku terluka sebelum upacara itu diadakan? Jadi mohon bantuannya, mulai dari sekarang."

Demi Labelina, Harazelle siap mempertaruhkan nyawa.

*****

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang