Bagian Delapan (2)

29.2K 2.7K 7
                                    

Sehelai daun maple tiba-tiba terbawa angin dari jendela. Dia jatuh tepat di atas kertas dimana netra berwarna mendung itu bermuara.

"Kakak,"

Bola birunya mengerling hangat. Dia bersinar bagai mentari yang meneduhkan di bawah dahan. Harum segarnya, suara manisnya ..., semua itu menyatu dalam sosok gadis yang sedang mengulurkan tangan.

"..., mau tidak bermain denganku?"

Ingatan tak terlupakan itu muncul sekelebat secara tak terduga, mengaburkan bayangan kelam di hati sang Duke. Namun disisi lain membangkitkan lukanya yang telah membekas lama.

Gestan mengusap wajah sebelum beranjak keluar balkon untuk menjernihkan pikiran.

Apa yang ku pikirkan?

Jelas ini efek dia terlalu sering melihat mata biru yang serupa Hara akhir-akhir ini. Anak itu, setelah apa yang dia lakukan padanya terakhir kali, pasti akan membenciku, 'kan?

Gestan mengapit sebatang rokok di mulutnya selagi menghidupkan pematik. Lagi-lagi bayangan singkat terngiang tepat setelah api menyala.

"Jangan merokok, Kak. Itu tidak baik untuk kesehatan, loh."

Lagi dan lagi, Gestan mengabaikan suara feminim di benaknya seolah sudah terbiasa.

"Ini. Cobalah permen saja."

Hembusan asap keluar dari hidung dan mulut pria itu biarpun ingatan-ingatan yang sama terus memberi peringatan.

Terserah kau, Harazelle. Teruslah memarahiku sampai kau puas.

Lagi pula, itu hanya bayangan masa lalu. Sang pemilik suara tidak mungkin muncul mau seberapa kali pun Gestan mencoba mengingkari tegurannya. 

Gestan Aslett bukan tipe orang yang mudah diluluhkan. Dia seperti terbuat dari baja. Orang yang tahan dengannya bahkan bisa dihitung dengan jari.

Margrave, Amberly, Diana, Dores, dan seorang lagi yang paling berhasil merengkuhnya selama ini. Itu adalah Harazelle.

Bukan tanpa alasan Duke benci menjalin hubungan dengan orang lain. Kepribadian buruk itu mulanya berasal dari kemampuan unik yang ia dapatkan dari para pendahulu.

Setiap generasi Aslett, akan ada satu yang mewarisi 'Deus', sebuah energi spirit dimana pemilik raganya mendapatkan cadangan nyawa.

Artinya, mereka yang diberkati Deus bisa hidup sekali lagi setelah mati.

Pada beberapa kasus, para Deus memilih memberikan spirit berisi nyawa tersebut kepada orang terpenting dalam hidup mereka.

Sebagai contoh, Duke Aslett pertama mempersembahkan spiritnya untuk sang anak. Akan tetapi anak itu berakhir membangkang setelah menemukan cinta sejatinya.

Ada pula calon Duke generasi kelima yang menghidupkan kembali saudaranya saat sekarat di medan perang. Dua tahun kemudian, ia dibunuh gara-gara perebutan tahta.

Kasus terakhir terjadi pada Duchess ketujuh, ibu kandung Gestan. Saking cintanya pada sang suami, wanita bodoh itu memberikan segala hal yang dia miliki.

Tanpa tahu pada akhirnya ia dikhianati.

"Kau lihat? Jangan menjadi lemah seperti kami, Etan. Tidak ada yang bisa kau percaya di dunia ini selain dirimu sendiri. Kelak, jika kau menaruh minat pada seseorang, segeralah berpaling. Karena dialah yang paling berpotensi meremukkan hatimu sampai mati."

Itu adalah pesan terakhir ibunya ketika Gestan masih berusia sepuluh tahun.

Lantas, ia bertekad untuk tidak membangun hubungan keluarga. Entah menikah, memiliki anak, atau mengorbankan spiritnya.

Bahkan pada Harazelle sekalipun, seorang gadis periang yang hampir menembus benteng pertahanan di hatinya.

Hingga kemudian ..., ia pergi tanpa mengucap sepatah kata.

"Haha," kekeh Gestan pelan. Memang paling benar ia berpegang teguh pada tekadnya saja.

Lebih baik mati dua kali daripada dibodohi sampai akhir.

Gestan mematikan rokoknya sebelum bersandar pada pembatas balkon dan menghirup udara dalam-dalam.

Apa kabar gadis itu sekarang? Apa dia masih menjengkelkan seperti dulu?

Jika iya, maka dia tidak ada bedanya dengan parasit kecil yang tinggal di kastilnya sekarang.

"Duke, ada berita baru."

Suara Dores membuyarkan lamunan Gestan.

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang