Bagian Sembilan (2)

29.8K 2.8K 16
                                    

"Dyuk, boleh Lala mam kuenya cekalang?"

Ketika Lala bertanya dengan muka polos, Gestan menyadari kebodohannya sendiri. Lala adalah anak-anak yang hanya mengerti main, tidur dan makan. Gila namanya kalau dia menuntut banyak petunjuk dari anak kecil.

"Dyuk?"

"Terserah."

"Holee!" Lala langsung melompat turun dari sofa dan mencomot lembaran panekuk dengan tangan.

"Enyak," katanya.

Padahal makan saja masih belepotan. Tapi dia tahu banyak tentang hal-hal yang seharusnya belum dia mengerti.

"Dasar cebol," gumam Duke.

Memangnya kenapa kalau Lala berbeda dengan anak lain? Bukan berarti Gestan merasa peduli atau semacamnya.

Aku hanya sedang memanfaatkannya saja. 

*****

"Duke, Viscount masih menunggu di depan. Beliau berkata akan berhenti menerjemahkan aksara peri jika Anda tetap tidak mengijinkan beliau masuk."

Pena bulu di tangan Duke berhenti bergerak. Pria itu mempertimbangkan sejenak laporan Dores sebelum menitahkan. "Siapkan jamuan di balkon lantai tiga."

Terlepas dari siapa pemiliknya sekarang, Hutan Peri di masa lampau memang tidak berkaitan sama sekali dengan Aslett. Kecuali secara geografis, wilayah mereka bersebelahan.

Peri merupakan bangsa tertutup, bukan makhluk yang suka membaur apalagi membuat keributan. Meski hanya kaum minoritas, teknologi mereka berkembang lebih pesat.

Kakek Gestan, yang waktu itu belum menjadi Duke dan masih gemar berkelana, membantu sekelompok peri dari bahaya secara cuma-cuma. Ia sendiri tak tahu salah satunya merupakan pemimpin bangsa mereka.

Sampai pada hari penyerahan gelar Duke diselenggarakan, rombongan peri hadir. Mereka secara mengejutkan mengumumkan bahwa seluruh aset dan properti bangsa peri akan diwariskan pada Duke Aslett sebagai 'tanda' terima kasih mereka.

Banyak orang bertanya-tanya, mengapa? Rupanya, ada alasan gelap dibaliknya.

Biarpun berumur panjang, kelahiran peri berhenti sejak dua ratus tahun silam. Segala upaya telah mereka kerahkan, termasuk perkawinan silang dengan ras manusia. Sayangnya tidak ada yang membuahkan hasil.

Sebab itu, tak lama kemudian ras mereka punah setelah menghadapi seleksi alam.

Cowdung Miguelis adalah salah satu pihak yang tidak mengakui hubungan persahabatan antara Aslett dan bangsa Peri.

Dia beranggapan, bahwa pernyataan tentang aset dan properti yang diwariskan kepada Duke ke-6 seharusnya sudah tidak berlaku lagi sejak pria itu meninggal.

Apalagi Duke Gestan baru muncul setelah kepemimpinan Aslett melewati dua generasi. Persahabatan apanya? Bertemu peri saja tidak pernah!

Ini pasti akal-akalan orang Aslett karena tak rela jika Hutan Peri dimiliki oleh orang yang lebih mampu mengelolanya seperti aku! Begitu pikirnya. 

Lantas, disinilah mereka berada sekarang. Miguelis tampak besar kepala ketika dirinya dijamu dengan sangat mewah. "Anda memilih keputusan tepat, Duke. Ini jauh lebih baik daripada ruang kerja yang menyesakkan."

Kecuali bagian yang satu itu. Miguelis tak dapat menyembunyikan lirikan jijik pada daging mentah di hadapan Gestan. "Oh, Anda tidak perlu sungkan. Saya menghargai selera masing-masing orang."

"Seperti biasa," ucap Duke melontarkan kalimat pertama.

"Maaf? Seperti biasa bagaimana maksud Anda?"

"Kau banyak bicara."

"Oh, tentu saja, haha. Memang banyak yang bilang saya ini pandai mencairkan suasana."

Gestan tidak tahu harus marah atau tertawa. Miguelis benar-benar tidak memahami konteksnya.

"Apa yang membawamu kemari?"

"Baiklah. Karena saya juga tidak enak menyita waktu Anda lama-lama, saya akan bicara langsung ke intinya." Miguelis sempat berdeham sebelum menyampaikan tujuan ia datang. "Tuan, tolong jangan tutup pabrik produksi obat kita."

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang