11 - 1 : AKU MERINDUKANMU

210 12 1
                                    

Oh my darling, oh my darling. Oh my darling, Clementine. You were lost and gone forever. Dreadful sorrow, Clementine. Sepanjang jalan menuju Kastel Terkutuk, Bu Park menyenandungkan lagu ini sambil tersenyum, seolah lagu itu akan mewujud menjadi nyata oleh dirinya sendiri. Kemudian dia mengetuk pintu Kastel Terkutuk dan Munyeong membukanya.

DUAR! Bu Park meledakkan kembang api dan bernyanyi, “Happy birthday to you,” sambil tersenyum dengan cara yang mengerikan. Pikiran Munyeong kosong, sementara Kangtae tidak bisa menghubunginya selagi mengebut dari RSJ OK.

Munyeong membawa Bu Park masuk dan menyeduhkan teh untuknya, sementara Bu Park sendiri melihat-lihat dapur seolah memeriksa dapur itu terawat dengan baik atau tidak ‘selama dia meninggalkannya’

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Munyeong membawa Bu Park masuk dan menyeduhkan teh untuknya, sementara Bu Park sendiri melihat-lihat dapur seolah memeriksa dapur itu terawat dengan baik atau tidak ‘selama dia meninggalkannya’. Munyeong terus mewaspadai wanita itu.

“Tidak mungkin kau jauh-jauh datang ke sini hanya untuk minum teh. Apa tujuanmu?” Munyeong bicara, sambil menuangkan teh ke cangkir, tanpa tahu dengan pasti bahwa Bu Park sudah mulai meninggalkan dapur.

Tak ada jawaban, Munyeong kesal. Rupanya Bu Park sudah tidak berada di sekitar dapur. Dia di ruang baca, melihat-lihat tapi seolah sedang ‘memeriksa’. Dia menghirup aroma ruangan penuh buku-buku lama ini, dengan khidmat. Munyeong mengawasinya dari pintu.

Bu Park bergerak menuju meja Munyeong, menemukan bunga di sana, meraihnya dari vas, dan menyayangkannya, karena bunga itu sudah layu dan kering. Dia pikir, seharusnya Munyeong membuang saja bunga itu.

CHAK. Munyeong mengambil alih bunga itu dan mengembalikannya ke vas.

“Jangan sentuh barang-barangku. Kenapa kau ke sini?” tanya Munyeong, sinis, dan jawaban Bu Park adalah, “Karena … mungkin kau akan kesepian?”

“Hari ini, ayahmu mencoba membunuhku,” cerita Bu Park, sembari menyentuh-nyentuh pena Munyeong kemudian pedang mainan yang ada di meja. Sepertinya dia tertarik pada pedang mainan itu.

“Katanya, aku ini monster, dan semua monster itu harus dibunuh. Dia menyesal tak membunuhmu juga waktu itu. Dia membuat keributan besar. Kau tidak tahu, kan?” Bu Park mendesis.

“Jadi?” Munyeong bersedekap.

“Itu keterlaluan,” Bu Park menukar pedang mainan tadi dengan pena Munyeong yang berujung tajam, “Tidak sepantasnya seorang ayah berkata begitu di hari ulang tahun putrinya. Jadi aku ke sini, untuk menghiburmu, juga mengucapkan selamat ulang tahun. Kau tidak boleh merasa kesepian di hari ulang tahun.” Bu Park berjalan-jalan di ruang baca ini bersama pena tadi.

“Apa urusannya denganmu?”

“Aku penggemar. Aku penggemar berat ibumu. Oh, cantiknya.” Bu Park mengagumi pena tajam Munyeong.

Munyeong tidak suka itu. Dia pun mengambil paksa pena itu dari Bu Park, tapi Bu Park mempertahankannya.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
PSYCHO BUT IT'S OKAYWhere stories live. Discover now