02 - 1 : GADIS DALAM KENANGAN BURUK

178 24 0
                                    

“Apa yang kauinginkan?” tanya Munyeong, tentang tujuan kedatangan Kangtae ke kantor penerbitnya ini, jika bukan untuk uang ataupun seks.

Kangtae menjawab, dengan mendekat, “Kalau bisa sih, aku ingin bertemu denganmu lagi. Aku ingin melihat matamu sekali lagi.”

“Mataku?” Munyeong heran dan tak mengerti.

“Matamu sama persis dengan mata seseorang yang kukenal,” sebut Kangtae, menjelaskan.

“Siapa itu?” Munyeong menantang.

“Orang yang berkepribadian buruk,” jawab Kangtae. Waktu kecil, ketika dia hampir tenggelam karena tak sengaja menginjak lapisan es yang tipis, ada seorang anak perempuan yang hanya diam saja menyaksikannya meronta-ronta—meski Kangtae sudah sangat meminta tolong padanya. Anak perempuan itu hanya memetiki kelopak-kelopak bunga untuk memutuskan akan menolong Kangtae atau tidak, betapa dinginnya. Dia tidak punya hati nurani dan adalah, “seorang wanita yang tidak memiliki sedikit pun kehangatan dalam tatapan matanya,” lanjut Kangtae, bukan dendam.

 Dia tidak punya hati nurani dan adalah, “seorang wanita yang tidak memiliki sedikit pun kehangatan dalam tatapan matanya,” lanjut Kangtae, bukan dendam

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

“Kau … takut pada wanita itu?” tanya Munyeong, dengan sedikit menertawakan.

“Aku menyukainya,” sebut Kangtae, mengungkap. Dia memang menyukai anak perempuan itu. Karenanya, Kangtae selalu menunggunya setiap pulang sekolah, hanya untuk sekedar melihatnya walau hanya seleret. Diam-diam Kangtae juga mengikutinya ke ladang bunga, ketika hujan, dan bahkan ketika anak perempuan itu hendak pergi naik gunung.

“Aku menyukai wanita itu,” ungkap Kangtae, sekali lagi, dan dia dan Go Munyeong bertatap dingin dalam diam yang sangat hening.

“Jadi,” Munyeong menyimpulkan, “kau ini sedang merayuku, ya? Karena aku mirip dengan seseorang dalam kenangan indahmu?”

“Aku tidak bilang itu kenangan indah,” Kangtae membantah. Anak perempuan dalam ingatannya itu sangat menakutkan, seperti yang Kangtae katakan. Dia mengejutkan Kangtae dengan merobek sayap banyak kupu-kupu di ladang bunga, saat Kangtae hendak memberinya seikat bunga.

“Jangan salah. Itu bukan kenangan indah,” kata Kangtae, tegas.

“Oh ya?” Munyeong bukan tak percaya. Katanya, sambil mendaratkan ujung jari ke dada Kangtae, “Tapi kenangan buruk itu biasanya akan lebih lama bertahan di dalam sini.” Dia mengetuk-ngetukkan ujung jarinya itu ke dada Kangtae.

Kangtae tidak bisa menebak isi pikiran Munyeong. Tapi, dia menjauhkan jari-jari Munyeong dari tubuhnya dan berkata, “Sampaikan pada atasanmu, kalau aku mengerti keadaannya.”

“Apa?” Munyeong tak mengerti.

“Aku mengerti, dan kalian tak perlu repot-repot ‘membereskanku’. Tolong, jangan hubungi aku lagi saja.” Kangtae dengan tegas mengatakannya, lalu pergi.

Tapi, di pintu, Wadir Lee mencegatnya bersama Penata Yoo yang masing-masing dari mereka membawa sebuah kardus yang kecil dan yang besar.

“Auh, hohohohoh. Menunggu lama, ya? Mohon maaf, jalanan macet sekali. Jangan pergi dululah, kita ngobrol-ngobrol dulu sambil minum teh.”

PSYCHO BUT IT'S OKAYМесто, где живут истории. Откройте их для себя