Bagian Dua (3)

53.7K 3.9K 14
                                    

"Hehe, Lala lapal."

Bukankah jam sarapan baru saja terlewati? Apa porsinya masih kurang? Delzaka tak mengira bahwa Lala belum makan sama sekali.

"Margrave, jika Anda mengkhawatirkan Nak Lala, mengapa tidak menempatkannya di dekat ruangan Anda saja?" saran Vincent, sadar betul apa tujuan Tuannya melewati gedung pelayan meski jalur yang ditempuh menuju ke tempat latihan menjadi tiga kali lipat lebih jauh.

"Siapa yang mengkhawatirkan anak ini?! Aku sengaja berkeliling untuk memeriksa kondisi kastil!" Delzaka membantah keras. "Dan raga tuaku ini juga butuh jalan-jalan."

"Baiklah, terserah Margrave saja." Apa yang Vincent harapkan? Mana mau pria sekeras kepala Delzaka mengakui bahwa dia tertarik pada anak yang mirip dengan putrinya?

"Kau cepat bawalah dia ke pengasuhnya untuk diberi makan," titah Delzaka menyerahkan Lala pada sang asisten.

"Baik, Margrave."

*****

"Dia diasuh oleh pelayan bernama Emelly," lapor Ratvin, butler muda dengan bintik-bintik di wajah. Dialah utusan yang biasa Danzel suruh mengorek informasi terkait lingkungan kastil.

"Seperti apa orangnya?"

"Kabarnya, ia cukup cekatan saat bekerja, tapi tidak memiliki pengalaman mengasuh anak-anak. Sementara hanya itu informasi yang saya dapatkan, Tuan Muda."

"Hmm, begitukah?" Itu berarti ada kemungkinan bocah aneh itu diterlantarkan. Senyum bahagia Danzel mengembang. Baguslah, semakin banyak tekanan, semakin cepat dia pergi.

Sehabis berbicara dengan Lala, Danzel lanjut berlatih. Dia tidak bohong saat mengakui dirinya sebagai ksatria magang.

Baru sekitar satu tahun ini ia mengikuti kelas pedang. Keterampilannya menggunakan senjata memang masih buruk, tapi tidak ada nyali ksatria yang tidak menciut saat berhadapan dengannya. Soalnya, dia lebih jago bertarung tanpa senjata.

Tiap kali bertanding, Danzel selalu berhasil menumbangkan lawan dalam keadaan pedangnya sendiri tersingkirkan. Margrave sebagai juri sampai bingung apakah remaja itu bisa dikatakan menang ketika pertandingan itu adalah ujian kelas pedang.

Fisiknya tangkas dan kuat. Seperti petarung yang sudah berpengalaman di medan tempur selama bertahun-tahun. Meski begitu, Delzaka tetap memaksanya berlatih menggunakan senjata agar setidaknya risiko dia bersentuhan langsung dengan serangan lawan sedikit berkurang.

"Kau tidak tahu hubungan Margrave dengan anak itu?" tanya Danzel sekali lagi.

Gulp. Ratvin menelan ludah. Kakinya gemetar. "T-tidak. Saya mohon maaf."

Danzelion, lelaki yang baru memasuki usia peralihan dari belia ke dewasa itu adalah murid spesial sekaligus cucu oleh sang Margrave.

Untuk ukuran anak tiga belas tahun, tingginya berada di atas rata-rata. Mungkin karena mengikuti latihan fisik setiap hari, otot liatnya jadi kelihatan lebih bagus dari anak sebayanya.

Ia memang tidak segarang Margrave yang diidentikkan dengan singa jantan. Namun, ada sisi janggal tersendiri yang membuat siapapun enggan menyentuh atau bahkan mendekat.

Ratvin bersedia melayani karena dia pun terpaksa. Statusnya sebagai butler baru, menjadi sasaran empuk para senior yang takut melayani Tuan Muda.

"Baiklah, kau boleh pergi. Laporkan padaku kalau ada sesuatu yang menarik."

"B-baik. Saya permisi, Tuan Muda."

Aneh sekali. Selama dua tahun terakhir tinggal di kastil, Margrave tidak pernah mengijinkan orang asing manapun memasuki benteng. Hanya keluarga kerajaan, bangsawan-bangsawan tertentu, dan orang yang telah melewati pemeriksaan ketat yang diperbolehkan berkunjung.

Tapi Lala adalah kasus pertama. Meskipun hanya menempati gedung pelayan, tetap saja dia dikecualikan. Apa spesialnya anak itu sampai Margrave memungutnya?

Jangan harap dia bisa hidup nyaman di tempat ini.

Boneka kayu yang Danzel gunakan sebagai lawan sungguh membosankan. Dia butuh objek yang lebih menegangkan seperti ...,

Ujung pedangnya ia arahkan ke seseorang yang baru datang.

..., Delzaka misalnya.

"Anak nakal ini?!" geram Delzaka kaget, "Bisa-bisanya mengacungkan senjata pada kakekmu!"

Danzel meringis sambil mengusap tengkuk pura-pura tak sengaja. "Ahaha, maaf, Margrave." Kau bukan kakek kandungku lagi pula.

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang