Bagian dua (4)

47.2K 3.9K 20
                                    

Emelly mendecak lidah untuk kesekian kali. "Kenapa harus aku yang mengasuhmu? Kenapa bukan yang lain?"

Labelina sibuk mengunyah roti kerasnya sehingga dia tidak memperhatikan omongan Emelly. Wanita itu memang sengaja membawanya ke ruangan kosong agar dia bisa menghina dan melampiaskan kekesalannya habis-habisan.

"Lihat cara makannya yang rakus itu. Pakai tangan kiri, belepotan, remahan jatuh dimana-mana. Sudah mandi pun tetap dekil. Nanti akulah yang ujung-ujungnya harus membereskan itu. Anak jelata merepotkan!" dumel Emelly tak henti-hentinya.

"Emelly. Boleh tambah loti?"

"Apa?!" Baru dibicarakan langsung melunjak! "Roti sebesar itu masih kurang? Kau pikir semua makanan di tempat ini milikmu?! Kehadiranmu membuat anggaran pelayan menipis, tahu!"

"Anggalan pelayan menipis itu apa?"

Sabarrr. Sabarlah sebentar, Emelly. Jangan marah-marah atau keriputmu akan muncul. Emelly mengatur nafas dan mengelus dada untuk menenangkan diri. Toh, saat Tuan Duke kembali nanti, bocah tukang makan ini pasti akan segera diusir.

"Pokoknya tidak ada lagi makanan untukmu! Kau harus bekerja kalau ingin mendapatkan makanan! Itu caramu bertahan hidup di tempat ini!"

"Ung, baikah," sahut Labelina menunduk lesu. Dia seperti kehilangan motivasi. Jadi, rotinya sudah habis, ya?

Karena masih lapar, dia pun memungut remahan kecil di lantai kayu dan memakannya lagi.

"Ini, bersihkanlah sendiri!" ujar Emelly melempar sapu ke samping Lala. "Jangan ada sedikitpun remahan yang tersisa saat aku kembali!"

Menegakkan sapu tersebut, Labelina menengok ke atas. Gagangnya saja menjulang dua kali lipat lebih tinggi dari badannya. Dan..., "Belat cekali!"

Srak! Srak!

Lala sampai harus mengejan hanya untuk menggerakkan benda raksasa tersebut dua kali.

Cklek.

"Akh!" Lala mengerjap saat pintu terbuka. Dia kira Emelly sudah kembali, ternyata bukan.

"Huft, akhirnya ketemu juga. Ternyata kamu di ruangan ini," lega pria berseragam ksatria itu menghela nafas panjang.

"Paman Juliet!" seru Lala bersemangat kembali.

"Haha, Joviette, Lala. Bukan Juliet." Joviette mengangkat alis mendapati Labelina sedang membawa sapu. "Lala main apa?" tanyanya. Tidak mungkin, 'kan, anak semungil dia melakukan pekerjaan orang dewasa?

"Butan main. Lala balu belcihkan ini."

Padahal Lala bisa meminta tolong pada orang dewasa untuk membantunya. Joviette mengusap sudut mata, terharu. "Betapa pintarnya ..., saat besar nanti kau pasti akan jadi lelaki mandiri yang tidak pernah meninggalkan tanggung jawab."

"Paman Juliet kenapa cali Lala?"

"Oh, benar juga!" Joviette mendekat jongkok, mengambil bungkusan sapu tangan dari saku di depan Labelina. "Ini, Paman punya makanan enak buat Lala."

"Hole!"

"Kenapa?" heran Joviette saat Lala tak segera mengambil cookie di telapak tangannya.

"Lala tak mau lingkalan-lingkalan ini," tunjuknya pada taburan di atas cookie.

"Oh, Lala tidak suka kacang, ya?" Joviette mengambili kacangnya satu per satu dan memakannya sendiri. "Nah, ini sudah bersih."

"Tima kacih, Paman." Labelina ikut jongkok dan memakan cookie dengan hati gembira.

Lihat pipi tembamnya yang bergoyang saat sedang mengunyah itu. Lagi-lagi Joviette jatuh pada kelucuan Labelina.

Andai sehari yang lalu mereka tidak bertemu, bocah mungil ini pasti masih berkeliaran di hutan. Dimana orang tuanya? Mengapa dia bisa sendirian?

"Hei ..., Lala."

"Apa?"

"Saat Paman dapat cuti kerja nanti, mau tidak ikut Paman pergi ke rumah saudari Paman?"

"Dia olang jahat, butan?"

"Bukan. Dia menyukai anak-anak yang lucu seperti Lala." Kebetulan, saudarinya belum dikaruniai anak setelah sepuluh tahun menikah. Andai kata orangtua Lala memang tidak menginginkan bocah itu, saudari Joviette dan suaminya pasti akan senang mengadopsi Lala.

"Mau, ya? Di sana juga banyak makanan, loh."

Seperti biasa, iming-iming makanan berhasil memancing Lala. "Eung. Lala mau!"

Joviette mengacak rambut Labelina. Sekarang, Lala mungkin masih bisa tinggal di sini atas ijin Margrave. Namun, apa jadinya nasib anak ini ketika sang pemilik kastil yang asli telah kembali?

Sekejam-kejamnya Margrave, masih ada yang lebih kejam dari beliau. Yaitu putranya, Duke Aslett yang tengah bertugas di luar untuk sementara waktu.

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang