Bagian Lima Belas (2)

22.3K 2.9K 49
                                    

"Bu, BUNTALAN?!"

Margrave bolak-balik menatap Duke dan Lala. Pelototan matanya nyaris keluar. Kenapa gumpalan hidup itu berada digenggaman penjahat kelas kakap?

"A-apa kau disandera?!" terka Margrave. Raut muka kerasnya berganti menjadi kegelisahan. "Joviette, bukankah aku sudah menyuruhmu menyembunyikan Buntal?!"

"A-anu, begini, Margrave-,"

"Berikan Buntal padaku!" tegas Margrave, siaga melawan. Gagang pedang telah ia cengkeram, siap keluar dari sarung pelindungnya kapan saja.

Tak ada waktu mendengar penjelasan Joviette. Dia harus cepat menyelamatkan Buntalan dari Gestan si manusia tak berperasaan!

Tidak hanya Delzaka, para bawahannya yang baru pulang pun melakukan hal yang sama.

Pertunjukkan bodoh apa ini? batin Duke dengan muka datar.

"Yeti."

Hening.

Suara cicitan Lala memberikan sedikit pengalihan pada orang-orang rusuh yang hendak menyerang tersebut.

Mengambil kesempatan ini, Joviette menggeleng keras sambil membentuk tanda 'X' dengan lengan. "Tidak! Jangan lakukan! Ini salah paham!" peringatnya tanpa suara kepada Vincent.

Memahami isyarat Jov, Vincent menunjukkan kepada orang-orang untuk menurunkan kewaspadaan dengan memasukkan senjata kembali ke sarung pelindung. Pria paruh baya dengan wajah lelah itu menghela nafas panjang. "Margrave, Tuan Duke tidak bermaksud demikian."

"Apa maksudmu, Vincent? Kau tidak lihat dia sedang menyandera Buntal?!"

Disandera? Oh, ayolah. Si Mungil sumber keributan itu bahkan malah tekun bermain kancing baju Duke sekarang.

Vincent kemudian mengeluarkan kemampuan menjinakkannya sebelum sang Dewa Petir benar-benar menyerang.

Duke tak menggubris selagi dua sesepuh itu berselisih. Dia justru terpaut dengan cara Lala menyebut Margrave.

"Kau memanggilnya apa tadi?"

"Yeti."

Setelah diingat-ingat, anak ini pernah mengatakan sesuatu tentang raksasa dalam dongeng tersebut. "Yeti butan mostel! Dia anak baik, kok. Tapi becal dan belbulu," ocehnya waktu itu. 

Di sisi lain, Vincent akhirnya berhasil membuat orang keras kepala itu sepaham.

Nice, Pak Vincent! sorak Joviette di belakang layar.

Sebab ini banyak orang berpendapat bahwa Vincent-lah yang paling cocok menjadi asisten Delzaka.

Usai mengembalikan pedang ke posisi semula, Margrave mendekat dengan segunung pertanyaan bergemul di kepala.

Gestan masih seperti dinding besi yang tidak berekspresi. Namun, di dekapannya jelas-jelas ada 'hal tabu' yang tidak bisa dilewatkan begitu saja.

Apa yang terjadi selama dia pergi? Setan macam apa yang berani merasuki Gestan? Lalu, mengapa tidak ada yang bilang padanya kalau Buntalan adalah anak perempuan?

"Rupanya itu Anda," ujar Duke memecah ketegangan diantara mereka.

"Apanya?"

"Anak baik yang besar dan berbulu."

Hening sesi ke dua pun dimulai lagi.

*****

Perbincangan antara Duke dan Margrave berlanjut di ruangan Sang Pemilik Kastil. Menggantikan ketidakhadiran Dores, Joviette mengantarkan jamuan ringan kepada dua pria berstatus tinggi yang duduk berhadapan di sofa tengah tersebut.

"Sebenarnya, apa yang terjadi selama aku pergi?" tanya Margrave tak sabar.

Kejadian hebat apa yang membuat Gestan Aslett bersikap lunak pada Buntal? Bisa jadi ini cuma jebakan, 'kan? Atau dia benar-benar kerasukan?

Ekor mata Delzaka sesekali mengarah ke permadani dimana Lala tengkurap di atasnya. Betapa fokusnya muka belepotan krayon itu mencoret-coret kertas.

Sesaat, lengkungan samar mengambil alih bibir datar Duke. Sudah lama ia tidak melihat Margrave mengkhawatirkan seseorang dengan cara seperti itu.

Mungkin, sebentar lagi meja ke-13 ini akan bernasib sama dengan meja sebelum-sebelumnya.

"Saya malu mengakui ini, tapi dia telah memberi saya banyak bantuan," ungkap Gestan.

Mulai dari terkuaknya kandungan versat, kejahatan Miguelis, dan tentang Ophelia Woods. Satu persatu Duke jelaskan secara singkat pada Margrave.

Sampai pada bagian Lala nyaris mati.

"APA?! BUNTAL TERPAPAR ZAT TERLARANG?!"

"Sempat diculik juga."

Hantaman keras dari kepalan tangan Delzaka mendarat di permukaan meja sebagai respon impulsifnya.

Lihat, 'kan? Empat kaki si meja ke-13 ini langsung goyah hanya dengan satu gebrakan sang Legenda Perang.

Joviette dan Vincent mulai bekerja lagi. Anggap saja ini pekerjaan sampingan. Karena selain menjadi ksatria dan asisten, mereka adalah tukang ganti furniture dadakan.

Duke menangkup dagu, masih sempat memikirkan hal lain ditengah kegemparan Margrave. Haruskah ia mencoba perabotan dari baja?

"Kenapa, Yeti?" Lala tahu-tahu sudah menghampiri di bawah, membuka lebar mata polosnya ke arah Delzaka.

Berat rasanya ditatap intens begitu. Mendecak pelan, Margrave pun memijat pangkal alisnya, menekan mundur sisi brutalnya yang sulit diatur.

"Kau. Apa kabarmu, Buntal?" tanya Margrave.

Ketiga orang selain Lala di ruangan itu cukup takjub, nada bicara Delzaka jelas berubah lebih lembut meski gaya intimidasinya tak hilang.

"Hehe, Lala dapat banyak uwang," lapor Lala, menggelayut di kaki Margrave.

"Benarkah? Kau sudah lebih kaya dariku?"

"Ung! Becok Lala taktil jajan."

Tawa renyah Margrave mengudara, disusul dengan kerah belakang Lala yang menjadi sasaran japitan tangannya untuk ia naikkan ke sofa.

"Lanjutkan gambarmu di sini."

"Eung," patuh Lala, kembali tekun menggambar dengan kaki berselanjar.

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang