Bagian Sembilan

29.9K 3.2K 64
                                    

BAGIAN SEMBILAN, KETIKA KEJAHATAN DIKALAHKAN OLEH KEPOLOSAN ANAK KECIL

*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*

Lala mendongak melihat pintu menjulang di hadapannya. "Cona."

"Ya?"

"Kenapa kemali?"

"Ada sesuatu yang disiapkan Tuan Duke untuk Anda."

"Tapi Dyuk bilang Lala tak boleh ke cini."

Pelayan bermuka datar yang menggandeng Lala itu menjawab, "Anda memberikan bantuan pada Tuan Duke, jadi beliau tidak akan melarang Anda lagi."

Hmm? Bantuan apa? Lala menggaruk kepala tak mengerti. Perasaan dia hanya menceritakan tentang Paman Kotoran Sapi dan obat nakalnya.

"Tidak apa-apa jika Anda bingung. Tuan Duke akan menjelaskan selengkapnya di dalam."

Usai mengatakan itu, Sona membuka pintu dan membiarkan Si Kecil masuk. Rupanya, Lala disambut dengan kejutan tak terduga.

Joviette dan Natelia telah kembali mengenakan seragam kerja, tersenyum sumringah pada Lala. Sementara di sisi lain ada Danzel, bersikap tak tertarik seperti biasa.

"Nana! Paman Juliet!" seru Lala menghambur ke pelukan mereka.

"Cih," decak Danzel.

Lala pun mengintipnya saat berada di gendongan Nana. "Kecatila cudah becal, ya," celutuknya mengacak rambut Danzel.

"Kau pikir siapa yang lebih tua?"

"Hahaha, Lala tidak boleh begitu pada Tuan Muda."

"Paman dan Nana tak akan dipacat lagi, 'kan?"

"Y-ya," ringis Joviette, tak yakin. Tuan Duke bilang akan mempekerjakannya lagi dan mengganti pemecatan dengan hukuman lain. Tapi dia sendiri belum tahu hukuman apa itu. "Ini semua berkat Lala dan Tuan Duke. Lala harus berterima kasih juga pada Tuan Duke, mengerti?"

"Eung!"

Begitu diturunkan, Labelina langsung berlari menempel di depan meja. "Allo, Dyuk."

Beruntung dari tempat Gestan duduk, bayi itu masih terlihat bagian mata dan poninya. "Suka?"

"Eung! Tapi halta kalunnya mana?"

Joviette dan Natelia melongo. Belum juga mengucapkan terima kasih, Lala sudah menagih hadiah lain.

"Pengrajin sedang membuatkan tempatnya. Akan selesai dalam dua hari."

"Dua itu cegini?" Lala menyodorkan jari.

"Itu tiga."

Dengan konsentrasi tinggi Lala menekuk satu jarinya lagi. "Kalau ini?"

Tahan tahan tahan, jangan tertawa. Jangan tertawa, batin Jov dan Natelia.

Sayangnya, usaha mereka gagal begitu Danzel justru tergelak sangat keras. "Hahaha, dasar bodoh. Sering-seringlah melakukan hal konyol seperti itu di depan Duke!"

Beberapa saat kemudian, dia menyesali sikapnya.

Dalam posisi melingkar, mereka bertiga saling mencubit pipi satu sama lain. Danzel mengalami tekanan batin ketika dia harus menyaksikan Joviette dan Nana malah malu-malu kucing.

"A-apakah sakit, Pelayan Nana?"

"Ti-tidak, Sir."

"Ma-maafkan saya. Saya akan lakukan pelan-pelan."

"Sungguh saya tidak apa-apa."

Ewh! Itu adalah hukuman pengganti paling menyiksa bagi Danzel.

Giliran Gestan yang menyeringai puas. "Terus seperti itu sampai tiga puluh menit ke depan."

Selagi mereka bertiga menjalani hukuman di pojok ruangan, Lala duduk menghadap Duke di sofa tengah. Air liurnya nyaris menetes kala mata bulatnya menyaksikan pelayan menyajikan panekuk buah dengan siraman madu.

"Boleh kau makan asal jawab pertanyaanku dulu," ujar Gestan.

"Baikah!"

"Ceritakan apa yang terjadi pada teman-temanmu setelah minum obat milik Paman kemarin."

"Hmm, teman-teman Lala menangis telus. Badan meleka panas cepelti api. Habis tu meleka bobok dan tak bangun lagi."

Dua anak yang dinyatakan tak selamat setelah diberikan ramuan versat juga mengalami gejala serupa. Dokter mengira kondisi anak-anak itu memburuk akibat penyakit bawaan mereka. Tapi, bagaimana jika hal itu sebenarnya terjadi karena mereka telah mengkonsumsi versat?

Beberapa waktu lalu, Lala membisikkan sesuatu yang amat mengejutkan Gestan. "Obatnya Paman Kotolan Capi ada abokan," katanya.

Abokran merupakan zat terlarang yang menyebabkan penurunan kesadaran, menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Masalahnya, abokran menjadi homogen ketika sudah tercampur zat lain. Mungkin karena sifat zat tersebutlah Tenz tidak menemukan adanya keanehan dalam ramuan.

Sebab itu, dilakukan pemeriksaan ulang untuk mendeteksinya. Duke menurunkan surat resmi bahwa pabrik produksi obat yang dikelola Miguelis harus ditutup sampai hasil uji abokran selesai. Selama itu pula, Viscount berada di bawah pengawasan Aslett. 

Yang menjadi pertanyaan Gestan, darimana Lala pernah mendengar tentang abokran? Padahal sudah puluhan tahun zat tersebut dilarang beredar sampai namanya saja memudar di ingatan rakyat kelas bawah.

"Dari siapa kau tahu obat paman itu mengandung abokran?"

"Bibi yang bilang," jawab Lala.

"Bibi siapa?"

"Bibi Lala."

"Siapa namanya?"

"Bibi."

Benar, sabar adalah poin pertama saat menghadapi anak kecil. Vincent pernah berkata demikian.

Tanpa mempermasalahkan jawaban Lala, Duke lanjut ke pertanyaan berikutnya. "Kau tahu dia bekerja sebagai apa?"

"Lala lupa."

"Lalu apa yang kau ingat tentang Bibimu? Katakan semua yang kau tahu."

Usai lima detik membayangkan 'Bibi', Lala mendeskripsikan, "Bibi punya lambut lingkalan-lingkalan. Bawah hidungnya ada meces cokelat. Dia cuka teltawa cepelti kuda."

Oke, baru deskripsi singkat saja sudah membingungkan. Lebih baik tak usah dilanjutkan.

"Dyuk, boleh Lala mam kuenya cekalang?"

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang