14 - 5 : THE HAND, THE MONKFISH

188 13 4
                                    

Jaesu dan Sangtae akan kembali ke rumah Ibu Kang. Jaesu berpesan, “Angkat teleponku, jangan diabaikan. Kalau tidak, aku marah ya?”

“Iya.”

“K-kalau Munyeong sudah sembuh, beri tahu ya? Aku, PR-ku harus diperiksa,” kata Sangtae, dan Kangtae mengiyakannya. Sangtae dan Jaesu pun pergi dari Kastel Terkutuk ini.

Kangtae akan kembali masuk ke kastel, tapi … dia menemukan sesuatu di balik pintu. Ada suatu paket, berupa amplop coklat yang sepertinya isinya adalah buku, tergeletak di sana. Kangtae mengambilnya, dan menimang kira-kira apa isi paket tersebut.

Dia pun membawanya ke ruang baca, membukanya dan ternyata isinya adalah sebuah buku dongeng, karya Go Munyeong, yang berjudul ‘The Hand, The Monkfish’. Kangtae membaca buku itu.

Dahulu kala, seorang bayi cantik terlahir di sebuah keluarga kaya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dahulu kala, seorang bayi cantik terlahir di sebuah keluarga kaya. Sang Ibu sangat menyayangi bayi yang cantik dan berkulit seputih salju itu. Dia bahkan bersumpah, mampu memetik bulan dan bintang untuk bayinya itu.

Ketika bayinya mulai bisa makan, Sang Ibu amat bergembira. Dia berkata, “Nak, mulai sekarang Eomma akan menyuapimu. Buka mulutmu yang lebar. A?”

Ketika bayinya mulai berjalan, Sang Ibu berlari menghampirinya dan berkata, “Nak, Eomma akan menggendongmu. Ayo, naik ke punggungku?”

Sang Ibu melakukan segala yang dibutuhkan, demi membesarkan bayinya agar sempurna. Kemudian, suatu hari dia berkata, “Anakku yang kucinta, rupanya Eomma harus beristirahat. Mulai sekarang, kau sediakanlah makanan untukku.”

Lalu, Sang Anak berkata, “Eomma, aku tidak punya tangan. Karena tak pernah digunakan, tanganku menghilang.”

“Kalau begitu, Nak,” Sang Ibu berkata lagi, “tolong gendonglah aku. Kakiku sakit.”

Lalu Sang Anak berkata, “Eomma, aku juga tidak punya kaki. Karena Eomma selalu menggendongku, aku tidak pernah menginjak Bumi. Tapi aku punya mulut yang amat sangat besar.” Kemudian dia membuka lebar mulutnya yang besar itu.

Sang Ibu pun marah dan berkata, “Rupanya kau bukan anakku yang sempurna, tapi hanya anak yang tidak berguna. Kau adalah kegagalan yang hanya tahu menerima, tapi tidak bisa melakukan apa pun untuk membalasnya.” Lalu Sang Ibu melempar anaknya itu ke laut.

Semenjak hari itu, ketika cuaca buruk melanda dan angin laut berembus kencang, para pelaut selalu mendengar suara tangis anak itu di kapal mereka.

“Eomma. Eomma. Apa kesalahanku? Tolong, bawa aku kembali. Tolong, bawa aku kembali.”

”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
PSYCHO BUT IT'S OKAYWhere stories live. Discover now