Bagian Empat Belas (3)

23.6K 2.5K 10
                                    

Hari selanjutnya, tibalah waktu pengumpulan tugas yang dirusak Hara. Tak mungkin mengumpulkan kertas yang basah oleh susu coklat, Gestan pun mengusahakan semampu dia.

"Astaga, disaat yang lain lembur untuk mengerjakan tugas, hanya kau seorang yang dengan tidak tahu malunya cuma mengumpulkan sebagian. Kau pikir kelasku lelucon?" murka Sang Profesor, melempar hasil kerja keras Gestan.

Ya, mau bagaimana lagi? Hanya itu yang mampu dia kerjakan.

Alih-alih sakit hati, muka datar Gestan tak berubah sama sekali. Toh, 20% memang murni kecerobohannya sendiri. Sedangkan, 80%-nya adalah kesalahan Hara.

"Ck ck ck," decak pria itu, sebal dengan mimik wajah putra saingannya dulu.

Ya. Si Bedebah ini Elbert namanya, mantan saingan mendiang Duke saat mereka belajar di akademi.

Gestan menyebutnya Bedebah karena dia memang bedebah. Bagaimana tidak? Elbert Si Bedebah ini suka sekali mendiskriminasinya dari siswa-siswa lain.

Mungkin itu adalah bentuk balas dendamnya lantaran dulu kalah ranking dari mendiang Duke saat hari kelulusan.

Selama beberapa bulan terakhir mengikuti kelas Elbert, Gestan tak menggubris karena pengecut itu masih tahu batasan. Paling-paling cuma mencari-cari kesalahannya tanpa alasan.

Juga menyindir soal latar belakang. Elbert menekankan berkali-kali bahwa menggunakan kekuatan keluarga di lingkungan akademi itu memalukan.

"Hanya karena kau keturunan Aslett bukan berarti kau bisa bertindak semena-mena!" omel Elbert panjang lebar.

Iya, tahu.

Siapa juga yang menyombongkan asal-usul? Bahkan tanpa mereka mengetahui siapa identitasnya pun Gestan sudah menjadi pusat perhatian karena dia tampan. Elbert seperti orang buta yang mengesampingkan fakta tersebut.

"Sejak awal aku tahu kau pasti anak yang sulit diajari, mengingat tabiat ayahmu seperti apa," sindir Elbert, melirik jijik lewat celah atas kacamatanya. "Berlagaklah penuh rasa malu karena kau cuma anak dari pria seperti itu!"

Seperti biasa, Gestan diam saja. Terserah sebahagia Elbert mau menghina ayahnya seburuk apa, asal dia tidak menyinggung-,

"Apalagi mendiang Duchess."

..., Ibuku.

"Bukannya aku tidak menghormati Duchess, tapi lihatlah apa yang terjadi jika beliau ceroboh memilih pasangan. Itu tidak akan terjadi kalau Duchess benar-benar seorang wanita terpelajar. Aku menyarankan ini sebagai profesormu, Gestan. Sebaiknya kau tidak usah berambisi terlalu tinggi. Percuma bawa-bawa nama Aslett karena orang tuamu telah mencemarinya."

Senyum lebar di ujung kalimat Elbert menunjukkan betapa puasnya dia. Apa, sih, yang bisa dilakukan oleh anak sepuluh tahun? Yatim piatu pula. Diberi pelajaran sedikit, maka dia akan kehilangan muka sampai dewasa.

Demikianlah ekspresi wajah Elbert tersirat. Tanpa menyadari diamnya Gestan selama ini bukan karena ia merasa takut atau rendah diri.

"Kenapa tidak bisa?" Sepenggal pertanyaan Gestan melenyapkan bunyi bisikan anak-anak kelas.

"Hah? Apa?" Elbert terkejut karena ini pertama kalinya Gestan berani menyahut.

"Kenapa saya tidak bisa melibatkan kekuasaan keluarga, sedangkan Anda bawa-bawa orang tua saya?"

"Ahaha," tawa Elbert terdengar dipaksakan. Samar sekali, ada sedikit getaran pesimis di sana. "K-kau mengancamku?"

"Tidak. Jika saya bilang akan mengadukan Anda pada Duke Amberly atau Margrave, itu baru namanya mengancam."

Cekikikan para siswa di kelas itu lepas tak tertahan.

Elbert merasa didorong mundur satu langkah. Mengedarkan pandangan tak suka, pria itu berdeham. "Anak-anak jaman sekarang sangat tidak sopan. Tidak ingatkah kalian jika nilai kelas ini juga bergantung pada perilaku?"

Dengan kata lain, Elbert memaksa mereka berpihak padanya jika ingin mendapatkan nilai memuaskan. Seisi kelas menjadi ribut tentu saja.

Orang picik ini ..., Gestan terkekeh menertawakan kegigihan Elbert. "Anda mencari bala bantuan karena tidak percaya diri melawan saya, ya?"

Gigi Elbert bergemeletuk panas. Wajah merah padam itu tertuju pada satu murid yang paling dia harapkan kejatuhannya. "K-kau! Kau mencela gurumu?!"

Apapun yang Elbert ucapkan hanya masuk telinga kanan dan keluar kuping kiri Gestan. Anak lelaki dengan bibit kejam itu mengambil kertas dari mejanya dan meletakkan di depan Elbert.

"Ini pekerjaan saya yang sudah selesai," ujarnya, menyerahkan hasil awal yang ternodai susu coklat sebelum keluar kelas. Karena daripada guru, Elbert lebih cocok dianggap tempat sampah.

"Hei, anak kurang ajar! Kemari kau!"

Elbert dilanda kalang kabut ketika satu per satu murid di kelasnya ikut pergi. "M-mau kemana? Hei! Apa kalian mau ku beri nilai merah seperti dia?!"

Sayang sekali, sebagian besar orang tua para murid sudah berpesan, jika menghindari masalah dengan Duke Muda lebih penting ketimbang mendapatkan nilai sempurna.

Keangkuhan Elbert kala itu menjadi penyesalan besar baginya. Beberapa hari kemudian, ijin mengajarnya dicabut seumur hidup.

Lantas, ketika Gestan telah memasuki usia dewasa dan mendapatkan gelar penguasa, hal pertama yang pria keji itu lakukan adalah menendang Elbert dari wilayah tanpa memberinya sepeserpun harta.

Secara tidak langsung, berkat tugas yang ditumpahi Harazelle, Gestan dapat mengakhiri kebusukan Elbert dan mengawali kehidupan damainya di akademi.

Semejak itu, ketidaksukaan Gestan pada Hara pun berkurang sedikit.

Sangat sedikit.

*****

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang