11 - 2 : SUDAH BERUSAHA

122 7 0
                                    

Shrut, shrut. Ah, sudah disemprot pewangi yang banyak pun bau muntahan di mobil Wadir Lee masih tetap tercium. Melihat itu, Juri merasa sangat tidak enak dan … agak bersalah.

“Eh? Juri-ssi, good morning!” Wadir Lee menyapa, dan Juri tersenyum miris padanya dan merunduk 90 derajat sambil berkata, “Maaf. Saya baru ingat, kalau saya bahkan belum minta maaf setelah merepotkan Anda.”

“Ey, kenapa sungkan begitu? Kita kan sudah tinggal seatap, sudah seperti keluarga, apanya yang merepotkan?”Juri mengeluarkan sesuatu dari tas dan menyodorkannya pada Wadir Lee

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Ey, kenapa sungkan begitu? Kita kan sudah tinggal seatap, sudah seperti keluarga, apanya yang merepotkan?”
Juri mengeluarkan sesuatu dari tas dan menyodorkannya pada Wadir Lee.

“Apa ini?”

“Untuk … cuci mobil. Hm. Tolong diterima.” Juri benar-benar merasa tidak enak atas muntahannya di mobil Wadir Lee tempo hari.

Wadir Lee terperangah dan, “Wah, jadi begini rasanya?”

“Kenapa?” Juri tak mengerti.

“Kalau Munyeong membuat masalah,” Wadir Lee bercerita, “biasanya aku akan menyuap orang-orang dengan memasukkan setumpuk uang ke kotak air madu, dan rupanya beginilah perasaan orang-orang itu. Oh, aku menuai hasilnya.”

Juri masih belum begitu mengerti.

Wadir Lee mengambil amplop yang disodorkan Juri dan katanya, “Ayo kita makan bersama dengan uang ini. Lalu aku akan menganggapnya impas. Hm.”

Oh, Juri malah jadi semakin bingung.

Munyeong masih terlelap tidur sementara tempat Kangtae semalam sudah kosong

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Munyeong masih terlelap tidur sementara tempat Kangtae semalam sudah kosong. Mengetahui itu dari gerakan tangannya selagi terpejam, Munyeong langsung bangun dan—Kangtae datang membuka pintu.

“Kukira kau pergi,” gerutu Munyeong, sambil menenangkan diri.

“Pergi ke mana?” Kangtae menghampiri.

“Demamnya?” Munyeong memeriksa dahi Kangtae.

“Sudah turun.”

“Dalam semalam? Eish. Kau pura-pura sakit ya?”

“Tidak. Mm, aku malarindu.”

Kangtae dan Munyeong tertawa kecil.

“Kita bicara sebentar yuk?” kata Kangtae, lalu dia dan Munyeong turun ke ruang makan dan bicara tanpa makanan di sana.

PSYCHO BUT IT'S OKAYWhere stories live. Discover now