Bagian Dua Belas (3)

26.1K 3K 21
                                    

"Salam kepada Tuan Duke. Saya Ophelia Woods, peneliti amatir dari St.West," sapa Ophelia begitu menghadap Gestan.

Hal pertama yang Duke simpulkan dari penampilan Ophelia, dia memiliki selera nyentrik yang tidak biasa. Gaun polkadotnya sedikit lusuh, namun dari ciri khasnya jelas itu adalah gaun buatan Senorita Bliss. 

Dia adalah seorang wanita empat puluh tahunan dengan wajah kotak dan tahi lalat di bawah hidung seperti kata Lala. Diatas rambut keriting merahnya tersemat topi fedora kecil dengan dua helai bulu gagak menjuntai ke atas.

Mungkin karena gemar mengelana, wanita itu membawa tongkat dari kayu mahoni berlekuk-lekuk yang lebih menonjolkan kesan kuat daripada nilai estetiknya.

"Kau pasti sudah dengar keributan di tengah kota," ujar Duke terus terang.

"Maksud Anda, pria bernama Kotoran Sapi itu? Tentu saja saya mendengarnya. Baru satu jam kepalanya dipajang, orang-orang di daerah saya langsung beramai-ramai untuk melihatnya. Sudah seperti menonton teater saja, khikhikhikhikhikhikhik!"

Di balik meja kerja Duke, pria itu tertegun sejenak.

"Dia cuka teltawa cepelti kuda."

Ah, jadi itu maksudnya. Selera humor Ophelia sangat rendah, dan dia terdengar seperti orang kehabisan nafas tiap kali tertawa. 

Ophelia kembali ke mode sopan usai puas terpingkal. "Bolehkan saya tahu alasan Anda mengundang saya, Tuan Duke?"

Benar, ini bukan saatnya merasa heran dengan tawa orang. Duke menegakkan punggung, mengarahkan atensinya tepat di wajah Ophelia. "Kenapa kau tidak tertarik menunjukkan hasil penelitianmu di Sidang Evaluasi?"

Alis tipis Ophelia bergerak ke atas. "Sidang untuk apa itu?"

Siapapun dapat menyimpulkan reaksi Ophelia barusan, bahwa ia bukan 'tidak tertarik', melainkan tidak tahu menahu tentang acara tersebut.

Atas ijin Duke, Joviette yang berdiri tegap di belakang menjelaskan secara singkat apa itu Persidangan Evaluasi. Ophelia membelalak seolah ia baru pertama kali mendengar hal menarik seperti ini seumur hidupnya.

"Astaga, mungkin karena saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk berpetualang, saya jadi tidak mengenal halaman kampung saya sendiri, khikhikhikhikhik. Maafkan saya, Tuan Duke. Andai saya tahu lebih cepat, saya pasti bakal mendaftar pertama kali."

Lala bilang wanita ini tahu ada kandungan abokran dalam ramuan. Dia jugalah yang mengatakan Miguelis akan dieksekusi mati akibat kesalahannya sendiri.

Mari dengarkan penjelasan Ophelia Woods. Cepat lambat Duke akan segera tahu dia seorang cenayang atau hanya asal menebak.

"Biar ku persingkat," Duke langsung bicara ke inti, "tujuanku memanggilmu masih berhubungan dengan masalah yang ditimbulkan Miguelis. Jika kau pernah dengar tentang ramuan versat, aku hendak bertanya apa kau melakukan penelitian seputar obat tersebut."

"Oh, kebetulan saya membawa coretan-coretan saya. Maaf jika tidak rapi, Tuan Duke. Tapi hanya ini yang bisa saya tunjukkan pada Anda, khikhikhikhikhik." Ophelia menyerahkan lipatan-lipatan kertas kusut dari kantong.

"Bunga ini, penelitian tentang tanaman liar?"

"Benar, Tuan. Saya memang belum selesai menelitinya, tapi setelah saya cobakan pada keponakan saya yang sempat kecanduan versat, bunga itu cukup ampuh menjadi penawarnya."

Bunga karoten. Bunga kecil yang berkembang sangat cepat saat musim gugur. Biasanya orang memangkasnya habis karena mengganggu jalan, tapi dia memanfaatkannya sebagai obat penawar.

Andai Duke tahu ada orang seberbakat Ophelia di St.West, dia pasti akan langsung merekrutnya tanpa pikir panjang.

Dan lebih mengejutkannya lagi, ini bunga yang pernah ditaburkan Lala ke dalam cangkir kopinya. "Ini buat mandi. Yang ini mamam, lalu ini, halus taluh di vas."

Mungkinkah waktu itu bukan kebetulan?

Sambil memahami isi kertas demi kertas, Duke sekalian menggali informasi tentang identitas Lala. "Dari mana kau kenal anak itu?"

"Maaf? Anak itu siapa yang Anda maksud?"

"Lala."

"Lala?"

Gestan langsung mendongak. "Balita yang menyukai uang. Rambut pendek, gigi kelinci."

Butuh waktu lama untuk Ophelia mengingat-ingat, sampai ia dengan yakin menyahut, "Saya merasa tidak pernah bertemu dengan anak yang punya ciri-ciri tersebut."

Tidak ada kebohongan atau keraguan dari raut bingung wanita itu.

Sialan, yang benar saja? Duke mengumpat dalam hati.

Jika bertemu Ophelia saja belum pernah, bagaimana Lala tahu dalam ramuan versat mengandung abokran? Apalagi dia sudah cukup lama tinggal di kastil sebelum acara sidang evaluasi diadakan.

Jikalau demikian, maka bukan Ophelia-lah yang bisa meramal. Namun, justru Lala yang mungkin memiliki 'keistimewaan'.

*****

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang