10 - 4 : TIDAK SELALU BURUK

76 8 0
                                    

“Pokoknya kau harus tetap di sana sampai Munyeong membukakan pintu,” tegas Wadir Lee, pada Penata Yoo yang sedang nongkrong makan sandwich di anak tangga depan pintu Kastel Terkutuk, lewat telepon

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Pokoknya kau harus tetap di sana sampai Munyeong membukakan pintu,” tegas Wadir Lee, pada Penata Yoo yang sedang nongkrong makan sandwich di anak tangga depan pintu Kastel Terkutuk, lewat telepon.

“Apa? Saya kan bukan patung,” protes Penata Yoo, cemberut.

“Memastikan keadaan penulis juga tugasmu, sebagai karyawan perusahaan penerbitan,” tegur Wadir Lee, memberi tahu.

“Ish. Kalau gitu, kau pastikan saja sendiri!” gerutu Penata Yoo, seolah tidak bisa didengar Wadir Lee padahal jelas-jelas dia bisa mendengarnya.

“Eh? Aku bisa mendengarnya, lho, itu? Aku kan mengurus perusahaan, gak ada waktu, sedangkan kau gak ada kerjaan dan punya banyak waktu.”

Setelah diam sebentar, Penata Yoo membangkit dan protes keras, “Daripada diperlakukan seperti orang yang gak berguna begini, lebih baik saya mengund—Halo? Pak Wadir! Aih. Uh! Semoga bangkrut—Eh? Memang sudah bangkrut ya? Ah.” Penata Yoo bahkan tidak bisa menyumpahi bosnya karena keadaannya sekarang sudah sangat buruk. Dia sebal sekali, dan kembali duduk di anak tangga dan lanjut mengunyah sandwich.

Alasan Wadir Lee tiba-tiba menutup teleponnya dengan Penata Yoo tadi adalah kemunculan Juri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Alasan Wadir Lee tiba-tiba menutup teleponnya dengan Penata Yoo tadi adalah kemunculan Juri. Dia otomatis bangkit, meski di tengah sarapan, ketika Juri keluar dari kamarnya, hendak berangkat kerja.

“Mau berangkat ya? Ayo, aku antar.” Wadir Lee menawarkan diri dengan sopan.

“Tidak, saya akan naik bus. Lanjutkan saja sarapannya.” Juri bukan menolak.

“Tidak, tidak,” Wadir Lee menjiwir lengan baju Juri—yang mau pergi, “sarapannya sudah selesai kok, tinggal dibereskan saja sedikit. Lagi pula aku masih punya waktu sebelum janji temu. Aku bisa mengantarmu sambil jalan.”

Oh. Juri mengerti.

“Ayo, naik mobilku saja.” Wadir Lee canggung dan agak kaku, tapi dia berhasil membawa Juri naik mobilnya. Dia pun menyetir mobil jeleknya sambil bersiul-siul dan sedikit bergoyang, sementara Juri merasa canggung. Untuk mencairkan suasana, Wadir Lee mencoba memutar lagu di mobilnya tapi mobilnya ini hanya berkeresek-keresek tak mau menyanyi.

PSYCHO BUT IT'S OKAYWhere stories live. Discover now