Bagian Empat (3)

40.8K 3.7K 36
                                    

Panjang umur! Sosok mini yang mengusik pikiran Danzel tiba-tiba berlari kecil ke tengah lapangan. Semua orang sempat tertegun melihat penampilan barunya sekarang.

Jauh dari sebelumnya, kini Lala telah putih bersih, mengingatkan mereka akan bakpao berjalan. Rambut ikalnya mengembang harum dan memantul-mantul seiring ia melompat-lompat ke tengah lapangan. Dia sempat tersandung sekali, tapi segera bangun dan berlari lagi.

"Alo, cemua. Pelmici!"

"Lalaaaaa!"

Joviette bergegas mendekat, mengangkat dan memutar tubuh anak itu macam lima tahun tidak pernah bertegur sapa. Sekalian ia menggesek-gesekkan pipi mereka. 

"Bagaimana bisa pipi ini begitu lembut. Lala squshi, Lala squishiii, squishi squishiii Lala," senandung Joviette tak ada wibawa sama sekali.

Tingkah Joviette memang sudah terkenal aneh. Sebagai salah satu ksatria terpercaya Delzaka, ia tidak mampu berkutik ketika dihadapkan oleh sesuatu yang lucu. Tak peduli dengan harga diri atau apalah itu, Joviette lebih memilih menjadi diri sendiri ketimbang bersikap sok keren.

"Lala, jadilah boneka Paman, ya? Paman akan beri Lala makanan enak setiap hari! Ya ya ya?" canda Joviette saking gemasnya. Apalagi harum bayi itu menyeruak indera penciumannya tanpa permisi.

Para ksatria tertawa menyaksikan keharmonisan mereka. Tak terkecuali Baldwin dan Chester.

"Dia anak yang kemarin dituduh pelayan itu, 'kan?"

"Benar. Aku juga sempat pangling. Setelah dimandikan dengan benar dia terlihat manis sekali, ya?"

"Huum. Adik perempuanku saat kecil juga seperti itu, loh."

"Irinya. Andai aku punya adik."

Danzel mengernyit tak habis pikir. Ada apa dengan mereka? Suasana serius di area pelatihan berubah konyol hanya karena kedatangan seonggok makhluk asing.

Padahal dia cuma kelihatan lebih bersih dari biasanya.

Tak hanya itu, atmosfer suram kastil berubah seratus delapan puluh derajat sekarang. Dimana-mana para pekerja membicarakan Lala, Lala, dan Lala sambil tertawa riang seolah mereka bekerja di taman bermain.

Parahnya lagi, hal itu terjadi pada Margrave pula. Entah apa yang dipikirkan Margrave, beliau sampai mengijinkan Lala menempati kamar di lantai dua yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi anggota keluarga.

Apa dia menggunakan semacam sihir yang membuat siapapun menjadi tertarik padanya? Dalam hati Danzel menerka-nerka.

Selagi sibuk berpikir keras, Labelina tahu-tahu sudah menghampirinya. "Alo, Kecatila."

Berbeda dengan reaksi Baldwin dan Chester yang tampak antusias, Danzel memasang tampang biasa saja. "Apa?" ketusnya, melipat tangan di depan dada, pertanda dia tidak menyambut Lala sama sekali.

Labelina menyodorkan sesuatu di tangan mungilnya. "Nana bilang yang cakit oleskan pakai ini."

"Aku tidak sak-," Danzel berhenti bicara, tiba-tiba teringat pertemuan mereka tempo hari saat bocah itu menyadari adanya banyak bekas luka di tubuhnya, "oh, yang itu. Kau bawa saja. Aku tidak butuh."

"Kecatila, 'kan, cakit."

"Tidak sakit."

"Bica ipekci, loh."

"Infeksi maksudmu?"

"Ung."

Anggukan lugu Lala membuat orang-orang sangar di sekitar tertawa. Pelafalannya saja masih belum jelas, tapi dengan lucunya dia bertingkah seperti orang dewasa.

Memangnya kau tahu apa itu infeksi? gerutu Danzelion dalam hati sembari memalingkan muka. Jangan sampai dirinya ikut terbuai kepolosan Lala seperti mereka.

"Lukaku sudah sembuh. Kau simpan saja obatnya sendiri." Selepas mengatakan itu, Danzelion melenggang pergi.

Lagi-lagi Labelina hanya terdiam menyaksikan punggung tegap itu menjauh. Sebenarnya dia tidak merasa sedih, tetapi entah mengapa para ksatria berusaha menghiburnya. Mereka kira Lala akan menangis seperti bocah pada umumnya.

"Lala, jangan bersedih. Bagaimana kalau kita main petak umpet saja?" ajak Joviette panik.

Sementara Baldwin dan Chester pun mengangguk setuju. "Ya, ayo kita bermain!"

Labelina menatap mereka bingung. Sudah dewasa mengapa masih bermain petak umpet? Lantas, satu pertanyaannya membuat orang selapangan terbungkam.

"Kenapa?"

*****

Gawat gawat gawat! Joviette tak henti mengutuk dirinya sendiri selama mencari ke sana kemari. Rambutnya tak kalah kusut dari para pelayan dan ksatria yang kini menggeledah seisi kastil. 

Sejak mereka bermain petak umpet, Lala belum ditemukan hingga sekarang.

Bocah macam apa yang tahan bersembunyi selama lima jam?! Jangan bilang dia terjebak di tempat sempit atau pingsan karena kelaparan?! Tidak, 'kan?! Semoga tidak!

Keributan para pekerja Aslett kian menjadi-jadi begitu adanya kabar Sang Duke sedang diperjalanan menuju kastil.

ASDFGHJKL! Joviette sangat frustasi sampai rasanya ingin mati!

Pak Vincent pernah bilang keberadaan Lala mungkin akan menyulut kemarahan Tuan Duke. Terlebih warna matanya. Sebab itu, Margrave berencana menyembunyikan Lala seandainya jadwal kepulangan Tuan Duke telah dekat.

Tapi, mengapa orang yang seharusnya kembali satu bulan mendatang malah muncul sekarang? Parahnya lagi, Margrave dan Pak Vincent sedang bertugas di luar! Apa yang harus ia lakukan jika lelaki yang terbuat dari kekejaman itu melihat si penghuni baru?!

"Sir Joviette!" seru Natelia mendekat. "Kami tidak menemukannya di dapur, ruang makan, atau di tempat pencucian!"

"Di taman, kandang kuda, aula juga tidak ada," timpal Joviette.

"Bagaimana ini, Sir? Dalam lima menit Tuan Duke akan sampai!"

Joviette memegang kedua pundak Natelia hingga tatapan mereka beradu. Sebagai wakil pemimpin ksatria Aslett, Joviette memegang kendali kastil selama Pak Vincent pergi. Dia harus bersikap kompeten apapun keadaannya. Jangan menunjukkan kebingungan atau pekerja lain yang menaruh kepercayaan padanya ikut panik.

"Pengasuh Natelie, tenanglah. Kita pasti akan segera menemukan Lala."

Natelia menggigit bibir. Entah mengapa Sir Joviette terlihat bersinar terang saat mengatakan itu. Seperti pengeran berkuda putih yang akan menyelamatkan mereka dari keputusasaan.

"Sir Joviette, Tuan Duke sudah memasuki pintu utama!" 

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang