12 - 3 : MERASA TERGANGGU

94 8 0
                                    

Kangtae mengeluarkan roti-roti, selai, dan yang lainnya dari dua kantong plastik besar dan tas kertas di dapur Kastel Terkutuk sementara Munyeong memandanginya tepat di samping dengan telah berganti pakaian rapi dan bersih

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Kangtae mengeluarkan roti-roti, selai, dan yang lainnya dari dua kantong plastik besar dan tas kertas di dapur Kastel Terkutuk sementara Munyeong memandanginya tepat di samping dengan telah berganti pakaian rapi dan bersih. Munyeong nampak menikmati pemandangan ini, terutama wajah menawan Kangtae.

“Alat-alat menggambar Hyung sudah kautaruh di ruang baca, kan ya?” Kangtae memeriksa wadah-wadah belanjaan dan kehilangan yang satu itu dan tiba-tiba Munyeong memeluknya dari belakang. Kangtae KAGET sekali dan langsung panik, seolah seseorang bisa saja melihat mereka dari arah mana saja.

“Le-lepas.” Kangtae jadi banggung.

“Jadi kapan kita akan tidur sekamar?” tanya Munyeong, dengan berbisik menggoda.

“Kenapa kita harus tidur sekamar, kan ada Hyung?” Kangtae mulai berkeringat.

“Aku pulang!” terdengar suara Sangtae membuka dan menutup pintu. Kangtae semakin panik jadinya dan meminta Munyeong cepat-cepat melepaskan pelukannya yang bagai rantai ini.

“OPPA! KAMI DI SINI!” Munyeong malah berteriak.

“Iya, iya, iya. Kita main. Nanti, ya? Nanti.” Kangtae kepepet.

“Di kamarku?” Munyeong menggoda.

“Hoh, di kamarmu.” Kangtae tak punya pilihan.

“Okeh. Aku tunggu ya?” bisik Munyeong, dan dia pun melenggang pergi dengan raut wajah yang bertuliskan ‘berhasil!’.

Sampai malam pun Wadir Lee belum ada menelepon juga

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Sampai malam pun Wadir Lee belum ada menelepon juga. Ah, ke mana sih orang itu? Aih. Secara tidak sadar, Juri terus menunggunya seharian ini, di tempat kerja dan di kamarnya sekarang—sambil melihat-lihat buku dongeng Go Munyeong yang berjudul ‘Anak Zombie’ milik Penata Yoo yang tergeletak begitu saja di  meja. Dia pun mulai membaca saja dongeng itu, tanpa minat.

Penata Yoo masuk dengan siasat. Dia pura-pura menerima telepon dari Wadir Lee dan memberikan laporan padanya tentang perkembangan buku baru Go Munyeong. Juri menguping tanpa sedikit pun bergerak.

“Ya, Pak Wadir? Ceritanya sudah mulai ditulis, dan kalau konten ilustrasinya nanti akan saya diskusikan dengan Pak Ilustrator.” Penata Yoo mengintip-intip ke arah Juri, memeriksa apakah dia menguping dengan baik atau tidak ‘pembicaraannya’ dengan Wadir Lee ini.

PSYCHO BUT IT'S OKAYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora