Bagian Lima Belas (4)

36.8K 4K 358
                                    

"Setelah ku coba selidiki lebih dalam, kalung ini bukan dijual oleh Hara, melainkan orang lain."

"Siapa?"

Gelengan Margrave menunjukkan hasil pencariannya tak sesuai harapan. "Katanya, dia seorang tunawicara yang hanya berinteraksi menggunakan tulisan. Berperawakan kerdil dengan jubah menutup seluruh tubuh."

Kilat abu-abu itu langsung tertuju pada gadis kecil di sisi Margrave. Kerdil, tidak bicara, menutup wajah, bisa menulis. Apakah terlalu memaksa jika Duke langsung terpikirkan Lala?

Mengambil thalasa dari meja, Duke mencoba memperlihatkannya pada Labelina. "Kau pernah menjual ini?" tanya Gestan begitu Lala diberitahu Vincent untuk mendongak sejenak.

Hmm? Lala memiringkan kepala. Dia memang pernah menukar kalung seperti itu dengan uang. Tapi kalung yang ditukarkannya berwarna biru, bukan hitam.

Lala menggeleng innocent. "Kalung jelek."

Bukannya mendapat informasi, malah diledek.

Kesal, Margrave merebut thalasa dari tangan Gestan. "Kau sinting tingkat berapa? Bisa-bisanya mencurigai bayi baru lahir menjual barang orang lain!"

Di belakang tuan mereka, Jov dan Vincent ikut meringis. Sudah lama mereka tidak bersantai seperti ini. Mungkin terakhir kali saat Nona Hara masih di kastil?

"Omong-omong, bagaimana dengan hutan peri? Kau akan membiarkannya terbengkalai?"

"Saya akan mencari orang yang bisa membaca aksara lagi."

"Pasti sulit," ramal Margrave bahkan sebelum Duke memulai.

Mengingat saat menemukan Miguelis dulu menguras banyak waktu dan biaya. Belum lagi si banyak mau itu meminta diberikan wilayah dan gelar kebangsawanan sebagai syarat kerja sama.

"Kalau saja belum kau eksekusi, pasti akan ku pelintir lehernya pelan-pelan!" gerutu Margrave, merasa dendam pada orang yang belum lama mati.

Sudah ku lakukan lebih dari itu, batin Duke memilih diam.

"Lusa aku hendak bertemu serikat informasi. Berikan padaku kertas tesnya, biar ku minta carikan lewat mereka."

Tanpa menengok, tangan Duke bergerak memberi sinyal pada Joviette. Jov bergegas mengambil tiga jenis kertas dari meja kerja Duke dan menyerahkannya ke tangan Margrave.

"Sungguh mengesankan. Mau sejeli apapun mata ini memandang, cuma lembaran kosong yang dapat ku lihat," takjub Margrave, membolak-balik jurnal buatan bangsa peri tersebut.

"Suruh orang lain membacanya dari kertas yang paling baru."

Ada tiga tingkatan seseorang dapat membaca aksara. Level bawah, menengah dan atas. Semakin tua aksara peri yang dapat dibaca olehnya, maka semakin tinggi level orang itu.

Awalnya, Duke mengira kemampuan Miguelis masuk dalam golongan level atas, melihat ia mampu menerjemahkan aksara yang sudah sangat tua.

Rupanya, pria angkuh itu telah berbohong. Dia bisa membaca aksara peri berumur ratusan tahun, namun tidak menyeluruh. Miguelis menutupi fakta tersebut demi mengeruk keuntungannya sendiri.

"Omong-omong, dimana Dores?" tanya Margrave, mengedarkan pandangan. Saat rapat inti seperti ini biasanya dia tidak pernah absen.

"Sedang saya suruh melakukan sesuatu."

"Oh, pantas saja." Tidak mungkin asisten yang rela menyerahkan nyawa demi Aslett itu melewatkan acara penting seperti ini.

"Holee, celecaaiii!" sorak Lala, tiba-tiba meloncat girang. Secara alami, suasana serius di ruangan bernuansa gelap itu pun memudar.

Be My Father?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang