Bagian Enam Belas (2)

19.6K 2.8K 33
                                    

"Kenapa, kok, a-b-c nya belgelak?" 

"A-b-c apa?"

"Itu." Lala menunjuk kertas paling usang yang selama ini hanya mampu dilihat oleh Miguelis, si mantan penerjemah aksara peri dengan golongan tertinggi.

Duke terhenyak dari sandaran. Raut mukanya berubah total. "Kau, bisa melihatnya?"

Mata polos Lala mengerjap bingung akan reaksi Gestan. "Ung. Lala bica."

Pria itu beranjak dari tempat duduk, mengambil kertas usang yang tergeletak di atas meja dan menunjukkannya ke Lala. "Ini apa?"

"Phi-i-el-esh-ei-ti," eja Lala perlahan dengan jidat mengerut lucu, "pil-cat?"

Segera, keempat pria di dalam ruangan itu saling berpandangan.

Jurnal peri yang coba Lala baca ini adalah hasil penelitian versat yang digunakan Miguelis sebagai panduan untuk membuat ramuan terakhir kali.

Dan itu termasuk dalam aksara level atas.

Mustahil! Bagaimana ..., bagaimana dia bisa? Langsung digolongan tertinggi pula!

Level bawah adalah orang yang hanya mampu melihat aksara secara buram, tak peduli sesehat apapun mata mereka.

Aksara peri mulai dapat terlihat jelas, namun bagi mereka yang tidak mampu membacanya dikategorikan sebagai level menengah.

Terakhir, level atas adalah ketika orang itu mampu melihat dan membaca secara keseluran.

Jika Lala mampu mengejanya, artinya ia setara dengan kemampuan Miguelis. Atau bahkan lebih.

"Ge-gestan, apa ini artinya ...," ucapan Margrave terjeda. Pria itu terlalu terkejut sampai tak mampu menyelesaikan kata-kata selanjutnya. 

Benar, ini dia fakta yang membuat mereka tak berkutik begitu mengetahui Lala bisa membaca aksara peri.

Ada dua kondisi dimana seseorang dapat melihat tulisan tak kasat mata tersebut. Antara dia dilahirkan dengan darah peri, atau pernah mengalami kematian setidaknya sekali.

Opsi pertama jelas tidak mungkin, mengingat bangsa mereka telah punah puluhan tahun silam. Maka, hanya ada satu pilihan tersisa.

Lala pernah menghadapi ajal dan kemudian hidup kembali.

"Bu-buntal, insiden apa yang pernah terjadi padamu?"

Tak hanya Margrave, ketiga pria lain pun memandang Lala dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Anak sekecil ini pernah melewati rasa sakit yang luar biasa? Demikian kurang lebih isi hati mereka.

Labelina masih terlalu muda memahami maksud percakapan orang-orang besar itu. Dia tengok satu per satu dengan bola birunya yang tak tahu apa-apa.

Kemudian, tertangkaplah pria yang berposisi paling dekat dengannya. "Yeti, kenapa belcedih?"

Ah, sial. Mengapa kepolosan buntalan lembut ini selalu berhasil mengacaukannya?

"Siapa juga yang sedih? Aku ini sudah tua, jadi keriputku membuat wajahku terlihat sedih!" bantah Margrave seperti biasa, menggunakan umur sebagai tameng untuk menyelamatkan harga dirinya.

Saat muda, Miguelis juga pernah mengalami hal serupa. Dia mati keracunan dan dalam beberapa menit keajaiban mengembalikan hidupnya. Sebab itu Miguelis mampu menerjemahkan aksara peri.

Lalu, bagaimana dengan kasus Lala? Kejadian apa yang dia alami sampai jiwa kecil itu terenggut sementara?

"Gestan, apa Marshall tidak bilang apa-apa? Bagaimana kalau ternyata dia punya penyakit tertentu? Kalau tidak, lakukan pemeriksaan ulang. Barangkali ada yang terlewat-,"

"Margrave," sela Duke, menghentikan kecemasan Delzaka.

Wajar bila Margrave bersikap berlebihan, namun apakah pria itu tidak berpikir jika yang merasa panik bukan hanya dirinya saja?

Siapapun yang melihat pasti mengira Lala adalah cucu kandung keluarga Theorka.

"Sejauh ini tidak ada yang salah dengan tubuh anak itu. Dokter juga selalu siaga 24 jam di Kastil, jadi tolong tenanglah," imbuh Duke, meski sebenarnya ia sendiri cukup khawatir terhadap Lala setelah mengetahui fakta tersebut.

Usapan kasar Margrave di kening berkerutnya adalah cara pria itu menekan egonya sendiri. Baiklah, mari percayakan pada Gestan yang telah menerima Buntal tinggal di tempat ini.

Keheningan pun menguasai mereka sejenak. Gestan beranjak menuju jendela, merogoh pematik sambil menggigit sebatang tembakau di bibirnya seiring ia mengambil langkah.

Rokok, dia butuh rokok. Hanya ini yang mampu dia lakukan guna menyingkirkan perasaan campur aduk yang tak berguna itu.

"Jangan merokok, Kak. Itu tidak baik untuk kesehatan, loh."

Begitu sang api nyaris menyentuh ujung batang, suara Hara malah terngiang. Hilang sudah minat Gestan pada rokoknya.

Sial. Dia singkirkan puntung rokok tersebut dengan kasar, sebelum berpaling ke belakang.

"Margrave, mengapa Anda membiarkan Harazelle membawa thalasa daripada menyerahkannya pada Diana Delta?" lugas Duke, menumpahkan keingintahuan yang sudah lama ia pendam.

Alih-alih terkejut Gestan tiba-tiba ikut campur urusan keluarga Theorka, Margrave justru tampak tak berniat memberikan respon apa-apa.

Sepertinya pertanyaan barusan terlalu berlebihan bagi Margrave. Duke berbalik dari tempat ia berdiri, melangkah keluar pintu guna menyembunyikan tekanan kuat di sudut rahangnya.

"Karena dialah pemiliknya," sahut Delzaka membekukan langkah Duke.

"Apa maksud Anda?"

Margrave menghela napas panjang. "Memang ini tidak tertulis dimanapun, tapi thalasa adalah artefak unik. Dia akan memilih tuannya sendiri tak peduli seberapa murni darah theorka yang mengalir dalam tubuh orang itu. Aku dan Diana sepakat membiarkan thalasa tetap di tangan Hara karena kalung itu telah memilih dia sebagai tuannya."

"Bagaimana Anda tahu jika thalasa memilih Harazelle?"

Margrave mengeluarkan thalasa dari saku lagi, menunjukkan liontin hitamnya menghadap Gestan. "Dia akan menjadi lebih indah dari safir ketika berada di tangan yang tepat."

Lebih indah dari safir? Maksudnya, berwarna biru ketika dimiliki Hara?

"Aku tidak tahu ini benar atau tidak, tapi tertulis dalam sejarah keluargaku, thalasa berperan seperti jimat keberuntungan. Harapan pemiliknya akan terkabul jika dia memohon dengan tulus," imbuh Margrave, menjelaskan semua yang dia ketahui tentang thalasa tanpa menyembunyikan apapun.

Sorot abu Duke spontan jatuh pada Labelina yang sedang garuk-garuk kepala sambil melawan rasa kantuknya.

Bagaimana jika bayi itu tidak mengenali thalasa yang sekarang karena sebelumnya berwarna biru?

Entah mengapa potongan teka-teki ini membuat Duke semakin yakin bahwa Lala adalah anak perempuan Harazelle.

Tidak, jangan menyimpulkan sebelum semuanya jelas.

"Margrave, saya meminta tolong satu hal pada Anda."

"Apa itu?" Jarang-jarang Gestan meminta tolong. Sekali meminta, biasanya dia akan meminta sesuatu yang mengherankan.

"Bawa potret Harazelle yang terjelas."

Sejak Hara diusir, Duke meminta Margrave membuang semua gambar gadis itu dari kastil. Tapi Duke bukan pria bodoh. Insting tajamnya yakin bila Delzaka masih menimbun potret-potret tersebut dalam gudang manornya.

Margrave terkekeh mendengar permintaan Gestan. "Asal kau tahu, potret itu sudah dalam perjalanan kemari."

Kali ini, pikiran mereka sejalan. Mari tunjukkan potret tersebut pada Lala apakah dia bakal mengenalinya atau tidak.

Bagaimana pun, Duke dan Margrave harus cepat menemukan ibu kandung Lala yang mereka curigai sebagai Hara.

*****

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang