Bagian Dua Belas (2)

26K 2.7K 6
                                    

"Saya tidak pernah sekalipun melakukan transaksi yang berhubungan dengan obat terlarang. Dan saya sudah menyiapkan buktinya."

Itukah bagian yang ku lewatkan? simpul Gestan, masih berpikir. "Aku belum dengar tentang buktimu," tagihnya.

"Bolehkan saya menghabiskan makanan saya dulu, Duke?" Dengan lancang Miguelis meminta orang dengan derajat lebih tinggi darinya itu menunggu.

Duke tidak menyahut atau mengangguk. Hanya tersenyum miring. Tapi Miguelis mengartikannya sebagai tanda setuju.

Sepuluh menit berlalu. Miguelis duduk lemas usai puas memenuhi ruang kosong di perutnya. Selesai bersendawa dia menyodok sisa makanan yang terselip di gigi.

"Bagaimana, Duke? Akhir-akhir ini tidak ada keanehan yang terjadi di kastil, bukan?" Miguelis lanjut bicara.

"Tidak."

"Lalu, adakah yang sakit sampai nyawanya terancam?"

"Tidak."

"Haha, apa saya bilang. Ramuan versat benar-benar tidak berbahaya. Bahkan jika orang itu sehat, dia akan merasa tubuhnya lebih ringan setelah meminumnya."

Mulai dari sini, alis Duke mengerut samar. "Apa maksudmu?"

"Saya dengar beberapa hari ini koki Anda sering membuat dessert."

"Ya." Karena Lala menyukainya.

"Nah, saya menitipkan madu kualitas terbaik pada pelayan Anda untuk bahan dessert itu."

Belum selesai mendengar penjelasan Miguelis, pikiran Duke langsung terhubung pada panekuk yang disantap Lala tempo hari.

"Enyak," katanya waktu itu.

"Saya pikir itu ide bagus mencampurkan versat ke dalamnya." Manis kentalnya madu akan mengecoh rasa asing dari ramuan versat. Dan eksperimen madu itu akan menjadi bukti besar ketika orang-orang yang tidak sadar mengkonsumsinya nyatanya baik-baik saja.

Duke diam termangu selama beberapa saat. Dia terlalu kaget saking bodohnya Miguelis.

"Kau gila," desisnya tajam.

"Maaf? Anda bilang apa?"

Sipir yang sama masuk kembali, segera setelah Duke memberi signal. Kali ini yang dibawanya bukan sesuatu yang bisa membuat Miguelis meneteskan saliva.

"D-duke, u-untuk apa itu semua?!" paniknya, melotot ke arah benda-benda familiar yang biasa digunakan sebagai alat penyiksa.

Duke lekas menekuk lengan kemeja sekaligus menyarungkan tangan demi berlindung dari cipratan darah yang sebentar lagi akan terjadi.

Jangan khawatir, dia sudah mendapat ijin dari sang Raja untuk memberantas hama yang tidak berguna.

"Yang Mulia bilang aku boleh memajang kepalamu di tengah pasar," ujar Duke, menutup 'jumpa' mereka hari itu.

Sejak awal, Duke sengaja bersikap lunak agar Miguelis mengaku dengan sendirinya apa saja yang telah dia lakukan. Karena selain bebal, dia adalah makhluk narsis yang mudah diperdaya ketika harga dirinya ditinggikan.

*****

Malam yang panjang bagi Miguelis telah berakhir. Penyiksaan sadis tersebut diakhiri dengan penggalan kepalanya yang ditunjukkan di tengah alun-alun kota.

Biar semua orang melihat, bahwa pengkhianat akan selalu bernasib tragis. 

Begitu mentari mulai mengintip di ufuk timur, Joviette bergegas mendatangi Ophelia Woods sesuai perintah Duke. Ia siap membujuk dengan cara apapun. Wanita itu harus bersedia ikut dengannya menuju kastil.

Duke kira akan sulit membawa Ophelia. Rupanya, kekhawatiran itu tidak berguna. Ophelia bersedia mengikuti Joviette tanpa perlawanan. Bahkan ia langsung setuju dalam sekali bujukan.

"Salam kepada Tuan Duke. Saya Ophelia Woods, peneliti amatir dari St.West," sapa Ophelia begitu menghadap Gestan.

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang