Bagian Sepuluh (4)

31.7K 2.9K 71
                                    

"Sir pilih siapa?! AKU ATAU SONA?!" tanya Nana berapi-api.

Kenapa kesannya aku harus memilih satu diantara mereka? Bukankah mereka tadi memintaku ikut memilih-, "Oh, maksud Pengasuh Natelia tentang baju Lala?" ringis Joviette malu sendiri. "Tapi aku belum bisa menentukan karena katalognya salah."

"Salah? Itu benar, kok. Kami berdua melihatnya dari situ."

Eh? Ada masalah apa dua wanita ini? Masa memilihkan baju perempuan untuk anak laki-laki?

Apa memang sedang tren-nya seperti itu? Wajar saja, kadang selera bangsawan lebih aneh dari orang gila.

"Sebagai pria, aku lebih setuju jika Lala dipakaikan baju yang sesuai." Joviette mengutarakan pendapatnya dengan amat percaya diri.

Sona dan Natelia saling melempar lirikan. Jadi, apa kesimpulannya?

"Maksud Sir Joviette kostum bayi hewan atau gaun elegan?"

"Tentu saja jas, kemeja, doublet, rompi, atau sejenisnya. Dimana katalog baju untuk anak laki-laki?"

*****

Lala mengucek mata beberapa kali. Seorang wanita yang baru saja keluar dari butik membuat kesadaran bocah kecil itu sepenuhnya kembali.

Eh, dia, 'kan...

Labelina ingin memanggil Nana tapi mereka bertiga sedang fokus berdebat. Para karyawan pun tampak sibuk dengan tugas mereka masing-masing.

Mencoba berinisiatif sendiri, Lala menggendong tas teddy-nya yang telah diisi kotak harta karun dan pergi meninggalkan butik.

Tidak lama, kok. Dia hanya akan mengikuti wanita itu sebentar lalu kembali ke toko baju lagi.

Begitu keluar, Lala terseret arus keramaian orang-orang yang berlalu lalang di sekitar kota. Beruntung dia masih bisa mengikuti wanita itu, wanita berambut ikal dengan tahi lalat di bawah hidungnya.

"Bibi! Bibi!" Lala terus memanggil, namun cicitan kecilnya tak mampu menggapai.

Cepat. Dia sangat cepat. Mau berlari sekencang apapun, jaraknya dengan wanita itu malah kian lebar.

Mengapa, ya, orang dewasa sangat sulit dikejar? Bahkan Bubunya juga begitu.

Ketika wanita itu berbelok masuk ke dalam gang gelap, Lala kehilangan jejaknya.

"Ini, mana?" Menyadari langkahnya sudah terlalu jauh, Lala tidak ingat lagi jalan untuk kembali.

"Paman Juliet? Nana?" cicit Lala, menoleh kanan kiri tapi tidak ada seorang pun yang ia kenali.

Matahari mulai tertutup awan ketika dia berjongkok kelelahan. Apa ini artinya ia tidak bisa tidur di kasur empuk lagi?

Padahal dulu sering sendiri, tapi kenapa sekarang rasanya sedih, ya? Haruskah ia menangis? Kata Bubu kita boleh, kok, menangis sekali.

Kala rintik hujan mulai berjatuhan, balita kehilangan arah itu mengusap-usap mata dan hidungnya yang memerah.

Barangkali, orang mengira Lala tidak pernah merengek seperti anak-anak lain. Tidak, itu salah! Dia pun hanya seorang bocah mungil dengan hati kesepian.

Yang diam-diam merasa iri ketika melihat anak seumurannya bergandengan tangan dengan ibu mereka. 

"Bubu." Dia peluk lututnya untuk menenangkan diri.

"Hei, Nak. Ini mau hujan. Kau menunggu siapa di sini sendirian?" tanya seorang lelaki yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Lala.

"Lala tak tunggu ciapa-ciapa. Lala telcecat."

"Astaga, malangnya dirimu, Nak," ucap orang itu dengan ekspresi penuh simpati, "Sebenarnya, aku tahu dimana ibumu berada. Aku bisa mengantarmu ke sana."

Ketika sang lelaki mencurigakan mengulurkan tangan, Lala memandanginya sejenak.

"Bohong. Paman anak cetan."

"A-apa?"

"Anak cetan." Bukannya takut, malah diulangi.

Pria itu tampak frustasi. Dia mengedarkan pandangan memastikan tidak ada siapapun yang mengenali Lala sebelum mengangkatnya secara paksa.

"Lala tak mau! Lala tak mau! Tulunkan Lala! Ketek Paman bau!"

Jika anak lain menangis ketakutan karena digendong orang asing, maka Lala memberontak karena aroma ketiak si penculik.

Dia gigit, cakar, jambak lelaki itu, tapi semua tak mempan. "Kalau kau masih mau hidup, diamlah!" ancamnya tanpa terdengar orang-orang.

"Tapi Paman bau," keluh Lala sambil menutup hidung.

Dasar bocah kurang ajar. "Kau mau ini?" Si penculik menyodorkan permen.

"Mau."

"Tapi harus diam."

"Eung." Lala benar-benar anteng setelah diberikan permen.

Karena pada dasarnya, dia tidak takut pada orang asing. Makanya mau-mau saja saat dibawa kemana-mana. Apalagi dipancing dengan makanan.

To be continue...

*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*

Waduh, si bocil diculik! Terus gimana, dong?😱

Yok, mampir di KK. Part 11 dan 12 sudah ada di sana.

See you🤗

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang