Bagian Tiga (4)

43K 3.8K 54
                                    

"Anu ..., maafkan saya, Margrave. T-tapi u-uang saya sudah saya temukan," aku si pelayan.

"Apa?! Jangan bercanda, Elena! Kemarin kau bilang uangmu hilang banyak, 'kan?" protes Emelly mulai berkeringat dingin.

"I-itu ..., tadi pagi aku sudah menemukannya. Maaf, Emelly. Ternyata uangnya hanya terselip di buku dan a-aku kelupaan."

Harapan terbesar Emelly jatuh pada sang ksatria bernama Felsior. Aku mohon, keselamatanku tergantung padamu, Felsior.

"Margrave, saya memang kehilangan uang," tegas Felsior membuat Emelly bernafas lega.

"Tapi, saya pikir Pelayan Emelly salah paham. Saya sudah kehilangan uang itu sejak Lala belum tinggal di kastil," lanjutnya tak berbohong sama sekali.

Emelly seketika membeku ditempat.

Tak berhenti sampai disitu. Vincent pun angkat bicara. "Margrave, saat hari kita menemukan Nak Lala, saya sempat menggeledah tas itu dengan harapan bisa menemukan petunjuk mengenai identitasnya. Sayangnya, isi tas itu memang hanya dipenuhi uang."

"Daripada menuduh bocah sembarangan sebaiknya kau renungkan dulu apakah kau mampu memiliki uang sebanyak itu, Pelayan," sambung Diana Delta terkekeh meremehkan, "percaya atau tidak, aku sudah melihat sendiri. Dia jauh lebih cerdik darimu."

Sekarang, jelas siapa yang bersalah. Fakta bahwa Emelly menuduh sembarangan dan Lala yang secara tidak langsung mengaku tidak mendapat asuhan yang layak merupakan bukti bahwa Emelly berencana jahat pada Lala. 

"Seperti katamu, aku orang yang adil. Jadi aku akan memberi hukuman yang setimpal meski kau sudah bekerja di sini selama sepuluh tahun," final Delzaka membalikkan kata-kata Emelly.

"Benar, Margrave." Diana mengimbuhkan. "Kalau dibiarkan, kebiasaan buruk seperti itu bisa terbawa sampai dia mati."

*****

Natelia dan Joviette saling melempar tatapan bimbang. Bagaimana ini? Begitu Lala dibawa ke kamar, dia langsung meringkuk masuk ke dalam selimut. Bocah mungil itu sama sekali tak mau keluar bahkan setelah dipancing dengan makanan.

"Menurutku dia merajuk karena kita meninggalkan tas dan uangnya di sana," tebak Natelia duduk di tepi kasur.

Joviette yang berdiri dengan mengapit dagu tersentak sadar. Mereka memang belum mencoba membujuk Lala dengan iming-iming akan mengembalikan barang-barang miliknya.

"Lala, dengar Paman," ujar Joviette meluncurkan aksi. Semoga yang ini berhasil. "Uang dan tasnya Lala, mari kita ambil nanti setelah Lala selesai makan dan mandi."

Tebakan Natelia tepat sasaran. Kepala Labelina akhirnya menyembul dari selimut begitu Joviette berkata demikian. Raut wajah anak mungil itu masih memberengut, namun cicitannya jelas terdengar antusias. "Benalkah?"

"Ya, Paman jamin Lala akan mendapatkan semua uang Lala kembali tanpa kurang satu koin pun!"

Sejujurnya, mereka sengaja menjauhkan Lala dari lapangan agar dia tidak perlu melihat kebengisan Delzaka saat mengadili penjahat. Mengajak bocah itu makan dan mandi adalah cara mereka untuk mengulur waktu sampai persidangan mencekam Emelly selesai.

"Tapi, Lala halus mamam dan mandi dulu, ya?"

"Benar. Kalau tidak begitu Lala akan sulit mengambilnya."

"Kenapa?"

"Karena semua barang Lala akan disimpan Margrave."

"Kenapa?" 

"Karena ..., rumah besar ini adalah milik Margrave."

"Kenapa halus mamam dan mandi?"

"Ka-karena ..., Margrave tidak akan memberikan tas dan uang Lala kalau Lala belum makan dan mandi."

"Kenapa?"

"Anu ..., Margrave benci kotor dan tidak suka mendengar suara perut kepalaran. Itu, 'kan, bisa membuat Lala sakit."

Gulp. Keheningan Lala justru membuat mereka semakin gugup. Pertanyaan 'kenapa' dari anak balita ternyata lebih brutal ketimbang soal essay yang beranak dan bercabang.

"Paman Juliet dan Nana butan anak cetan, 'kan?"

Butuh beberapa detik bagi mereka memahami maksud pertanyaan tersebut. "O-oh, ya, tentu saja bukan, Lala. Kami bukan anak setan. Ya, 'kan, Pelayan Natelie?"

"Betul. Kami tidak seperti Emelly yang jahat dan suka berbohong. Ma-makanya, Nana bantu Lala mandi dan makan sekarang, ya?"

Beruntung masa sulit Joviette dan Natelia akhirnya berakhir. Lala mengangguk, berhasil dibujuk. "Eung."

Helaan nafas panjang pun kompak dilakukan oleh dua orang dewasa itu. Tenaga mereka terkuras habis seolah baru kembali dari medan perang.

Sebelum Lala berubah pikiran, Natelia buru-buru menyiapkan air hangat. Sementara Joviette kembali ke lapangan latihan. Perempuan muda berambut coklat terang itu sangat terkejut ketika ia melepas baju Labelina.

"Eh, Lala perempuan?"

Labelina yang sudah jongkok di ember kecil menatap Natelia bingung. "Kecatila bilang Lala laki-laki."

"Kecatila siapa?" Apa itu nama orang?

"Kakak yang beluban itu, loh."

Siapa, sih? Natelia berpikir keras. Apa dia orang kenalan Lala sebelum Lala tinggal di kastil? Siapapun orang itu, yang jelas dia orang sesat! Masa membohongi bayi sepolos Lala dengan mengatakan dia laki-laki?

"Lala, ingat, ya. Lala bukan laki-laki." Natelia memberi pemahaman dengan lembut sembari mengusap warna kusam akibat debu dari pipi putih Labelina, "Lala itu adalah perempuan termanis yang pernah Nana lihat."

Sekarang, terjawab sudah mengapa Lala terlihat cantik dengan mata biru yang elok serta pipi merona seperti cerry.

Kira-kira, Margrave dan yang lain tahu tentang ini tidak, ya? Haruskah aku memberitahu mereka?

To be continue...

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang