Bagian Tujuh Belas

18.9K 2.3K 67
                                    

BAGIAN TUJUH BELAS, AWAL DIMULAINYA SEBUAH KESEPAKATAN

*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*

Hentakan kaki kuda yang bertumbuk dengan pasir abu dari segerombol pasukan misterius mengundang kewaspadaan petugas penjaga gerbang Henvitas.

Sang pembawa teropong dengan cekatan mengirim sinyal pada dua rekan yang berjaga di bawah. Rasa kantuk pun menguap seketika. Mereka bergegas memasang kuda-kuda dengan tombak menutup akses gerbang.

Di balik tudung jubah hitam, Duke dapat menyimpulkan seperti apa kehidupan di sana dalam sekali tangkap.

Seperti kata Margrave, peradaban mereka jauh dari kata maju. Dari temboknya saja sudah terlihat.

Guna mencegah adanya penyusup, ketimbang menggunakan untaian logam berduri, Henvitas masih menggunakan model lama.

Batang kayu dengan ujung lancip menghadap atas disusun berjajar mengelilingi wilayah. Satu-satunya keuntungan benteng seperti itu lebih cepat dibuat mengingat mereka tidak perlu membangun beton.

Hanya saja, kayu sangat rapuh. Lawannya adalah cuaca ekstrim dan rayap. Ketimbang permanen, dinding kayu lebih cocok digunakan sementara. Misal untuk melindungi barak tenda dimasa perang.

Padahal tanah milik sendiri saja tandus. Henvitas pasti mencuri ke daerah lain untuk mendapatkan pohon.

"Siapa kalian?!" gertak salah satu penjaga begitu Duke dan anak buahnya berhenti tepat di depan gerbang.

Joviette turun dari kuda, menanggalkan tudung sebelum mengangkat dua tangan ke atas guna menurunkan kewaspadaan mereka.

"Kami dari Baltenas, datang kemari bukan berniat buruk," sahut Joviette, menjelaskan dengan tenang. "Di sekitar sini tidak ada penginapan, tolong beri kami tumpangan semalam."

Dua penjaga itu saling berpandangan. Raut segan mereka terhubung satu sama lain. Seakan yakin satu pikiran, tanpa berdiskusi mereka mengangguk dan membuat garis pertahanan lagi.

"Cari tempat lain saja! Tempat ini bukan pengungsian!"

Duke tahu mereka tidak mungkin bisa ditembus semudah itu. Untungnya, Jov sudah menyiapkan siasat sebelum bernegosiasi.

"Ah, soal itu," Joviette menunjuk rekan di belakang, "teman kami ada yang terluka."

Dua pasang netra itu mengukuti arah pandang Joviette dan mendapati seorang pria menumpang penunggang kuda lain dalam keadaan terkulai lemas.

Kebetulan sekelompok bandit menghadang diseperjalanan mereka menuju Henvitas. Beruntung Duke masih cukup waras menyisakan satu nyawa meski beliau tampak menikmati kegilaannya membantai bandit-bandit itu.

"Dia habis jatuh dari kuda. Keadaannya akan memburuk jika dia bermalam diluar dengan keadaan begitu," imbuh Jov.

Sekarang sudah memasuki peralihan dari musim gugur ke musim dingin. Di waktu-waktu begini, malam adalah musuh manusia. Harusnya alasan logis seperti ini sudah cukup menghilangkan kecurigaan mereka.

Sayangnya, dalih untuk menyelamatkan satu nyawa pun tetap tidak berhasil memengaruhi dua penjaga gigih tersebut.

"Carilah tempat lain kalau begitu. Lihat langitnya, ini masih pagi," sarkas salah satu penjaga. Padahal jelas-jelas tinggal beberapa menit lagi sebelum matahari bersembunyi.

Dasar orang-orang tak berperasaan! Tidakkah kalian kasihan padaku? Ayolah, bilang 'iya' saja atau aku akan dikuliti hidup-hidup oleh orang di belakangku ini! histeris Jov dalam hati, masih berupaya tenang meskipun badannya keringat dingin gara-gara berprasangka tatapan tajam Duke sedang melubangi punggungnya.

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang