Bagian Delapan

29.9K 2.9K 19
                                    

BAGIAN DELAPAN, KETIKA BOCAH KEMATIAN MERAJUK

*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*

Lala terus menunggu Joviette dan Natelia di taman tiap ada kesempatan. Sambil menahan bosan, dia duduk anteng bersama tas teddy-nya.

Tapi untuk hari ini, ketika dia mendapati tanaman liar mekar memenuhi taman, perasaan buruknya berhasil teralihkan.

Bocah kecil itu asyik memetik bunga satu per satu ditemani beberapa burung kecil yang hinggap di pundak dan kepalanya.

Ini mengingatkan ia saat bermain bersama sang ibunda. Biasanya, wanita itu akan membuatkan mahkota dari bunga-bunga liar dan menyematkan di kepalanya bagaikan seorang putri.  

Mari coba tanya Natelia, apakah dia juga bisa membuatnya?

"Nana. Nana bica-," ketika menengok, Lala melihat di belakangnya hanya ada Sona.

Wajah antusias Labelina seketika memudar. Gara-gara itu dia jadi tidak minat bermain bunga lagi.

Jika ditanya siapa yang paling disukai Lala, maka Jov dan Nana-lah jawabannya. Mereka membiarkan dia berlarian bebas. Tidak banyak melarang, mengekang, atau memarahi.

Berbeda dengan pengasuh yang terus mengikutinya ini. Sona baik, tapi dia kaku sekali.

Saat waktu istirahat, Sona akan membawa Lala ke dalam kamar. Kue manis dan permen adalah pantangan. Sona juga melarangnya bermain tanah sehabis mandi.

Pokoknya, menurut Lala Sona tidak mengasyikkan sama sekali.

"Cona?"

"Ya, ada yang bisa saya bantu?"

"Kapan meleka pulang?" tanya bocah empat tahun itu menunduk murung.

"Siapa?"

"Nana dan Paman."

"Mereka ..., sudah dipecat."

"Pacat itu apa, sih?" Beberapa hari lalu Duke juga berkata demikian. Kenapa tidak ada yang mau menjelaskan padanya apa itu 'pacat'?

"Yang benar 'pe-cat'," koreksi Sona sebelum memberanikan diri menjawab jujur, "artinya mereka tidak boleh bekerja di sini lagi."

"Tapi Paman bilang, Paman akan jemput Lala."

"Hanya jika Margrave mengijinkan. Jika tidak, maka Anda harus tetap di sini." Tentu sampai orang tuanya ditemukan.

Beberapa hari ini Labelina terus menunggu Joviette dan Natelia tanpa mengetahui kebenarannya.

Sebagai pengasuh sekaligus orang dewasa, Sona merasa harus meluruskan kesalahpahaman anak polos itu agar dia berhenti mengharapkan kedatangan seseorang yang tidak akan muncul meskipun dia tunggu selama seribu tahun.

"Jadi, Paman dan Nana tak ke cini lagi?" tanya Lala mulai paham.

"Benar. Mereka dipecat oleh Tuan Duke karena telah membuat kesalahan."

"Tapi Nana dan Paman, 'kan, anak baik!"

"Orang baik dan berbuat salah adalah dua hal berbeda. Meskipun baik, jika membuat kesalahan, dia harus dihukum. Pemecatan adalah salah satu bentuk hukumannya."

Tak dapat menerima kenyataan, Lala menghentak-hentakkan kakinya kesal. Bibir kecil itu mengerucut penuh emosi. "Kenapa halus pecat?! Bubu cubit pipi Lala caat Lala nakal! Halusnya Paman dan Nana dicubit juga!"

Duke mencubit pipi bawahan sebagai hukuman? Itu hal terkonyol yang pernah Sona bayangkan.

Matahari sudah sangat terik. Sona mencoba mengalihkan kemarahan Lala dengan mengajaknya istirahat.

"Sudah waktunya tidur siang. Mari ke kamar."

"Tak mau! Lala bobok cini!" berontaknya langsung tengkurap.

Sesi tantrum Labelina pun dimulai saat itu juga.

*****

"Anak itu merajuk pada setiap orang yang mau mendekatinya, Duke. Tampaknya itu adalah bentuk protes dia pada Anda karena telah memecat Sir Jov dan Pelayan Nana. Untungnya dia tetap mau makan tepat waktu," lapor Dores tanpa Duke minta.

"Ku bilang hentikan laporanmu tentang dia jika tidak mau nasibmu ku buat seperti mereka." 

'Mereka' yang Duke maksud adalah Joviette dan Natelia.

"Baik, Duke. Maafkan saya."

Seminggu berlalu sejak insiden pemecatan tersebut. Semua pekerjaan Aslett terjalankan dengan lancar meskipun tanpa mereka berdua.

Wakil pemimpin ksatria telah menemukan pengganti bernama Toby. Sedangkan tugas pengasuhan Lala dilakukan oleh pelayan bernama Sona.

Danzelion masih menjalani hukuman menjadi tahanan kamar. Tidak ada yang tahu keadaannya karena hanya Ratvin yang melayaninya.

Sementara Duke, setelah Labelina dipindahkan kembali ke gedung pelayan, ia melewati hari tenangnya seperti sedia kala. Tanpa melihat jejak kaki kecil di lapangan, cicitan berisik, atau lemparan kulit kacang.

Hawa suram yang melingkupi kastil kian pekat meski tak kasat mata, seolah menunjukkan bahwa waktu untuk bersantai telah berakhir.

"Kirim surat balasan ini untuk Yang Mulia Raja," titah Duke meletakkan sebuah amplop bersegel Aslett.

Dores menerima tugasnya dalam hitungan detik. "Baik, Duke. Akan saya kirimkan segera." Ia pamit meninggalkan ruangan.

Gestan menyandarkan badannya ke belakang. Sial, melelahkan sekali. Gara-gara berkas rusak itu dia jadi harus memutar otak mencari cara lain untuk mengatasinya.

Sebetulnya, diantara tumpukan dokumen tersebut hanya satu lembar yang benar-benar dibutuhkan. Itu adalah arsip kuno yang bisa menjadi bahan pertimbangan Raja agar mau menandatangai perjanjian yang dia diajukan.

Karena arsip tersebut telah rusak, Gestan tidak memiliki senjata lagi. Dia butuh sesuatu yang setara dengan nilai arsip kuno. Sesuatu seperti dukungan atau bantuan besar. Tapi, apa itu?

Sehelai daun maple tiba-tiba terbawa angin dari jendela. Dia jatuh tepat di atas kertas dimana netra berwarna mendung itu bermuara.

"Kakak,"

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang