12 - 6 : ROMEO DAN JULIET

84 11 0
                                    

Jauh di atas lautan berombak dan di antara angin yang berembus, Munyeong duduk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jauh di atas lautan berombak dan di antara angin yang berembus, Munyeong duduk. Dia nampak menikmati kedamaian alam itu, memandanginya. Kemudian Juri melihatnya dan duduk bersamanya di bangku dan saling bicara.

“Bukumu bagus, ternyata,” kata Juri, dan Munyeong mengiyakannya. Juri agak tertawa.

Diam sebentar, dan raut wajah Juri perlahan berubah ke arah sedih.

“Kau sudah dengar tentang ayahmu, kan?” kata Juri, membuka obrolan.

“Berapa lama lagi sisa hidupnya? Mm, kapan kira-kira dia akan mati?” Munyeong juga agak sedih meski ada rasa menggelitik dalam kesedihannya itu.

“Kalau besok beliau meninggal pun tidak mengherankan.”

“Hmh,” Munyeong mendesis, “aku sudah bosan mendengar kalimat yang sama dari dokter.”

“Mm,” Juri agak ragu, “kalau kau tidak keberatan dan ada waktu, kenapa kau tidak mengajak ayahmu jalan-jalan ke luar?”

“Juri-ya.”

“Mm?”

Munyeong menoleh dan, “Aku tidak mau melakukannya,” katanya, dan Juri mengerti itu dan lebih baik tidak memaksa.

Munyeong menoleh dan, “Aku tidak mau melakukannya,” katanya, dan Juri mengerti itu dan lebih baik tidak memaksa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Ya. Ja-jadi, aku melepas kemeja, menutupkannya ke kepalanya, seperti Kangtae. Ja-jadi, Ajussi berhenti berteriak dan jadi lebih tenang. Ya.” Sangtae bercerita dengan sangat heboh pada Ibu Kang yang sedang sibuk melap meja kantin.

“Auh, hebat sekali kau, Sangtae. Kau sungguh membanggakan,” puji Ibu Kang, berhenti sebentar dari kesibukannya melap meja.

Ponsel Sangtae bergetar, dan Sangtae memberi tahu pada orang yang menelepon itu bahwa dirinya ada di kantin, lalu melanjutkan ceritanya lagi yang dia lupa sebelumnya sudah sampai di bagian mana.

“Oh iya, lalu, aku menelepon RSJ OK dan ke sini naik mobil rumah sakit. La-lalu aku juga meminjamkan bukuku, buku dongengku, dongeng, judulnya The Boy Who Fed on Nightmares. Aku meminjamkannya, aku meminjamkannya. Ya.”

“Auh, auh, baik sekali.”

“Ak-aku bukan memberikannya. Aku membeli buku itu dengan uang sendiri. Aku hanya meminjamkannya, meminjamkannya. Ta-tapi Ajussi-nya bilang terima kasih padaku, terima kasih, katanya aku-aku penolongnya, aku penolongnya.”

PSYCHO BUT IT'S OKAYWhere stories live. Discover now