Bagian Sebelas

26.5K 2.7K 7
                                    

BAGIAN SEBELAS, TENTANG AYAH

*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*
*.*

"Kau mau ini?" Si penculik menyodorkan permen.

"Mau."

"Tapi harus diam."

"Eung."

Hanya dengan sebungkus permen tersebut, Lala sukses ditundukkan. Si Penculik lekas membawa Lala ke tempat dimana ia bisa bersembunyi.

Akhirnya, ia mendapatkan tangkapan bagus! Meskipun bukan perempuan, anak ini bisa dijual dengan harga tinggi di daerah yang melegalkan perbudakan.

Asal tidak ketahuan ksatria Aslett yang berpatroli di perbatasan saja, maka semua akan aman terkendali.

Haha, ini sangat mudah. Aku tinggal mengakui anak ini sebagai putraku jika ada yang bertanya. Toh, dia akan patuh asal disodori sebungkus permen lagi.

Aksi penculikan itu nyaris berhasil, andai mereka tak dipergoki remaja tiga belas tahun yang menghadang di tengah jalan. "Halo."

"Allo juga," jawab Lala, tak ada takut-takutnya sama sekali. Dia malah sibuk mengupas bungkus permen.

"Si-siapa kau?" gagap si Penculik.

"Aku hanya sedang lewat, kok. Tuan sendiri mau bawa kemana anak itu?"

"Anak ini? T-tentu saja terserah aku. Aku, 'kan, ayahnya!" 

Benarkah? Lala memang kelihatan tenang-tenang saja, sih, digendong olehnya. Tapi dia, 'kan, dapat sogokan.

Tipu daya pria itu langsung terpatahkan begitu Lala dengan enteng bertanya, "Yayah itu apa?"

Eh?

"Hahahahahahahahaha!" Rupanya ketololan Lala bisa berguna di saat seperti ini. Danzel sampai mengeluarkan air mata saking terpingkalnya melihat pria itu dibuat mati kutu. "Maaf, Tuan. Aku malah menertawakan kalian. Tapi anakmu lucu sekali."

"Y-ya, kau benar. Dia memang suka bercanda, ahahaha."

"Omong-omong, Tuan baik hati yang sangat humoris ini apakah bisa membantuku?" pinta Danzel mendekat dengan alami. "Sebenarnya, aku sedang mencari pengawalku. Dia membawa cek kosong dari ayahku sehingga aku tidak bawa uang sekarang. Apa Tuan melihat seorang pria berbadan besar dengan jubah hitam di suatu tempat?"

Sang penculik memperhatikan mereka secara bergantian. Lala yang masih mengenakan baju bekas milik cucu Vincent jelas tampak lusuh dibanding penampilan Danzel sekarang.

Hoho, anak bangsawan, ya? Punya cek kosong pula. Kalau ku sandera dia, tebusan yang ku dapat pasti lebih menjanjikan daripada menjual balita dekil ini.

Pandangan pria itu berubah menjadi tatapan haus akan uang. Toh, dia masih remaja dan tidak membawa senjata. Mana mungkin bisa melawanku, 'kan?

"Seorang pria berjubah hitam? Aku sempat melihatnya tadi."

"Benarkah? Di mana?"

"Kau bisa ikuti aku," umpan si Penculik, tak sadar justru dirinya yang masuk ke perangkap. Dia sengaja menggiring Danzel ke sebuah gang buntu yang gelap.

"Ini dimana, Tuan?"

Diam-diam pria jahat itu mengambil tali dari saku jaket setelah menurunkan Lala. "Sebentar, aku agak sedikit lupa."

Danzel menggunakan kesempatan tersebut untuk berbisik pada Lala. "Kau bisa bernyanyi?"

"Bica."

"Aku ingin dengar. Coba nyanyilah yang keras." Sebelum Lala bertanya lagi, Danzel sudah membalikkan badannya menghadap dinding.

Oke, mari mulai, ujar Danzel dalam hati, melepas kancing rompi agar lebih leluasa bergerak.

Kala Si Penculik siap mengikat hasil tangkapannya di belakang, Danzelion Aslett yang lulus dengan predikat 'mantan budak petarung', menunjukkan seringaian lebarnya. 

"Ada pesan terakhir, Tuan?"

*****

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang