02 - 4 : PELUKAN KUPU-KUPU

155 22 0
                                    

Sangtae menyembunyikan diri di bawah meja di gudang toko buku yang gelap, sambil memantrai dirinya sendiri bahwa dirinya itu baik-baik saja dan tidak jahat, dengan memeluk dirinya sendiri. Di depan gudang, Kangtae menungguinya ditemani Go Munyeong.

“Kau tidak akan masuk?” tanya Munyeong, sudah tidak tahan lagi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Kau tidak akan masuk?” tanya Munyeong, sudah tidak tahan lagi.

“Kalau sudah tenang, Hyung akan keluar sendiri,” kata Kangtae, akan terus menunggu.

“Kapan itu?”

“Satu jam lagi. Paling lama sehari, atau dua hari.”

Go Munyeong tidak bisa menunggu selama itu. Dia akan masuk dan—Kangtae menahannya.

“Terus, kita harus menginap di sini, gitu?” kata Munyeong, kalau dirinya Kangtae larang masuk untuk memaksa Sangtae keluar.

“Siapa yang mengajakmu? Jangan takut, kau pergilah dan urus saja urusanmu sendiri.” Kangtae tidak akan melibatkan Go Munyeong dalam masalahnya ini.

“Takut? Aku? Kenapa? Aku takut kenapa?”

Ah, Kangtae tidak mau memperpanjang urusan dengan wanita di depannya itu. Dia memalingkan muka ke arah bawah.

Munyeong berpikir, “Sepertinya kakakmu itu sensitif sekali tentang rambutnya. Daerah sensitif. Apa sih istilahnya? Oh, sakelar bom. Kalau tersentuh, bomnya langsung meledak. Begitu, kan? Terus, kalau potong rambut gimana, dong? Apa dia ‘arg-arg-arg-arg-arg-arg’ begini? ‘Arg-arg-arg—”

“Hentikan sekarang juga. Itu tidak lucu.” Kangtae melotot pada Go Munyeong.

“Akhirnya kau merespons juga,” ucap Munyeong, puas. Dia hanya ‘mencari perhatian’ Kangtae dengan bukan mengolok-olok tingkah Moon Sangtae tadi.

Kangtae terdiam, dan Munyeong mengamati wajahnya dari arah bawah, terus mengamatinya, lalu merampas topi Kangtae dan merapikan poninya secara sembarangan. Tentu saja Kangtae tidak suka itu.

Kangtae menyingkirkan tangan Munyeong dari wajahnya dan, “Apa-apaan kau?” Dia sedikit marah.

“Jangan pakai topi,” kata Munyeong, memberi saran, “wajah tampanmu jadi tak kelihatan,” lanjutnya, tak segan-segan.

Kangtae memerah seketika.

Munyeong tertawa. “Kau kenapa?” tanyanya, tentang pipi merah Kangtae.

Kangtae memasang topinya kembali.

“Oh! Kalau kau pasti sensitif tentang ponimu ya? Hmhmhm.” Munyeong bukan menertawakan Kangtae.

Ah, Kangtae tidak mau tahu.

“Oy, Penulis Go!” seru seseorang dari arah kiri Munyeong, dan dia adalah Kritikus Jung yang sudah dapat dua kardus ‘air madu’ dari Wadir Lee.
Munyeong dan Kangtae menoleh ke arahnya.

Munyeong dan Kangtae menoleh ke arahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
PSYCHO BUT IT'S OKAYWhere stories live. Discover now