Bagian Lima Belas

21.3K 2.8K 58
                                    

BAGIAN LIMA BELAS, POTONGAN TEKA-TEKI

*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*

"Kenapa ini kelas?" (Kenapa ini keras), bingung Lala, mentoel dada bidang Gestan, "Kalau punya Bubu kenyal."

Duke berhenti sejenak. Netranya terpaku pada balita yang menempel di dadanya itu. Bolehkah ia menjawab secara gamblang? 

"Kau akan mengerti nanti," sahut Duke kemudian, memilih jawaban teraman.

Bukannya tidak mau menjelaskan, tapi akan sulit jika Lala belum mengerti konsep antara lelaki dan perempuan. Bahaya apabila anak ini nantinya mengira pria berbadan gemuk sebagai wanita.

Atau lebih parahnya lagi dia akan membedakan jenis kelamin dengan cara mencolek dada mereka.

Si pemilik kostum kelinci mengerjap. Seolah tak memberi kesempatan pada Gestan untuk bernafas, dia kembali mengajukan pertanyaan. Semakin aneh dan di luar nalar.

"Nanti kapan?"

"Dyuk, itu apa?"

"Bicakah Lala jadi bulung?"

"Dyuk, kenapa Lulu benci Mimi?"

Siapa lagi Mimi itu?

Baru kali ini Gestan menghadapi keingintahuan tak berujung anak balita. Dia terus bertanya perihal sesuatu yang tidak perlu ditanyakan dan tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan mereka.

Pria berperawakan tinggi itu sampai memperkencang langkah supaya mereka lekas tiba di tempat tujuan.

Wuss!

Dua pelayan diterjang angin, dampak dari kegesitan Sang Duke mengambil langkah.

"Bukankah yang barusan itu Tuan Duke?" tanya pelayan bernama Rana kepada temannya.

"Ku kira juga iya," sahut Elena. Mereka hampir tidak menyadari telah berpapasan dengan Tuan Duke saking cepatnya pria itu berjalan. "Tapi kenapa beliau buru-buru membawa Lala, ya?"

Sambil tertawa jenaka, Rana menyenggol siku Elena. Seenak jidat menebar fitnah dengan entengnya. "Ahahaha, kau tahu, 'kan, anak kecil suka kecepirit sembarangan."

*****

Joviette bukan pendekar legendaris, penakluk negara, pahlawan perang atau semacamnya. Tapi khusus kali ini, Duke akui dia pantas disebut penyelamat.

Setiba mereka di ruang terbuka tempat menyambut kedatangan tamu, secara alami pertanyaan horor Lala terhenti.

"Paman Juliet!"

Samar namun pasti, Gestan menghembuskan nafas lega. Yang tadi itu sama menegangkannya saat ia pertama kali ikut serta dalam perang negara. 

Sapaan Lala kontan merubah suasana para pekerja yang tadinya suram menjadi bercahaya. Satu diantara mereka tersenyum cerah bagaikan orang bodoh yang gagal terselamatkan.

"Utututu, squishi Lala, squishi squishii squishiii," gemasnya, memainkan pipi lembut Lala sebelum ia menyadari siapa sosok beraura dingin yang menggendong di belakangnya.

"Tu-tuan Duke!" sentak Jov, segera membungkuk. Begitu pula bawahan lain yang sedari tadi sudah bersiap menyambut kedatangan Margrave.

"Kalian sangat akrab, ya," sinis Duke. Singkat, jelas dan sarkas.

Entah mengapa cukup menyebalkan melihat mereka begitu dekat. Dia tarik kembali sebutan Jov sebagai penyelamat.

Eh? Aku salah apa?! panik Jov, si paling tidak peka, dengan pupil mata bergetar hebat. Meneguk saliva jadi berasa menelan arang kasar saking gugupnya dia. "Ma-maafkan saya, Tuan!"

Sial, buat apa aku marah?

"Margrave belum sampai?" tanya Duke, berhasil memadamkan sumbu api berkat akal rasionalnya yang mendarah daging. Dia memposisikan diri memimpin barisan.

Lonceng tanda kedatangan anggota keluarga di benteng luar sudah berbunyi sejak setengah jam lalu. Seharusnya pria tua itu telah tiba di tempat mereka berdiri sekarang.

"Se, sepertinya ada sedikit kendala, Tuan. Saya sudah memerintahkan bawahan untuk memastikan."

Omong-omong, elang di bahu Duke sedang dalam mode predator. Ia telah terlatih menjadi binatang ganas ketika berada di tempat umum.

Kehadirannya ke kastil tentu dalam rangka mengantarkan surat. Gestan masih sempat membaca gulungan kertas tersebut sebelum mereka bergabung kemari.

Pemenang lelang thalasa adalah seorang pria tua besar dengan jenggot kelabu, begitu kata sang informan dalam suratnya.

"Liat itu! Liat itu!" seru Lala. Jari telunjuk gemuknya mengarah kagum pada pacuan kuda yang ditunggangi Margrave beserta rombongan.

Mereka memasuki gerbang utama selang lima menit Gestan menunggu. Satu kesimpulan dibenaknya begitu ia memikirkan isi surat dan memperhatikan penampilan Margrave lekat-lekat.

Pembeli kalung itu pastilah Delzaka.

Kuda-kuda milik sang legenda perang dan pengikutnya berhenti dengan mulus tepat dimana Duke menyambut. Tanpa diperintah, para pawang segera mengambil alih binatang transportasi tersebut dari tangan pemiliknya.

Margrave tak banyak berubah. Jenggot kelabu ciri khas pria itu sedikit lebih panjang dari terakhir kali mereka bertegur sapa. Atensi garangnya pun tak lekang meski ia telah menempuh perjalanan jauh.

Pertanda bahwa pria tua ini masih memiliki stamina penuh untuk marah-marah. Lekas menyerahkan kuda, Delzaka menatap Gestan agak lama.

"Gestan, kau ..., buat apa kau bawa boneka?" heran Delzaka.

Netra biru gelap itu membelalak tak percaya.

Baru satu menit menginjakkan kaki di kastil, dia sudah dikagetkan dengan sosok Duke yang menahan boneka kelinci di lengannya.

Anehnya, mata boneka itu sempat berkedip dua kali!

"Alo," celutuk Lala.

Huh?

Tunggu. Suara familiar ini, 'kan ...,

"Bu, BUNTALAN?!"

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang